Mulai Debut Di KPK Johanis Angkat Kasus Kardus Durian Cak Imin –
4 min readWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, Johanis Tanak mulai bicara kasus. Mantan jaksa itu mengangkat kasus suap “kardus durian” yang belum tuntas.
Kasus ini menyerempet Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Cak Imin saat itu menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Johanis meminta penyidik yang menangani kasus ini agar melakukan gelar perkara atau ekspose. “Saya berharap ada dulu ekspose, apakah nanti ada bukti yang cukup untuk ditingkatkan atau tidak, ini kan perlu satu kepastian hukum juga,” katanya.
Komisioner yang belum genap sebulan menjabat itu mengaku belum mengetahui kronologi dan kontruksi kasus ini. Menurut Johanis, kepastian hukum sangat penting.
Pasalnya, kasus ini diduga melibatkan seorang tokoh. “Kalau tidak, ya kita katakan tidak. Kalau iya, kita tingkatkan (penyidikan). Sehingga ada kepastian hukum dan ada keadilan, sebagaimana tujuan hukumnya,” tandas Johanis.
Sementara itu Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto mengatakan belum ada kepastian kapan gelar perkara kasus ini.
“Kami belum berani mengatakan kepada rekan-rekan, karena keputusannya belum diambil,” ujar jenderal bintang dua itu.
Karyoto mengemukakan KPK pernah melakukan gelar perkara pada 2011 silam. Alhasil, beberapa orang ditetapkan sebagai tersangka.
Ia merasa dilema untuk melakukan gelar perkara kembali saat ini. Sebab perkaranya sudah sangat lama. Bahkan beberapa penyidiknya sudah ada yang bertugas di luar KPK.
“Saya pernah tanya-tanya, kenapa nggak tidak dulu waktu masih hangat-hangatnya perkara ini tidak diselesaikan. Ini akan menjadi pertanyaan-pertanyaan,” kata Karyoto.
“Tapi yang jelas, forum pimpinan ekspose perkara ini sudah sangat objektif dan transparan,” ujarnya.
Perkara suap kardus durian terjadi saat Cak Imin masih menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) pada 25 Agustus 2011. Saat itu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua anak buah Cak Imin. Yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT), I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan.
Penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati. Usai mengantarkan uang Rp 1,5 miliar ke Kemenakertrans. Uang itu dikemas dalam kardus durian.
Diduga, uang rasuah itu karena PT Alam Jaya Papua telah diloloskan sebagai kontraktor di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, dengan nilai proyek Rp 73 miliar.
Proyek tersebut merupakan bagian dari program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT). Anggarannya dari K e menakertrans.
Di persidangan Dharnawati mengungkapkan uang Rp 1,5 miliar dalam kardus durian itu ditujukan untuk Cak Imin.
Menanggapi kesaksian Dharnawati, dalam beberapa kesempatan Cak Imin tegas membantah terlibat suap ini.
Hingga akhir persidangan, nama Cak Imin tak terdengar lagi. Majelis hakim hanya menjatuhkan vonis bersalah kepada dua anak buahnya. I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap. Majelis pun menghukum keduanya dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp 100 juta.
Sementara Dharnawati dinyatakan terbukti melakukan suap. Ia divonis pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Cak Imin yang kini menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum berkomentar mengenai kasus kardus durian yang akan dibuka lagi. ■
]]> , Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, Johanis Tanak mulai bicara kasus. Mantan jaksa itu mengangkat kasus suap “kardus durian” yang belum tuntas.
Kasus ini menyerempet Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Cak Imin saat itu menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Johanis meminta penyidik yang menangani kasus ini agar melakukan gelar perkara atau ekspose. “Saya berharap ada dulu ekspose, apakah nanti ada bukti yang cukup untuk ditingkatkan atau tidak, ini kan perlu satu kepastian hukum juga,” katanya.
Komisioner yang belum genap sebulan menjabat itu mengaku belum mengetahui kronologi dan kontruksi kasus ini. Menurut Johanis, kepastian hukum sangat penting.
Pasalnya, kasus ini diduga melibatkan seorang tokoh. “Kalau tidak, ya kita katakan tidak. Kalau iya, kita tingkatkan (penyidikan). Sehingga ada kepastian hukum dan ada keadilan, sebagaimana tujuan hukumnya,” tandas Johanis.
Sementara itu Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto mengatakan belum ada kepastian kapan gelar perkara kasus ini.
“Kami belum berani mengatakan kepada rekan-rekan, karena keputusannya belum diambil,” ujar jenderal bintang dua itu.
Karyoto mengemukakan KPK pernah melakukan gelar perkara pada 2011 silam. Alhasil, beberapa orang ditetapkan sebagai tersangka.
Ia merasa dilema untuk melakukan gelar perkara kembali saat ini. Sebab perkaranya sudah sangat lama. Bahkan beberapa penyidiknya sudah ada yang bertugas di luar KPK.
“Saya pernah tanya-tanya, kenapa nggak tidak dulu waktu masih hangat-hangatnya perkara ini tidak diselesaikan. Ini akan menjadi pertanyaan-pertanyaan,” kata Karyoto.
“Tapi yang jelas, forum pimpinan ekspose perkara ini sudah sangat objektif dan transparan,” ujarnya.
Perkara suap kardus durian terjadi saat Cak Imin masih menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) pada 25 Agustus 2011. Saat itu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua anak buah Cak Imin. Yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT), I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan.
Penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati. Usai mengantarkan uang Rp 1,5 miliar ke Kemenakertrans. Uang itu dikemas dalam kardus durian.
Diduga, uang rasuah itu karena PT Alam Jaya Papua telah diloloskan sebagai kontraktor di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, dengan nilai proyek Rp 73 miliar.
Proyek tersebut merupakan bagian dari program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT). Anggarannya dari K e menakertrans.
Di persidangan Dharnawati mengungkapkan uang Rp 1,5 miliar dalam kardus durian itu ditujukan untuk Cak Imin.
Menanggapi kesaksian Dharnawati, dalam beberapa kesempatan Cak Imin tegas membantah terlibat suap ini.
Hingga akhir persidangan, nama Cak Imin tak terdengar lagi. Majelis hakim hanya menjatuhkan vonis bersalah kepada dua anak buahnya. I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap. Majelis pun menghukum keduanya dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp 100 juta.
Sementara Dharnawati dinyatakan terbukti melakukan suap. Ia divonis pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Cak Imin yang kini menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum berkomentar mengenai kasus kardus durian yang akan dibuka lagi. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID