DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
22 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Mengenal Isme-isme Kontroversial (21) Aliran Sesat –

5 min read

Dekade terakhir ini semakin banyak isu yang berhubungan dengan kelompok aliran yang dianggap sesat oleh kalangan masyarakat tertentu.

Dalam wilayah NKRI, perlu didefinisikan, apa itu aliran sesat? Siapa yang berhak menilai sesat sebuah aliran? Apa kriteria aliran sesat? Siapa yang menentukan kriteria itu? Apa dasarnya? Apakah aliran sesat itu pelanggaran pidana? Apa sanksi aliran yang dinyatakan sesat itu?

Bagaimana menghukum aliran sesat? Siapa yang berhak menghukumnya? Bagaimana menyelesaikan dampak penyesatan sebuah aliran yang sudah lama eksis di masyarakat? Semuanya ini menjadi bukti, tidak sederhananya menyelesaikan persoalan penilaian sesat sebuah aliran.

Apalagi, aliran itu berada di dalam wilayah keyakinan seseorang, sulit mendeteksi, dan berpotensi menghakimi secara tidak adil kepada orang yang disangka penganut aliran sesat itu.

Ketika sebuah rezim otoritas berkuasa dan ketika dinasti mayoritas memegang kendali nilai, maka di situ berpotensi muncul klaim dan akronim menakutkan, terutama kepada kaum minoritas. Akronim itu misalnya kelompok oposisi, pemberontak, ideologi radikal, aliran sesat, ajaran terlarang, dan lain sebagainya. Bahkan tokoh di balik kelompok minoritas itu sering disebut orang gila, tukang sihir, paranormal, provokator, dan lain-lain.

Nabi Muhammad SAW sendiri, sama seperti Nabi-nabi sebelumnya, pernah mengalami hal yang sama dari penguasa Mekkah ketika pertama kali memperkenalkan ajaran Islam yang dibawanya. Ia pernah dianggap sebagai penganut aliran sesat, diusir, diancam akan dibunuh, dan ajaran agama yang diperkenalkannya dianggaap sesat.

 

Nabi Muhammad sendiri dianggap orang gila (Mereka berkata: “Hai orang yang diturunkan Al Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila”. (QS al-Hijr/15:16), dianggap paranormal atau tukang tenung (“Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang gila. (Q.S. Al-Thur/52:29).

Juga dianggap tukang sihir (“Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila”). (Q.S. Al-Dzariyat/51: 52), dan dianggap penyair gila (Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahansembahan kami karena seorang penyair gila? (Q.S. Al Shaffat/37:36).

Namun, Nabi Muhammad sebagai seorang pemegang kendali otoritas Mekah-Madinah, tidak pernah membumihanguskan para penganut aliran sesat. Bahkan Musailimah al-Kadzdzab yang nyata-nyata mendeklarasikan diri sebagai Nabi (palsu), di depan Nabi tidak pernah ditangkap atau diinstruksikan untuk dieksekusi. Musailimah bahkan ditantang menayangkan karya andalannya berupa imitasi wahyu yang dibuatnya sendiri, dipamerkan di pintu masuk Ka’bah. Hingga masyarakat menilai, mana ajaran orisinal, mana ajaran yang palsu.

Nabi Muhammad juga pernah memarahi panglima perang Usamah lantaran membunuh seorang musuh yang sudah bersyahadat. Setelah Usamah diinterogasi Nabi, Usamah menjawab, “Saya membunuh orang itu karena hanya ingin menyelamatkan diri ketika dirinya terpojok. Saat itulah Rasulullah mengeluarkan pernyataan sebagaimana dikutip di dalam Al-Muwaththa’: Nahnu nahkumu bi al-dhawahir wa Allahu yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, hanya Allah yang berhak menghukum apa yang tidak tampak).

Dalam banyak riwayat, Nabi memberikan kesempatan kepada mereka yang dianggap sesat untuk mengintrospeksi diri. Nabi tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada kelompok minoritas, apalagi kalau hal itu menyangkut masalah aliran. Bukankah Allah SWT juga telah mengingatkan kita:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”. (Q.S. Al-Qashash/28:56).
]]> , Dekade terakhir ini semakin banyak isu yang berhubungan dengan kelompok aliran yang dianggap sesat oleh kalangan masyarakat tertentu.

Dalam wilayah NKRI, perlu didefinisikan, apa itu aliran sesat? Siapa yang berhak menilai sesat sebuah aliran? Apa kriteria aliran sesat? Siapa yang menentukan kriteria itu? Apa dasarnya? Apakah aliran sesat itu pelanggaran pidana? Apa sanksi aliran yang dinyatakan sesat itu?

Bagaimana menghukum aliran sesat? Siapa yang berhak menghukumnya? Bagaimana menyelesaikan dampak penyesatan sebuah aliran yang sudah lama eksis di masyarakat? Semuanya ini menjadi bukti, tidak sederhananya menyelesaikan persoalan penilaian sesat sebuah aliran.

Apalagi, aliran itu berada di dalam wilayah keyakinan seseorang, sulit mendeteksi, dan berpotensi menghakimi secara tidak adil kepada orang yang disangka penganut aliran sesat itu.

Ketika sebuah rezim otoritas berkuasa dan ketika dinasti mayoritas memegang kendali nilai, maka di situ berpotensi muncul klaim dan akronim menakutkan, terutama kepada kaum minoritas. Akronim itu misalnya kelompok oposisi, pemberontak, ideologi radikal, aliran sesat, ajaran terlarang, dan lain sebagainya. Bahkan tokoh di balik kelompok minoritas itu sering disebut orang gila, tukang sihir, paranormal, provokator, dan lain-lain.

Nabi Muhammad SAW sendiri, sama seperti Nabi-nabi sebelumnya, pernah mengalami hal yang sama dari penguasa Mekkah ketika pertama kali memperkenalkan ajaran Islam yang dibawanya. Ia pernah dianggap sebagai penganut aliran sesat, diusir, diancam akan dibunuh, dan ajaran agama yang diperkenalkannya dianggaap sesat.

 

Nabi Muhammad sendiri dianggap orang gila (Mereka berkata: “Hai orang yang diturunkan Al Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila”. (QS al-Hijr/15:16), dianggap paranormal atau tukang tenung (“Maka tetaplah memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang gila. (Q.S. Al-Thur/52:29).

Juga dianggap tukang sihir (“Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila”). (Q.S. Al-Dzariyat/51: 52), dan dianggap penyair gila (Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahansembahan kami karena seorang penyair gila? (Q.S. Al Shaffat/37:36).

Namun, Nabi Muhammad sebagai seorang pemegang kendali otoritas Mekah-Madinah, tidak pernah membumihanguskan para penganut aliran sesat. Bahkan Musailimah al-Kadzdzab yang nyata-nyata mendeklarasikan diri sebagai Nabi (palsu), di depan Nabi tidak pernah ditangkap atau diinstruksikan untuk dieksekusi. Musailimah bahkan ditantang menayangkan karya andalannya berupa imitasi wahyu yang dibuatnya sendiri, dipamerkan di pintu masuk Ka’bah. Hingga masyarakat menilai, mana ajaran orisinal, mana ajaran yang palsu.

Nabi Muhammad juga pernah memarahi panglima perang Usamah lantaran membunuh seorang musuh yang sudah bersyahadat. Setelah Usamah diinterogasi Nabi, Usamah menjawab, “Saya membunuh orang itu karena hanya ingin menyelamatkan diri ketika dirinya terpojok. Saat itulah Rasulullah mengeluarkan pernyataan sebagaimana dikutip di dalam Al-Muwaththa’: Nahnu nahkumu bi al-dhawahir wa Allahu yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, hanya Allah yang berhak menghukum apa yang tidak tampak).

Dalam banyak riwayat, Nabi memberikan kesempatan kepada mereka yang dianggap sesat untuk mengintrospeksi diri. Nabi tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada kelompok minoritas, apalagi kalau hal itu menyangkut masalah aliran. Bukankah Allah SWT juga telah mengingatkan kita:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”. (Q.S. Al-Qashash/28:56).

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |