Pemerintah Bahas RUU KIA Atasi Permasalahan Ibu dan Anak –
4 min readMenteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia tengah berupaya mengatasi permasalahan ibu dan anak, di antaranya menurunkan angka kematian Ibu, angka kematian bayi, dan stunting. Sejalan dengan hal tersebut,
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) telah mengirimkan naskah Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) kepada Presiden Jokowi.
“Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 menunjukkan Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi, yaitu 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara, Angka Kematian Bayi pada 2017 sebesar 24 per seribu kelahiran hidup. Ini merupakan tantangan bagi negara kita,” ujar Menteri PPPA dalam Dialog Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KIA bersama Komisi Nasional; Lembaga Profesi; Serikat Pekerja; KOWANI; dan Lembaga Masyarakat yang bergerak di isu perempuan bekerja, di Jakarta, Senin (8/8).
Menteri PPPA menilai, perlu adanya partisipasi dan kolaborasi antara Pemerintah dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan kesejahteraan ibu dan anak.
“Kami mencatat berbagai praktik baik terkait kolaborasi Pemerintah dengan berbagai pihak, termasuk dalam kesejahteraan ibu dan anak. Tidak hanya di perkotaan, tetapi sampai ke perdesaan. Selain itu, tidak hanya ibu pekerja, namun ibu dan anak dengan berbagai kondisi kerentanannya. KemenPPPA pun berharap praktik baik ini dapat terus dikembangkan,”harapnya.
Menurut Bintang, Negara wajib menjamin kehidupan yang sejahtera lahir dan batin bagi setiap warga negara, terutama bagi ibu dan anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
“Di sinilah letak pentingnya kita berdialog untuk menemukan gagasan solutif, sejalan dengan semangat dari RUU KIA. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, demikian pula kesejahteraan ibu dan anak tidaklah bisa tercapai tanpa kerja kita bersama,” kata Menteri PPPA.
Dalam pertemuan tersebut, seluruh perwakilan Komisi Nasional, Lembaga Profesi, Serikat Pekerja, KOWANI, dan Lembaga Masyarakat yang bergerak di isu perempuan bekerja menyambut baik pembahasan DIM RUU KIA secara lintas sektor dan menyampaikan masukan sesuai dengan keilmuannya masing-masing, mulai dari pembahasan cuti melahirkan, cuti pendampingan, pengasuhan anak, ketentuan umum, dan lain sebagainya.
Pemerintah dan seluruh perwakilan yang hadir sepakat untuk mewujudkan RUU yang tidak diskriminatif dan tidak menimbulkan ketimpangan gender.
“Berkenan dengan yang telah disampaikan oleh Bapak dan Ibu yang hadir, pada dasarnya itu untuk menjadikan RUU ini menjadi lebih baik,” ujar perwakilan Ikatan Konselor Indonesia, Indah Sukmawati.
Saat ini, Pemerintah tengah menyusun DIM RUU KIA berdasarkan hasil dialog lintas sektor, termasuk lembaga masyarakat, akademisi, dan dunia usaha. DIM RUU KIA ditargetkan akan selesai dan diparaf oleh menteri perwakilan Presiden pada 26 Agustus 2022.
]]> , Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia tengah berupaya mengatasi permasalahan ibu dan anak, di antaranya menurunkan angka kematian Ibu, angka kematian bayi, dan stunting. Sejalan dengan hal tersebut,
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) telah mengirimkan naskah Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) kepada Presiden Jokowi.
“Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 menunjukkan Angka Kematian Ibu masih cukup tinggi, yaitu 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara, Angka Kematian Bayi pada 2017 sebesar 24 per seribu kelahiran hidup. Ini merupakan tantangan bagi negara kita,” ujar Menteri PPPA dalam Dialog Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KIA bersama Komisi Nasional; Lembaga Profesi; Serikat Pekerja; KOWANI; dan Lembaga Masyarakat yang bergerak di isu perempuan bekerja, di Jakarta, Senin (8/8).
Menteri PPPA menilai, perlu adanya partisipasi dan kolaborasi antara Pemerintah dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan kesejahteraan ibu dan anak.
“Kami mencatat berbagai praktik baik terkait kolaborasi Pemerintah dengan berbagai pihak, termasuk dalam kesejahteraan ibu dan anak. Tidak hanya di perkotaan, tetapi sampai ke perdesaan. Selain itu, tidak hanya ibu pekerja, namun ibu dan anak dengan berbagai kondisi kerentanannya. KemenPPPA pun berharap praktik baik ini dapat terus dikembangkan,”harapnya.
Menurut Bintang, Negara wajib menjamin kehidupan yang sejahtera lahir dan batin bagi setiap warga negara, terutama bagi ibu dan anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
“Di sinilah letak pentingnya kita berdialog untuk menemukan gagasan solutif, sejalan dengan semangat dari RUU KIA. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, demikian pula kesejahteraan ibu dan anak tidaklah bisa tercapai tanpa kerja kita bersama,” kata Menteri PPPA.
Dalam pertemuan tersebut, seluruh perwakilan Komisi Nasional, Lembaga Profesi, Serikat Pekerja, KOWANI, dan Lembaga Masyarakat yang bergerak di isu perempuan bekerja menyambut baik pembahasan DIM RUU KIA secara lintas sektor dan menyampaikan masukan sesuai dengan keilmuannya masing-masing, mulai dari pembahasan cuti melahirkan, cuti pendampingan, pengasuhan anak, ketentuan umum, dan lain sebagainya.
Pemerintah dan seluruh perwakilan yang hadir sepakat untuk mewujudkan RUU yang tidak diskriminatif dan tidak menimbulkan ketimpangan gender.
“Berkenan dengan yang telah disampaikan oleh Bapak dan Ibu yang hadir, pada dasarnya itu untuk menjadikan RUU ini menjadi lebih baik,” ujar perwakilan Ikatan Konselor Indonesia, Indah Sukmawati.
Saat ini, Pemerintah tengah menyusun DIM RUU KIA berdasarkan hasil dialog lintas sektor, termasuk lembaga masyarakat, akademisi, dan dunia usaha. DIM RUU KIA ditargetkan akan selesai dan diparaf oleh menteri perwakilan Presiden pada 26 Agustus 2022.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID