Nggak Ada Yang Mau Minta Maaf Nih… –
4 min readRatusan anak sudah menjadi korban gagal ginjal akut. Sayangnya, tidak ada sedikitpun permintaan maaf dari Pemerintah, BPOM dan produsen obat. Justru, semuanya saling lempar tanggung jawab.
Akun @buddykuofficial mengungkap pernyataan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito yang seolah melempar tanggung jawab ke perusahaan farmasi.
“Sebegitu mahalnya kah permintaan maaf di negeri ini,” ujar @buddykuofficial.
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, keluarga korban bisa menggugat perusahaan farmasi yang produknya tidak sesuai aturan BPOM. Hal itu dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“BPOM yang tanggung jawab lah. Namanya juga badan pengawasan obat dan makanan,” ujar @MinisterOfPeac1.
Akun @manusiakerdus heran, kenapa obat-obatan tersebut bisa lolos izin BPOM. Lalu, katanya, kenapa ketika sudah ada korban baru bertindak. Dia yakin, anaknya dan anak-anak yang lainnya di Indonesia pasti sudah mengkonsumsi obat yang dinyatakan tidak aman tersebut.
“BPOM yang mengecek terakhir, apakah ada kandungan berbahaya atau tidak. BPOM harus tanggung jawab dan minta maaf,” kata @siswadiadnin.
Akun @ichafauziah mengatakan, pertanggungjawaban dan permintaan maaf seharusnya sudah dilakukan sejak kasus awal kematian terdeteksi. Produsen obat dan Pemerintah yang meloloskan obat itu ke pasaran.
“Minimal minta maaf ke publiklah, setelahnya seret ke pengadilan,” katanya.
“Mungkin di negara ini pejabatnya tidak tahu malu,” kata @wannabie_01. “Kami menunggu pertanggungjawaban dan permintaan maaf serta pengunduran diri seluruhnya atau sebagian petugas BPOM,” timpal @BangEdiii.
Akun @idpramulya membandingkan kasus gagal ginjal dengan tragedi Kanjuruhan. Kata dia, Kanjuruhan 134 meninggal, banyak yang dipecat dan disuruh mundur. Gagal ginjal keracunan obat sudah 133 anak bangsa mati sia-sia.
“Pihak yang seharusnya tanggung jawab masih adem aja,” ungkapnya.
Akun @WastuPrabowo menyamakan kelakuan BPOM dengan PSSI. Kata dia, apa tanggung jawab hukumnya sebagai pengawas yang lalai.
“Setelah @PSSI datanglah @BPOM_RI. Bahkan jumlah korban juga hampir sama. Tragedi besar menuntut tanggung jawab moral,” timpal @budisusetija.
Akun @Y_Yoe01 mengkritisi sikap BPOM yang justru melempar tanggung jawab ke perusahaan farmasi. Kata dia, tugasnya pengawas/BPOM itu mengawasi obat yang akan diedarkan ke masyarakat.
“Kalau sampai obat yang gak layak bisa beredar harusnya BPOM harus bertanggung jawab, bukan menyalahkan perusahaan farmasi,” tuturnya.
Akun @Pakar_kacang mengatakan, lembaga di negara ini cuma mau cuci tangan setiap ada masalah. Tidak ada yang bisa dipercaya. Dia menyoal tanggung jawab label BPOM.
“Cuma sekadar stempel doang? Yang salah jelas BPOM dan farmasi. Kalian harus tanggung jawab terhadap jatuhnya korban,” kata.
Sementara, @AGoeci menilai pihak yang seharusnya bertanggung jawab adalah perusahaan farmasi. Kata dia, perusahaan farmasi memprodukai ribuan jenis obat, dan ratusan batch produksi setiap hari.
“Tanggung jawab itu ada di pabrikan. Setiap batch mereka ambil sampel jika ada kelainan, maka satu batch itu wajib dimusnahkan. Kasus ini lebih pada kelalaian pabrikan,” katanya.
Akun @orlap2021 mengatakan, tidak hanya @BPOM_RI/Pemerintah yang harus bertanggung jawab, tapi juga perusahan obat yang memproduksi obat sirup yang mengandung bahan yang tidak aman dan berdampak kematian.
“(Mereka) harus bertanggung jawab (pidana/perdata) serta memberi santunan ke korban,” tukas dia. [ASI] ]]> , Ratusan anak sudah menjadi korban gagal ginjal akut. Sayangnya, tidak ada sedikitpun permintaan maaf dari Pemerintah, BPOM dan produsen obat. Justru, semuanya saling lempar tanggung jawab.
Akun @buddykuofficial mengungkap pernyataan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito yang seolah melempar tanggung jawab ke perusahaan farmasi.
“Sebegitu mahalnya kah permintaan maaf di negeri ini,” ujar @buddykuofficial.
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, keluarga korban bisa menggugat perusahaan farmasi yang produknya tidak sesuai aturan BPOM. Hal itu dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“BPOM yang tanggung jawab lah. Namanya juga badan pengawasan obat dan makanan,” ujar @MinisterOfPeac1.
Akun @manusiakerdus heran, kenapa obat-obatan tersebut bisa lolos izin BPOM. Lalu, katanya, kenapa ketika sudah ada korban baru bertindak. Dia yakin, anaknya dan anak-anak yang lainnya di Indonesia pasti sudah mengkonsumsi obat yang dinyatakan tidak aman tersebut.
“BPOM yang mengecek terakhir, apakah ada kandungan berbahaya atau tidak. BPOM harus tanggung jawab dan minta maaf,” kata @siswadiadnin.
Akun @ichafauziah mengatakan, pertanggungjawaban dan permintaan maaf seharusnya sudah dilakukan sejak kasus awal kematian terdeteksi. Produsen obat dan Pemerintah yang meloloskan obat itu ke pasaran.
“Minimal minta maaf ke publiklah, setelahnya seret ke pengadilan,” katanya.
“Mungkin di negara ini pejabatnya tidak tahu malu,” kata @wannabie_01. “Kami menunggu pertanggungjawaban dan permintaan maaf serta pengunduran diri seluruhnya atau sebagian petugas BPOM,” timpal @BangEdiii.
Akun @idpramulya membandingkan kasus gagal ginjal dengan tragedi Kanjuruhan. Kata dia, Kanjuruhan 134 meninggal, banyak yang dipecat dan disuruh mundur. Gagal ginjal keracunan obat sudah 133 anak bangsa mati sia-sia.
“Pihak yang seharusnya tanggung jawab masih adem aja,” ungkapnya.
Akun @WastuPrabowo menyamakan kelakuan BPOM dengan PSSI. Kata dia, apa tanggung jawab hukumnya sebagai pengawas yang lalai.
“Setelah @PSSI datanglah @BPOM_RI. Bahkan jumlah korban juga hampir sama. Tragedi besar menuntut tanggung jawab moral,” timpal @budisusetija.
Akun @Y_Yoe01 mengkritisi sikap BPOM yang justru melempar tanggung jawab ke perusahaan farmasi. Kata dia, tugasnya pengawas/BPOM itu mengawasi obat yang akan diedarkan ke masyarakat.
“Kalau sampai obat yang gak layak bisa beredar harusnya BPOM harus bertanggung jawab, bukan menyalahkan perusahaan farmasi,” tuturnya.
Akun @Pakar_kacang mengatakan, lembaga di negara ini cuma mau cuci tangan setiap ada masalah. Tidak ada yang bisa dipercaya. Dia menyoal tanggung jawab label BPOM.
“Cuma sekadar stempel doang? Yang salah jelas BPOM dan farmasi. Kalian harus tanggung jawab terhadap jatuhnya korban,” kata.
Sementara, @AGoeci menilai pihak yang seharusnya bertanggung jawab adalah perusahaan farmasi. Kata dia, perusahaan farmasi memprodukai ribuan jenis obat, dan ratusan batch produksi setiap hari.
“Tanggung jawab itu ada di pabrikan. Setiap batch mereka ambil sampel jika ada kelainan, maka satu batch itu wajib dimusnahkan. Kasus ini lebih pada kelalaian pabrikan,” katanya.
Akun @orlap2021 mengatakan, tidak hanya @BPOM_RI/Pemerintah yang harus bertanggung jawab, tapi juga perusahan obat yang memproduksi obat sirup yang mengandung bahan yang tidak aman dan berdampak kematian.
“(Mereka) harus bertanggung jawab (pidana/perdata) serta memberi santunan ke korban,” tukas dia. [ASI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID