Krisis Pangan Global Tak Menimpa Indonesia Jokowi Ngajak Bersyukur –
6 min readPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan rakyat untuk bersyukur. Karena krisis pangan global tidak menular ke Indonesia.
Menurut Presiden Jokowi, rakyat Indonesia sangat beruntung karena krisis pangan global tidak menular ke Indonesia. Kata dia, sebanyak 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan pangan akut.
“Bapak, ibu, masih bisa setiap hari ke restoran,” ujarnya dalam UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/9).
Jokowi menyebut, ada sebanyak 19.700 orang meninggal setiap hari karena kelaparan. Jumlah ini diyakini bakal terus bertambah, mengingat krisis pangan global belum juga usai. “Alhamdulilah patut bersyukur, pangan kita masih cukup memberikan kita makan setiap hari,” terangnya.
Presiden mengatakan, kondisi ini menjadi alasan Pemerintah menggebu-gebu membangun food estate (lumbung pangan). Soalnya, jika pasokan pangan berlimpah, maka Indonesia sekaligus bisa meningkatkan kinerja ekspor.
“Sejak 2019 kita telah swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita dinilai baik. Ini yang terus kita jaga, syukur-syukur kita kelebihan produksi yang banyak,” jelas Jokowi.
Namun Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Drajat Martianto mengingatkan, meski kondisi ketahanan pangan Indonesia masih tergolong baik, tapi terjadi penurunan dalam ketahanan pangan. Dia bilang, posisi Indonesia di Global Food Security Index mengalami penurunan.
“Tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini bukan lagi kurang energi dan protein, tetapi kelaparan tersembunyi (the hidden hunger),” katanya.
Yaitu, berupa defisiensi zat gizi mikro, khususnya defisiensi zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya.
Drajat menjelaskan, penelitian menunjukkan hanya 1 persen rakyat Indonesia yang tidak mampu mengakses pangan makro (yang mengandung karbohidrat). Namun, yang menjadi masalah adalah hampir 50 persen penduduk Indonesia kekurangan sayuran, buah-buahan, pangan hewani dan kacang-kacangan.
“Kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah, dan sayuran. Mereka (50 persen penduduk) mengalami kelaparan tersembunyi,” jelas dia.
Drajat menjelaskan, disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak nampak, tapi sesungguhnya dampaknya sangat besar. “Zat gizi mikro telah terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan, dan imunitas,” ungkap Drajat.
Secara nasional, lanjut dia, Indonesia dapat mengalami kerugian lebih dari Rp 50 triliun dari rendahnya produktivitas kerja akibat Anemia Gizi Besi (AGB). Angka ini belum termasuk biaya layanan kesehatan akibat defisiensi gizi mikro yang parah dan masalah-masalah gizi yang lain.
“Aneka ragam pangan, suplementasi dan fortifikasi pangan disertai dengan higiene dan sanitasi lingkungan merupakan solusi untuk mengatasi masalah kurang zat gizi mikro. Fortifikasi pada pangan telah terbukti efektif dalam menurunkan kelaparan tersembunyi, sekaligus sangat cost-effective,” ujarnya.
Menurutnya, biaya fortifikasi pangan untuk menanggulangi kurang yodium, vitamin A dan zat besi di berbagai negara umumnya kurang dari 0,5 persen harga produknya. Hal itu tanpa biaya tambahan untuk pendistribusiannya hingga sampai ke konsumen.
“Komitmen Pemerintah melakukan fortifikasi pangan ke depan juga masih sangat kuat. Ini ditunjukkan dengan masuknya program fortifikasi pangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Namun demikian, disadari bahwa dinamika program fortifikasi pangan sangatlah besar,” tutur dia.
Untuk diketahui, Indonesia masuk dalam 100 negara paling miskin di dunia. Hal ini diukur dari Gross National Income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita.
Mengutip World Population Review, Indonesia masuk dalam urutan ke-73 negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional bruto RI tercatat 3.870 dolar AS per kapita pada 2020.
Sementara, mengutip gfmag.com, Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91 di dunia pada 2022. Hal ini diukur dengan produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) dan purchasing power parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.
Tercatat, angka PDB dan PPP RI sebesar 14.535 dolar AS. Posisi ini masih lebih baik dari beberapa negara di Asia Tenggara yang masuk di daftar 100 negara termiskin, seperti Vietnam yang berada di urutan ke-82, Filipina ke-72, Kamboja ke-46), Myanmar ke-45, dan Timor Leste ke-29.
Netizen sedih melihat kondisi Indonesia yang semakin mundur dan banyak rakyatnya kelaparan. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA).
Akun @ViderYC mengaku tidak kaget dengan banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami kelaparan. Soalnya, dia sendiri mengalaminya. Sekarang, kata dia, banyak yang makan sehari sekali saja sangat susah.
“Saya juga mengalami tapi saya sembunyikan, seolah baik-baik saja, mungkin tetangga dan orang di luar sana juga banyak yang begini,” timpal @TuanTakur66. “Miris,” sambung @DonraErniana. [ASI] ]]> , Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan rakyat untuk bersyukur. Karena krisis pangan global tidak menular ke Indonesia.
Menurut Presiden Jokowi, rakyat Indonesia sangat beruntung karena krisis pangan global tidak menular ke Indonesia. Kata dia, sebanyak 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan pangan akut.
“Bapak, ibu, masih bisa setiap hari ke restoran,” ujarnya dalam UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/9).
Jokowi menyebut, ada sebanyak 19.700 orang meninggal setiap hari karena kelaparan. Jumlah ini diyakini bakal terus bertambah, mengingat krisis pangan global belum juga usai. “Alhamdulilah patut bersyukur, pangan kita masih cukup memberikan kita makan setiap hari,” terangnya.
Presiden mengatakan, kondisi ini menjadi alasan Pemerintah menggebu-gebu membangun food estate (lumbung pangan). Soalnya, jika pasokan pangan berlimpah, maka Indonesia sekaligus bisa meningkatkan kinerja ekspor.
“Sejak 2019 kita telah swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita dinilai baik. Ini yang terus kita jaga, syukur-syukur kita kelebihan produksi yang banyak,” jelas Jokowi.
Namun Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Drajat Martianto mengingatkan, meski kondisi ketahanan pangan Indonesia masih tergolong baik, tapi terjadi penurunan dalam ketahanan pangan. Dia bilang, posisi Indonesia di Global Food Security Index mengalami penurunan.
“Tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini bukan lagi kurang energi dan protein, tetapi kelaparan tersembunyi (the hidden hunger),” katanya.
Yaitu, berupa defisiensi zat gizi mikro, khususnya defisiensi zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya.
Drajat menjelaskan, penelitian menunjukkan hanya 1 persen rakyat Indonesia yang tidak mampu mengakses pangan makro (yang mengandung karbohidrat). Namun, yang menjadi masalah adalah hampir 50 persen penduduk Indonesia kekurangan sayuran, buah-buahan, pangan hewani dan kacang-kacangan.
“Kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah, dan sayuran. Mereka (50 persen penduduk) mengalami kelaparan tersembunyi,” jelas dia.
Drajat menjelaskan, disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak nampak, tapi sesungguhnya dampaknya sangat besar. “Zat gizi mikro telah terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan, dan imunitas,” ungkap Drajat.
Secara nasional, lanjut dia, Indonesia dapat mengalami kerugian lebih dari Rp 50 triliun dari rendahnya produktivitas kerja akibat Anemia Gizi Besi (AGB). Angka ini belum termasuk biaya layanan kesehatan akibat defisiensi gizi mikro yang parah dan masalah-masalah gizi yang lain.
“Aneka ragam pangan, suplementasi dan fortifikasi pangan disertai dengan higiene dan sanitasi lingkungan merupakan solusi untuk mengatasi masalah kurang zat gizi mikro. Fortifikasi pada pangan telah terbukti efektif dalam menurunkan kelaparan tersembunyi, sekaligus sangat cost-effective,” ujarnya.
Menurutnya, biaya fortifikasi pangan untuk menanggulangi kurang yodium, vitamin A dan zat besi di berbagai negara umumnya kurang dari 0,5 persen harga produknya. Hal itu tanpa biaya tambahan untuk pendistribusiannya hingga sampai ke konsumen.
“Komitmen Pemerintah melakukan fortifikasi pangan ke depan juga masih sangat kuat. Ini ditunjukkan dengan masuknya program fortifikasi pangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Namun demikian, disadari bahwa dinamika program fortifikasi pangan sangatlah besar,” tutur dia.
Untuk diketahui, Indonesia masuk dalam 100 negara paling miskin di dunia. Hal ini diukur dari Gross National Income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita.
Mengutip World Population Review, Indonesia masuk dalam urutan ke-73 negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional bruto RI tercatat 3.870 dolar AS per kapita pada 2020.
Sementara, mengutip gfmag.com, Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91 di dunia pada 2022. Hal ini diukur dengan produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) dan purchasing power parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.
Tercatat, angka PDB dan PPP RI sebesar 14.535 dolar AS. Posisi ini masih lebih baik dari beberapa negara di Asia Tenggara yang masuk di daftar 100 negara termiskin, seperti Vietnam yang berada di urutan ke-82, Filipina ke-72, Kamboja ke-46), Myanmar ke-45, dan Timor Leste ke-29.
Netizen sedih melihat kondisi Indonesia yang semakin mundur dan banyak rakyatnya kelaparan. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA).
Akun @ViderYC mengaku tidak kaget dengan banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami kelaparan. Soalnya, dia sendiri mengalaminya. Sekarang, kata dia, banyak yang makan sehari sekali saja sangat susah.
“Saya juga mengalami tapi saya sembunyikan, seolah baik-baik saja, mungkin tetangga dan orang di luar sana juga banyak yang begini,” timpal @TuanTakur66. “Miris,” sambung @DonraErniana. [ASI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID