Langkahi Kewenangan Pemerintah Pusat Jewer Kepala Daerah Yang Naikin Gas 3 Kg –
4 min readHarga gas 3 kilo gram (kg) di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat (Jabar) mengalami kenaikan. Hal ini disinyalir akibat Pemerintah Daerah (Pemda) membuat kebijakan sepihak menaikkan komoditas bersubsidi tersebut.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengingatkan, kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) gas bersubsidi merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Untuk itu, Pemda tidak boleh seenaknya menaikkan HET elpiji 3 kg.
Untuk diketahui, harga gas melon naik di beberapa wilayah di Jawa Barat. Antara lain, di Kabupaten /Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Kenaikan harga gas 3 kg ditenggarai dampak kebijakan kepala daerah.
Misalnya, Bupati Bekasi pada Januari 2022 membuat Surat Keputusan (SK) untuk menaikkan HET elpiji 3 kg dari Rp 16.000/tabung menjadi Rp 18.750/tabung. Meskipun kebijakan itu baru akan diberlakukan pada Agustus 2022. Sebelumnya, Wali Kota Bekasi juga sudah menaikkan HET elpiji 3 kg melalui SK Wali Kota Bekasi Nomor 510/Kep.571/Disdahperin/XI/2021 tanggal 09 November 2021 yang ditandatangani oleh Wali Kota (kini nonaktif) Bekasi, Rahmat Effendi.
Menurut Tulus, jika kebijakan itu terus dilakukan tanpa kontrol dan persetujuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maka konsumen akan menanggung kenaikan harga gas elpiji 3 kg.
Padahal, biaya pokok gas elpiji subsidi per kilogramnya belum mengalami kenaikan. Pemerintah juga sudah menjamin tidak ada kenaikan harga pada tahun ini.
“Pemda menaikkan harga HET dengan alasan biaya transportasi. Alasan ini tidak relevan dengan kian banyaknya infrastruktur pengisian gas di berbagai daerah,” ujar Tulus dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria menilai, sudah saatnya Pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), membuat keputusan tegas bahwa Penetapan HET elpiji 3 kg bersubsidi merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
“Dengan kebijakan itu maka Pemerintah Daerah tidak akan membuat keputusan yang berbeda dengan keputusan Pemerintah Pusat,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Sofyano, alasan Kepala Daerah menaikkan harga gas 3 kg karena selama ini Pemerintah Pusat belum melakukan perubahan harga. Alasan terjadi kenaikkan beban operasional, tidak bisa diterima.
“Itu bukan alasan yang tepat, sebab jika terjadi masalah, pasti akan berdampak terhadap Pemerintah Pusat,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kenaikan HET gas melon sangat bertentangan dengan upaya Pemerintah Pusat yang berupaya menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Agar tetap bisa menjaga daya beli, Pemerintah harus mengeluarkan dana APBN sebesar Rp 502,4 triliun untuk subsidi energi baik BBM, listrik maupun elpiji 3 kilogram,” katanya.
Menurutnya, kebijakan Pemda terkesan hanya mementingkan pengusaha tanpa memikirkan dampaknya kepada masyarakat.
“Kenaikan HET gas pasti menambah beban hidup masyarakat,” tutup Mamit. [NOV] ]]> , Harga gas 3 kilo gram (kg) di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat (Jabar) mengalami kenaikan. Hal ini disinyalir akibat Pemerintah Daerah (Pemda) membuat kebijakan sepihak menaikkan komoditas bersubsidi tersebut.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengingatkan, kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) gas bersubsidi merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Untuk itu, Pemda tidak boleh seenaknya menaikkan HET elpiji 3 kg.
Untuk diketahui, harga gas melon naik di beberapa wilayah di Jawa Barat. Antara lain, di Kabupaten /Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Kenaikan harga gas 3 kg ditenggarai dampak kebijakan kepala daerah.
Misalnya, Bupati Bekasi pada Januari 2022 membuat Surat Keputusan (SK) untuk menaikkan HET elpiji 3 kg dari Rp 16.000/tabung menjadi Rp 18.750/tabung. Meskipun kebijakan itu baru akan diberlakukan pada Agustus 2022. Sebelumnya, Wali Kota Bekasi juga sudah menaikkan HET elpiji 3 kg melalui SK Wali Kota Bekasi Nomor 510/Kep.571/Disdahperin/XI/2021 tanggal 09 November 2021 yang ditandatangani oleh Wali Kota (kini nonaktif) Bekasi, Rahmat Effendi.
Menurut Tulus, jika kebijakan itu terus dilakukan tanpa kontrol dan persetujuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maka konsumen akan menanggung kenaikan harga gas elpiji 3 kg.
Padahal, biaya pokok gas elpiji subsidi per kilogramnya belum mengalami kenaikan. Pemerintah juga sudah menjamin tidak ada kenaikan harga pada tahun ini.
“Pemda menaikkan harga HET dengan alasan biaya transportasi. Alasan ini tidak relevan dengan kian banyaknya infrastruktur pengisian gas di berbagai daerah,” ujar Tulus dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria menilai, sudah saatnya Pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), membuat keputusan tegas bahwa Penetapan HET elpiji 3 kg bersubsidi merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
“Dengan kebijakan itu maka Pemerintah Daerah tidak akan membuat keputusan yang berbeda dengan keputusan Pemerintah Pusat,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Sofyano, alasan Kepala Daerah menaikkan harga gas 3 kg karena selama ini Pemerintah Pusat belum melakukan perubahan harga. Alasan terjadi kenaikkan beban operasional, tidak bisa diterima.
“Itu bukan alasan yang tepat, sebab jika terjadi masalah, pasti akan berdampak terhadap Pemerintah Pusat,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kenaikan HET gas melon sangat bertentangan dengan upaya Pemerintah Pusat yang berupaya menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Agar tetap bisa menjaga daya beli, Pemerintah harus mengeluarkan dana APBN sebesar Rp 502,4 triliun untuk subsidi energi baik BBM, listrik maupun elpiji 3 kilogram,” katanya.
Menurutnya, kebijakan Pemda terkesan hanya mementingkan pengusaha tanpa memikirkan dampaknya kepada masyarakat.
“Kenaikan HET gas pasti menambah beban hidup masyarakat,” tutup Mamit. [NOV]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID