Luncurkan Buku Model Negara Kesejahteraan Prof Didin S Damanhuri Dapat Pujian Bamsoet –
6 min readGuru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Didin S Damanhuri meluncurkan buku ‘Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodoks’, di Kampus IPB University, Bogor, Rabu (3/8). Peluncuran dilakukan di acara purnabakti Prof Didin di IPB.
Peluncuran ini dihadiri banyak pihak. Ada Ketua MPR Bambang Soesatyo, Anggota DPD Prof Jimly Asshiddiqie, Rektor IPB University Prof Arif Satria, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) IPB University Prof Tridoyo Kusumastanto, Guru Besar IPB University Bungaran Saragih, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, Wakil Ketua Umum ICMI Jafar Hafsah, serta staf khusus Menteri Investasi sekaligus Plt Ketua Umum HIPMI Eka Sastra.
Ketua MPR Bambang Soesatyo sekaligus pendiri Brain Society Center (BS Center) menilai Prof Didin merupakan salah satu guru besar terbaik yang dimiliki Indonesia dari IPB University. Dirinya juga bersyukur, Prof Didin berkenan menjadi Ketua Dewan Pakar sekaligus Ketua Harian BS Center, sebuah lembaga think tank yang didirkan Bamsoet, sapaan akrab Bambang, untuk bergerak di bidang kajian dan penelitian mengenai isu ekonomi, politik, hukum, ideologi, sosial, budaya, dan demokrasi.
Walaupun sudah purnabakti sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), IPB University masih mempercayakan Prof Didin sebagai Guru Besar dengan NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus). Sehingga pengabdian dan dedikasi Prof Didin di IPB University maupun di berbagai tempat lainnya seperti BS Center masih akan terus berlanjut.
Bamsoet menjelaskan, Prof Didin termasuk intelektual yang mengusulkan pentingnya Indonesia memiliki haluan negara, atau yang kini dikenal dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sekaligus mengusulkan gagasan, apabila bentuk hukum PPHN berupa Ketetapan MPR tidak bisa dilakukan melalui perubahan konstitusi, maka bisa dilakukan melalui konsensus politik berupa Konvensi Ketatanegaraan.
“Terobosan hukum Konvensi Ketatanegaraan tersebut kini sedang ditindaklanjuti oleh MPR RI yang akan dibahas lebih mendalam melalui Panitia Ad Hoc yang akan dibentuk pada Rapat Paripurna MPR RI pada awal September 2022,” ujar Bamsoet.
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, Prof Didin telah banyak melahirkan karya tulis yang sangat menginspirasi. Mulai dari mengenai globalisasi perekonomian, paradigma pembangunan ekonomi nasional, hingga ekonomi politik dan pembangunan. Berbagai karya tulisnya mewakili kesahajaan pemikiran di satu sisi, dan ketajaman visi di sisi yang lain.
Saat menjadi mahasiswa maupun wartawan, Bamsoet juga banyak terinspirasi oleh pemikiran Prof Didin. Termasuk sikap kritis Prof Didin terhadap berbagai isu kebijakan ekonomi dan pembangunan yang selalu dilandasi argumentasi rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sebagaimana dituangkan Prof Didin melalui bukunya, “Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodoks”.
“Untuk memahami makna kesejahteraan, kita dapat merujuk pada beragam pendekatan dan sudut pandang. Misalnya dari perspektif konstitusi, pasal 23, pasal 27, pasal 28, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34. Secara umum mengamanatkan kesejahteraan sosial yang mencakup penguasaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, pemeliharaan fakir miskin oleh negara, dan sistem perekonomian nasional. Satu pasal mengatur paradigma pengelolaan ekonomi, sedangkan lima pasal lainnya mengatur paradigma kewajiban sosial negara terhadap rakyat,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, kesejahteraan juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang secara komprehensif. Misalnya, meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nasional mengalami kenaikan, namun masih terjadi kesenjangan IPM antar daerah. Terlihat dari IPM di Provinsi Jakarta mencapai 81,11, sedangkan di Provinsi Papua 60,62.
“Contoh lainnya, meskipun catatan angka kemiskinan cenderung menurun dari waktu ke waktu, hal ini tidak berjalan linear dengan angka ketimpangan ekonomi yang cenderung mengalami stagnasi dalam dua dekade terakhir. World Inequality Report 2022 mencatat, bahwa rasio kesenjangan pendapatan di Indonesia adalah 1 banding 19. Artinya, masyarakat ekonomi kelas atas memiliki rata-rata pendapatan 19 kali lipat lebih tinggi dari masyarakat ekonomi kelas bawah,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, untuk membangun negara kesejahteraan, bangsa Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman negara lainnya. Seperti Korea Selatan, yang menjelang usia 74 tahun kemerdekaannya (3 tahun lebih muda dari Indonesia) telah tumbuh sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita sebesar 34.983 US dollar. Demikian pula China yang baru berdiri pada 1949, telah meraih kemajuan yang sangat pesat.
“Salah satu kunci sukses mereka, tidak lepas karena memiliki perencanaan jangka panjang, sehingga siapapun presidennya, program pembangunan tetap berjalan. Tidak heran jika Prof. Didin dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya keberadaan PPHN bagi Indonesia, sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 ayat 1 yang berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas,” pungkas Bamsoet.■
]]> , Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Didin S Damanhuri meluncurkan buku ‘Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodoks’, di Kampus IPB University, Bogor, Rabu (3/8). Peluncuran dilakukan di acara purnabakti Prof Didin di IPB.
Peluncuran ini dihadiri banyak pihak. Ada Ketua MPR Bambang Soesatyo, Anggota DPD Prof Jimly Asshiddiqie, Rektor IPB University Prof Arif Satria, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) IPB University Prof Tridoyo Kusumastanto, Guru Besar IPB University Bungaran Saragih, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, Wakil Ketua Umum ICMI Jafar Hafsah, serta staf khusus Menteri Investasi sekaligus Plt Ketua Umum HIPMI Eka Sastra.
Ketua MPR Bambang Soesatyo sekaligus pendiri Brain Society Center (BS Center) menilai Prof Didin merupakan salah satu guru besar terbaik yang dimiliki Indonesia dari IPB University. Dirinya juga bersyukur, Prof Didin berkenan menjadi Ketua Dewan Pakar sekaligus Ketua Harian BS Center, sebuah lembaga think tank yang didirkan Bamsoet, sapaan akrab Bambang, untuk bergerak di bidang kajian dan penelitian mengenai isu ekonomi, politik, hukum, ideologi, sosial, budaya, dan demokrasi.
Walaupun sudah purnabakti sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), IPB University masih mempercayakan Prof Didin sebagai Guru Besar dengan NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus). Sehingga pengabdian dan dedikasi Prof Didin di IPB University maupun di berbagai tempat lainnya seperti BS Center masih akan terus berlanjut.
Bamsoet menjelaskan, Prof Didin termasuk intelektual yang mengusulkan pentingnya Indonesia memiliki haluan negara, atau yang kini dikenal dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sekaligus mengusulkan gagasan, apabila bentuk hukum PPHN berupa Ketetapan MPR tidak bisa dilakukan melalui perubahan konstitusi, maka bisa dilakukan melalui konsensus politik berupa Konvensi Ketatanegaraan.
“Terobosan hukum Konvensi Ketatanegaraan tersebut kini sedang ditindaklanjuti oleh MPR RI yang akan dibahas lebih mendalam melalui Panitia Ad Hoc yang akan dibentuk pada Rapat Paripurna MPR RI pada awal September 2022,” ujar Bamsoet.
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, Prof Didin telah banyak melahirkan karya tulis yang sangat menginspirasi. Mulai dari mengenai globalisasi perekonomian, paradigma pembangunan ekonomi nasional, hingga ekonomi politik dan pembangunan. Berbagai karya tulisnya mewakili kesahajaan pemikiran di satu sisi, dan ketajaman visi di sisi yang lain.
Saat menjadi mahasiswa maupun wartawan, Bamsoet juga banyak terinspirasi oleh pemikiran Prof Didin. Termasuk sikap kritis Prof Didin terhadap berbagai isu kebijakan ekonomi dan pembangunan yang selalu dilandasi argumentasi rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sebagaimana dituangkan Prof Didin melalui bukunya, “Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodoks”.
“Untuk memahami makna kesejahteraan, kita dapat merujuk pada beragam pendekatan dan sudut pandang. Misalnya dari perspektif konstitusi, pasal 23, pasal 27, pasal 28, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34. Secara umum mengamanatkan kesejahteraan sosial yang mencakup penguasaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, pemeliharaan fakir miskin oleh negara, dan sistem perekonomian nasional. Satu pasal mengatur paradigma pengelolaan ekonomi, sedangkan lima pasal lainnya mengatur paradigma kewajiban sosial negara terhadap rakyat,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, kesejahteraan juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang secara komprehensif. Misalnya, meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nasional mengalami kenaikan, namun masih terjadi kesenjangan IPM antar daerah. Terlihat dari IPM di Provinsi Jakarta mencapai 81,11, sedangkan di Provinsi Papua 60,62.
“Contoh lainnya, meskipun catatan angka kemiskinan cenderung menurun dari waktu ke waktu, hal ini tidak berjalan linear dengan angka ketimpangan ekonomi yang cenderung mengalami stagnasi dalam dua dekade terakhir. World Inequality Report 2022 mencatat, bahwa rasio kesenjangan pendapatan di Indonesia adalah 1 banding 19. Artinya, masyarakat ekonomi kelas atas memiliki rata-rata pendapatan 19 kali lipat lebih tinggi dari masyarakat ekonomi kelas bawah,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, untuk membangun negara kesejahteraan, bangsa Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman negara lainnya. Seperti Korea Selatan, yang menjelang usia 74 tahun kemerdekaannya (3 tahun lebih muda dari Indonesia) telah tumbuh sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita sebesar 34.983 US dollar. Demikian pula China yang baru berdiri pada 1949, telah meraih kemajuan yang sangat pesat.
“Salah satu kunci sukses mereka, tidak lepas karena memiliki perencanaan jangka panjang, sehingga siapapun presidennya, program pembangunan tetap berjalan. Tidak heran jika Prof. Didin dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya keberadaan PPHN bagi Indonesia, sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 ayat 1 yang berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas,” pungkas Bamsoet.■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID