Soal Ekonomi, Dengerin Wejangan Bank Dunia Ya! –
6 min readIndonesia dan negara kawasan Asia Timur-Pasifik pada umumnya akan mengalami pertumbuhan ekonomi cukup baik. Kendati demikian, Bank Dunia tetap mewanti-wanti akan adanya risiko.
Saat ini, kata @buddykuofficial, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia dan negara kawasan Asia Timur-Pasifik pada umumnya akan mengalami pertumbuhan ekonomi cukup baik. Kendati demikian, Bank Dunia tetap mewanti-wanti akan adanya risiko.
“Faktor risiko itu di antaranya adalah perlambatan ekonomi global yang berpotensi menekan permintaan ekspor,” katanya.
Dia menambahkan, kenaikan suku bunga di luar negeri juga berpotensi mendorong arus ke luar modal serta melemahkan mata uang domestik. “Kesemuanya dapat meningkatkan beban pembayaran utang dan inflasi,” tandas @buddykuofficial.
Ekonom Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita menyebut, nilai utang luar negeri (ULN) Indonesia bakal terus meningkat ke depannya.
“Bukan karena penambahan nominal utang Indonesia, tapi adanya tren pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS),” katanya.
Untuk diketahui, pada Jumat (14/10) pagi, rupiah kembali melemah ke posisi Rp 15.366 per dolar AS. Pelemahan rupiah tembus ke Rp 15.000 per dolar AS terjadi sejak pekan ketiga September 2022 lalu.
Ronny mengatakan, pelemahan kurs akan mengerek besaran ULN Indonesia. Soalnya, kata dia, jumlah utang RI mengacu pada mata uang dolar AS.
“Baik dari Pemerintah maupun swasta, pelemahan rupiah memang menjadi persoalan dan tantangan tersendiri,” ungkapnya.
Dia mengatakan, situasi ini akan memaksa Pemerintah untuk memperketat belanja atau mempertegas kebijakan austerity demi mengamankan kredibilitas fiskal di mata para kreditor. “Meski begitu, langkah ini justru kurang cocok untuk kondisi saat ini,” katanya.
Ronny menilai, keadaan ini akan diperparah menjelang akhir tahun. Pasalnya, akhir tahun merupakan momen pembayaran cicilan dan adanya tagihan utang. Rupiah akan semakin banyak dijual, dan demand dolar akan semakin tinggi.
“Karena pembayaran bunga dan cicilan utang mau tak mau memaksa Pemerintah dan dunia usaha untuk konversi dana terlebih dahulu dari rupiah ke dolar, baru kemudian dibayarkan. Ujungnya, devisa akan semakin berkurang,” tuturnya.
Staf Ahli Keuangan Bidang Jasa Keuangan & Pasar Modal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suminto memastikan, utang Indonesia masih dalam kondisi sehat. Hal ini tercermin dari rasio utang Indonesia yang masih terjaga di level 38,30 persen.
Dia menyebut, angka tersebut jauh lebih baik dari negara-negara G20 maupun negara tetangga. Seperti Thailand 62,68 persen dan Malaysia 69,5 persen.
“Dengan kondisi ini insya Allah kita dapat jaga perekonomian kita di tengah volatilitas keuangan global dan ketidakpastian perekonomian global,” kata Suminto.
Suminto mengungkapkan, Pemerintah tetap optimis penguatan ekonomi masih akan berlanjut di semester II 2022. Hal ini terlihat dari indeks manufaktur Indonesia pada bulan Agustus yang meningkat ke level 51,7 persen dari sebelumnya di level 51,3 persen.
“Selain itu, neraca transaksi berjalan juga masih tercatat surplus 0,3 persen terhadap PDB (product domestic bruto) 2021 dan tahun ini di kisaran 1 persen. Bahkan kinerja kuat di sektor riil juga telah datangkan kepercayaan investor,” tandasnya.
Netizen meyakini tingginya utang Indonesia dibandingkan negara lain di ASEAN karena pembangunan infrastruktur yang tidak terkontrol. Meskipun, ada yang menilai hal itu wajar.
Akun @wellylie99 mengaku malu Indonesia menjadi negara dengan utang paling tinggi se Asia Tenggara. “Bukan hanya polusi udara saja yang tertinggi di Asia Tenggara. Ternyata hutang juga tertinggi. Mengerikan,” ujarnya.
Akun @gamafatah mengatakan, lebih besar utang dari pada pendapatan negara. Jadilah rakyat juga yang menanggung semuanya. Para pejabat malah menikmati hasil dari itu semua, dengan statemen rakyat tidak boleh manja.
“Apa-apa naik tidak boleh protes, dan rakyat dipaksa buat menerima kebijakan mereka,” ujarnya.
Akun @ferizandra mengatakan, tingginya utang Pemerintah karena pembangunan infrastruktur yang tidak terkontrol. Padahal, kata dia, tidak semua infrastruktur harus dibiayai dengan utang dan dikerjakan oleh tenaga kerja asing.
“Contohnya pembangunan Jakarta International Stadium (JIS),” katanya.
Akun @AwalilRizky mengungkap bahwa International Monetary Fund atau IMF memperkirakan utang Pemerintah Indonesia pada akhir 2022 sebesar Rp 7.765 T (40,89% PDB), menjadi Rp 9.240 T (40,41% PDB) akhir 2024.
“Saya memperkirakan akan lebih buruk,” katanya.
Sementara, @fauzie_saputra meyakini utang Indonesia masih jauh lebih aman dibanding negara-negara ASEAN. “Ribut soal utang Indonesia? Padahal rasio utang Indonesia kalau dikomparasikan dengan negara ASEAN jauh lebih rendah,” katanya.
“Negara kawasan Asean, tercatat pada 2021 rasio utang terhadap PDB tertinggi ditempati oleh Singapura (131%), Malaysia (63,3%), Filipina (60,4%), Thailand (59,6%), Vietnam (46,7%), dan Indonesia terbilang aman dengan rasio utang 38,5 persen terhadap PDB,” ungkap @spider_hunt616.
Akun @WidiaRiyad mengatakan, utang tidak perlu diributkan karena merupakan sesuatu yang wajar. Kata dia kalau bacanya se Asia Tenggara mungkin paling besar, tapi lihat juga kondisi negaranya.
“Dibanding semua negara tetangga, luas Indonesia lebih besar yang otomatis butuh dana besar,” katanya. [ASI] ]]> , Indonesia dan negara kawasan Asia Timur-Pasifik pada umumnya akan mengalami pertumbuhan ekonomi cukup baik. Kendati demikian, Bank Dunia tetap mewanti-wanti akan adanya risiko.
Saat ini, kata @buddykuofficial, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia dan negara kawasan Asia Timur-Pasifik pada umumnya akan mengalami pertumbuhan ekonomi cukup baik. Kendati demikian, Bank Dunia tetap mewanti-wanti akan adanya risiko.
“Faktor risiko itu di antaranya adalah perlambatan ekonomi global yang berpotensi menekan permintaan ekspor,” katanya.
Dia menambahkan, kenaikan suku bunga di luar negeri juga berpotensi mendorong arus ke luar modal serta melemahkan mata uang domestik. “Kesemuanya dapat meningkatkan beban pembayaran utang dan inflasi,” tandas @buddykuofficial.
Ekonom Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita menyebut, nilai utang luar negeri (ULN) Indonesia bakal terus meningkat ke depannya.
“Bukan karena penambahan nominal utang Indonesia, tapi adanya tren pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS),” katanya.
Untuk diketahui, pada Jumat (14/10) pagi, rupiah kembali melemah ke posisi Rp 15.366 per dolar AS. Pelemahan rupiah tembus ke Rp 15.000 per dolar AS terjadi sejak pekan ketiga September 2022 lalu.
Ronny mengatakan, pelemahan kurs akan mengerek besaran ULN Indonesia. Soalnya, kata dia, jumlah utang RI mengacu pada mata uang dolar AS.
“Baik dari Pemerintah maupun swasta, pelemahan rupiah memang menjadi persoalan dan tantangan tersendiri,” ungkapnya.
Dia mengatakan, situasi ini akan memaksa Pemerintah untuk memperketat belanja atau mempertegas kebijakan austerity demi mengamankan kredibilitas fiskal di mata para kreditor. “Meski begitu, langkah ini justru kurang cocok untuk kondisi saat ini,” katanya.
Ronny menilai, keadaan ini akan diperparah menjelang akhir tahun. Pasalnya, akhir tahun merupakan momen pembayaran cicilan dan adanya tagihan utang. Rupiah akan semakin banyak dijual, dan demand dolar akan semakin tinggi.
“Karena pembayaran bunga dan cicilan utang mau tak mau memaksa Pemerintah dan dunia usaha untuk konversi dana terlebih dahulu dari rupiah ke dolar, baru kemudian dibayarkan. Ujungnya, devisa akan semakin berkurang,” tuturnya.
Staf Ahli Keuangan Bidang Jasa Keuangan & Pasar Modal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suminto memastikan, utang Indonesia masih dalam kondisi sehat. Hal ini tercermin dari rasio utang Indonesia yang masih terjaga di level 38,30 persen.
Dia menyebut, angka tersebut jauh lebih baik dari negara-negara G20 maupun negara tetangga. Seperti Thailand 62,68 persen dan Malaysia 69,5 persen.
“Dengan kondisi ini insya Allah kita dapat jaga perekonomian kita di tengah volatilitas keuangan global dan ketidakpastian perekonomian global,” kata Suminto.
Suminto mengungkapkan, Pemerintah tetap optimis penguatan ekonomi masih akan berlanjut di semester II 2022. Hal ini terlihat dari indeks manufaktur Indonesia pada bulan Agustus yang meningkat ke level 51,7 persen dari sebelumnya di level 51,3 persen.
“Selain itu, neraca transaksi berjalan juga masih tercatat surplus 0,3 persen terhadap PDB (product domestic bruto) 2021 dan tahun ini di kisaran 1 persen. Bahkan kinerja kuat di sektor riil juga telah datangkan kepercayaan investor,” tandasnya.
Netizen meyakini tingginya utang Indonesia dibandingkan negara lain di ASEAN karena pembangunan infrastruktur yang tidak terkontrol. Meskipun, ada yang menilai hal itu wajar.
Akun @wellylie99 mengaku malu Indonesia menjadi negara dengan utang paling tinggi se Asia Tenggara. “Bukan hanya polusi udara saja yang tertinggi di Asia Tenggara. Ternyata hutang juga tertinggi. Mengerikan,” ujarnya.
Akun @gamafatah mengatakan, lebih besar utang dari pada pendapatan negara. Jadilah rakyat juga yang menanggung semuanya. Para pejabat malah menikmati hasil dari itu semua, dengan statemen rakyat tidak boleh manja.
“Apa-apa naik tidak boleh protes, dan rakyat dipaksa buat menerima kebijakan mereka,” ujarnya.
Akun @ferizandra mengatakan, tingginya utang Pemerintah karena pembangunan infrastruktur yang tidak terkontrol. Padahal, kata dia, tidak semua infrastruktur harus dibiayai dengan utang dan dikerjakan oleh tenaga kerja asing.
“Contohnya pembangunan Jakarta International Stadium (JIS),” katanya.
Akun @AwalilRizky mengungkap bahwa International Monetary Fund atau IMF memperkirakan utang Pemerintah Indonesia pada akhir 2022 sebesar Rp 7.765 T (40,89% PDB), menjadi Rp 9.240 T (40,41% PDB) akhir 2024.
“Saya memperkirakan akan lebih buruk,” katanya.
Sementara, @fauzie_saputra meyakini utang Indonesia masih jauh lebih aman dibanding negara-negara ASEAN. “Ribut soal utang Indonesia? Padahal rasio utang Indonesia kalau dikomparasikan dengan negara ASEAN jauh lebih rendah,” katanya.
“Negara kawasan Asean, tercatat pada 2021 rasio utang terhadap PDB tertinggi ditempati oleh Singapura (131%), Malaysia (63,3%), Filipina (60,4%), Thailand (59,6%), Vietnam (46,7%), dan Indonesia terbilang aman dengan rasio utang 38,5 persen terhadap PDB,” ungkap @spider_hunt616.
Akun @WidiaRiyad mengatakan, utang tidak perlu diributkan karena merupakan sesuatu yang wajar. Kata dia kalau bacanya se Asia Tenggara mungkin paling besar, tapi lihat juga kondisi negaranya.
“Dibanding semua negara tetangga, luas Indonesia lebih besar yang otomatis butuh dana besar,” katanya. [ASI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID