DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
11 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

MAKI: Usut Tuh, Semua Penyuap Rektor Unila! –

6 min read

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK mengusut semua pihak yang turut menyuap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani.

Boyamin menduga, Karomani menerima suap lebih dari satu orang. Sebab dia sudah mematok tarif antara Rp 150 sampai Rp 350 juta untuk satu mahasiswa yang ingin lolos seleksi mandiri masuk Unila.

“Demi keadilan, KPK harus proses hukum yang sama terhadap semua penyuap,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.

Terlebih lagi Boyamin menambahkan, KPK mendapat bukti tambahan baru berupa uang Rp 2,5 miliar saat menggeledah kediaman Karomani.

Sehingga kata Boyamin, jika ditambah uang sekitar Rp 5 miliar yang telah disita penyidik saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), total barang bukti uangnya menjadi Rp 7,5 miliar.

Boyamin yakin, uang Rp 7,5 miliar itu berkaitan erat dengan skandal penerimaan mahasiswa di Unila dan mengindikasikan pemberi suapnya bukan cuma satu orang.

Oleh karena itu Boyamin mendesak KPK mengusut pemberi suap lainnya. Dia mengatakan, penindakan terhadap penyuap lainnya dibutuhkan agar tidak ada tudingan KPK tebang pilih.

“Nggak boleh (mengusut) yang hanya kena OTT saja, (pemberi suap) yang lain harus dicari,” jelas Boyamin.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.

Ali Fikri menegaskan bahwa pihaknya masih menelusuri pihak lain yang diduga turut menyuap Karomani agar lulus seleksi penerimaan mahasiswa lewat jalur mandiri untuk Tahun Ajaran 2022. “Pendalaman akan terus dilakukan lewat pemeriksaan saksi-saksi,” kata Ali.

Ia pun menambahkan, bukti tambahan berupa uang Rp 2,5 miliar dari hasil penggeledahan di kediaman Karomani menjadi amunisi bagi penyidik untuk menelusuri asal-usul uangnya.

Namun Ali enggan menjelaskan, ketika ditanya apakah uang tersebut juga berasal dari orang tua calon mahasiswa yang meminta bantuan Karomani agar anaknya diterima.

 

“Sejauh ini masih verifikasi, nanti hasilnya diinfokan,” tandas Ali.

Sedangkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, dari tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta yang dipasang Karomani dan rekan-rekannya sudah berhasil mengumpulkan uang lebih dari Rp 7,5 miliar. “Berarti kan bisa dibagi (dari) berapa (orang),” kata Karyoto.

Karyoto pun mengatakan pada saatnya nanti, tersangka kasus penyuapan ini akan berkembang. “Rekan-rekan pasti paham bahwa OTT ini anaknya banyak, ini anak yang pertama, ini anak sulung sampai anak bungsu nanti,” tukasnya.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT di tiga wilayah terkait suap Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun ajaran 2022. OTT dilakukan di Lampung, Bandung dan Bali.

Pihak yang ditangkap di Lampung adalah Mualim yang menjadi Dosen Unila, Helmy Fitriawan selaku Dekan Fakultas Teknik Unila, Heryandi selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila dan Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila.

Ketika penangkapan, tim KPK berhasil mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp 414.5 juta, slip setoran deposito di salah satu bank sebesar Rp 800 juta.

“Dan kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar,” ujar wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Kemudian, pihak yang ditangkap di Bandung adalah Karomani dan ajudannya Adi Triwibowo serta Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila.

Dari ketiga orang ini, KPK mengamankan barang bukti berupa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan buku tabungan yang diduga berisi uang suap sebesar Rp 1,8 miliar.

Sedangkan di Bali, KPK menangkap Andi Desfiandi selaku Ketua Yayasan Alfian Husin yang memiliki Institut Informasi dan Bisnis (IBI) Darmajaya di Lampung.

Andi juga diketahui menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Relawan Erick Thohir Sahabat (Etos) Indonesia.

 

Semua pihak yang ditangkap itu kemudian dibawa ke markas KPK di Jakarta, guna pemeriksaan insentif.

Setelah dilakukan pemeriksaan KPK menetapkan Karomani, Heryandi dan Muhammad Basri sebagai penerima suap. Sementara tersangka pemberi suapnya adalah Andi Desfiandi.

Ghufron menjelaskan perkara ini bermula ketika Unila menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan membuka jalur khusus yaitu Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Sebagai Rektor Unila, Karomani otomatis punya wewenang terkait mekanisme penerimaan mahasiswa lewat jalur Simanila. Selama proses Simanila, Karomani diduga aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta.

Dia memerintahkan Heryandi dan Budi Sutomo serta Muhammad Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal dan meminta orang tua calon mahasiswa bersedia mengeluarkan uang lebih jika anaknya mau diterima.

Salah satu pihak yang memberikan uang adalah Andi Desfiandi. Dia menghubungi Karomani untuk bertemu karena salah satu keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila.

Karomani selanjutnya memerintahkan Mualim untuk mengambil uang titipan Andi Desfiandi Rp 150 juta di salah satu tempat di Lampung.

“Seluruh uang yang dikumpulkan KRM (Karomani) melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta,” tandas Ghufron.

Sementara uang yang berhasil dikumpulkan Karomani lewat Budi Sutomo dan Muhammad Basri jumlahnya lebih besar. Mulai dari tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai. ■
]]> , Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK mengusut semua pihak yang turut menyuap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani.

Boyamin menduga, Karomani menerima suap lebih dari satu orang. Sebab dia sudah mematok tarif antara Rp 150 sampai Rp 350 juta untuk satu mahasiswa yang ingin lolos seleksi mandiri masuk Unila.

“Demi keadilan, KPK harus proses hukum yang sama terhadap semua penyuap,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.

Terlebih lagi Boyamin menambahkan, KPK mendapat bukti tambahan baru berupa uang Rp 2,5 miliar saat menggeledah kediaman Karomani.

Sehingga kata Boyamin, jika ditambah uang sekitar Rp 5 miliar yang telah disita penyidik saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), total barang bukti uangnya menjadi Rp 7,5 miliar.

Boyamin yakin, uang Rp 7,5 miliar itu berkaitan erat dengan skandal penerimaan mahasiswa di Unila dan mengindikasikan pemberi suapnya bukan cuma satu orang.

Oleh karena itu Boyamin mendesak KPK mengusut pemberi suap lainnya. Dia mengatakan, penindakan terhadap penyuap lainnya dibutuhkan agar tidak ada tudingan KPK tebang pilih.

“Nggak boleh (mengusut) yang hanya kena OTT saja, (pemberi suap) yang lain harus dicari,” jelas Boyamin.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.

Ali Fikri menegaskan bahwa pihaknya masih menelusuri pihak lain yang diduga turut menyuap Karomani agar lulus seleksi penerimaan mahasiswa lewat jalur mandiri untuk Tahun Ajaran 2022. “Pendalaman akan terus dilakukan lewat pemeriksaan saksi-saksi,” kata Ali.

Ia pun menambahkan, bukti tambahan berupa uang Rp 2,5 miliar dari hasil penggeledahan di kediaman Karomani menjadi amunisi bagi penyidik untuk menelusuri asal-usul uangnya.

Namun Ali enggan menjelaskan, ketika ditanya apakah uang tersebut juga berasal dari orang tua calon mahasiswa yang meminta bantuan Karomani agar anaknya diterima.

 

“Sejauh ini masih verifikasi, nanti hasilnya diinfokan,” tandas Ali.

Sedangkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, dari tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta yang dipasang Karomani dan rekan-rekannya sudah berhasil mengumpulkan uang lebih dari Rp 7,5 miliar. “Berarti kan bisa dibagi (dari) berapa (orang),” kata Karyoto.

Karyoto pun mengatakan pada saatnya nanti, tersangka kasus penyuapan ini akan berkembang. “Rekan-rekan pasti paham bahwa OTT ini anaknya banyak, ini anak yang pertama, ini anak sulung sampai anak bungsu nanti,” tukasnya.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT di tiga wilayah terkait suap Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun ajaran 2022. OTT dilakukan di Lampung, Bandung dan Bali.

Pihak yang ditangkap di Lampung adalah Mualim yang menjadi Dosen Unila, Helmy Fitriawan selaku Dekan Fakultas Teknik Unila, Heryandi selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila dan Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila.

Ketika penangkapan, tim KPK berhasil mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp 414.5 juta, slip setoran deposito di salah satu bank sebesar Rp 800 juta.

“Dan kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar,” ujar wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Kemudian, pihak yang ditangkap di Bandung adalah Karomani dan ajudannya Adi Triwibowo serta Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila.

Dari ketiga orang ini, KPK mengamankan barang bukti berupa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan buku tabungan yang diduga berisi uang suap sebesar Rp 1,8 miliar.

Sedangkan di Bali, KPK menangkap Andi Desfiandi selaku Ketua Yayasan Alfian Husin yang memiliki Institut Informasi dan Bisnis (IBI) Darmajaya di Lampung.

Andi juga diketahui menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Relawan Erick Thohir Sahabat (Etos) Indonesia.

 

Semua pihak yang ditangkap itu kemudian dibawa ke markas KPK di Jakarta, guna pemeriksaan insentif.

Setelah dilakukan pemeriksaan KPK menetapkan Karomani, Heryandi dan Muhammad Basri sebagai penerima suap. Sementara tersangka pemberi suapnya adalah Andi Desfiandi.

Ghufron menjelaskan perkara ini bermula ketika Unila menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan membuka jalur khusus yaitu Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Sebagai Rektor Unila, Karomani otomatis punya wewenang terkait mekanisme penerimaan mahasiswa lewat jalur Simanila. Selama proses Simanila, Karomani diduga aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta.

Dia memerintahkan Heryandi dan Budi Sutomo serta Muhammad Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal dan meminta orang tua calon mahasiswa bersedia mengeluarkan uang lebih jika anaknya mau diterima.

Salah satu pihak yang memberikan uang adalah Andi Desfiandi. Dia menghubungi Karomani untuk bertemu karena salah satu keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila.

Karomani selanjutnya memerintahkan Mualim untuk mengambil uang titipan Andi Desfiandi Rp 150 juta di salah satu tempat di Lampung.

“Seluruh uang yang dikumpulkan KRM (Karomani) melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta,” tandas Ghufron.

Sementara uang yang berhasil dikumpulkan Karomani lewat Budi Sutomo dan Muhammad Basri jumlahnya lebih besar. Mulai dari tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |