DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
25 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Kinerja Keuangan Bagus Dan Terus Tumbuh Saham BTN Diramal Meroket –

6 min read

Penerbitan saham baru PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk lewat skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue, diyakini sangat dinanti-nanti para investor. Apalagi harga saham BBTN saat ini masih di bawah harga pasar.

Staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Mahendra Sinulingga mengatakan, right issue BTN akan sangat berbeda. Sebab, right issue tersebut tergolong langka, karena BTN terakhir melakukan aksi korporasi serupa pada 2012.

“Yang melakukannya adalah institusi perbankan dengan fokus bisnis yang spesifik, karena menjalankan penugasan negara,” kata Arya dalam keterangannya, Rabu (16/11).

Arya menyebut, ada tiga fakta menarik lain yang mesti dicermati investor terkait right issue ini. Fakta pertama, efek dilusi. Keputusan Kementerian BUMN mengizinkan BTN melakukan right issue merupakan bentuk apresiasi pemegang saham pengendali terhadap investor publik. Ini untuk meningkatkan atau mempertahankan porsi kepemilikan di bank ini.

“Jika opsinya private placement (tanpa HMETD), investor publik justru kehilangan haknya untuk mempertahankan persentase kepemilikan. Kami tidak memilih opsi ini sebagai bentuk terima kasih atas dukungan investor publik selama ini,” ungkapnya.

Mengacu ke prospektus awal, investor yang tidak melaksanakan (exercise) haknya dalam right issue ini akan terkena efek dilusi.

“Jadi, akan rugi kalau investor tidak eksekusi right,” tegas Arya.

Mengapa investor rugi kalau tidak exercise? Arya bilang, hal ini terkait dengan fakta kedua. Menurutnya, saham BTN memang murah, tapi sahamnya murah, tapi tidak murahan.

Kinerja keuangannya bagus dan terus bertumbuh. Justru yang terjadi saat ini, saham BBTN undervalued dan sama sekali tidak mencerminkan fundamental kinerjanya.

“Intinya, performa harga saham belum sejalan dengan kinerja keuangannya,” katanya.

Arya menyebut, Price to Book Value (PBV) Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) lain sudah di atas 2 kali, sementara BTN baru 0,76 kali.

 

“Hanya soal waktu, PBV BBTN akan sejajar dengan para sejawatnya. Apalagi perolehan laba bersih terus meningkat dari waktu ke waktu, dan fokus perusahaan di Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi,” tutur Arya.

Fakta ketiga, prospek bisnis BTN. Arya menjelaskan, banyak yang mengkhawatirkan kredit properti akan melambat, imbas kenaikan inflasi dan suku bunga tinggi.

Soal inflasi dan suku bunga, imbuhnya, memang demikian faktanya. Tapi dampak ke setiap bank, belum tentu sama apalagi terkait urusan kredit perumahan.

“Tidak bisa digeneralisasi, karena kondisi masing masing bank sangat berbeda,” ujarnya.

Contohnya produk KPR. Arya optimistis permintaan KPR BTN akan tetap tumbuh karena target pasarnya adalah pemilik rumah pertama dan untuk ditinggali.

Mereka bukan tipe konsumen yang membeli rumah untuk investasi ataupun spekulasi. Jumlah calon pemilik rumah pertama itu berlimpah, karena angka backlog masih sangat tinggi. Di mana sebagian besar adalah golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“BTN merupakan tulang punggung Pemerintah dalam menyalurkan kredit bersubsidi ke segmen MBR,” sebut Arya.

Menurutnya, berdasarkan tiga faktor tersebut, wajar jika banyak sekuritas yang merekomendasikan buy untuk saham BBTN. Salah satunya, RHB Sekuritas yang mempertahankan rekomendasi beli saham BBTN dengan target harga Rp 2.450 per saham.

“Target tersebut merefleksikan kian pesatnya peningkatan laba bersih perseroan setelah right issue dan penjualan aset tuntas tahun ini,” kata Arya.

Menyoal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, right issue berkorelasi erat dengan syarat kenaikan modal inti perbankan.

Menurutnya, peningkatan modal dibutuhkan untuk mengantisipasi gejolak ekonomi ke depan.

 

“Bagi BTN, yang didorong untuk melakukan aksi tambah modal guna mensukseskan Program Satu Juta Rumah dan meningkatkan kredit. Untuk itu, BTN membutuhkan kapasitas permodalan yang jauh lebih besar,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebenarnya, kata Bhima, banyak tujuan dari right issue. Yang jelas, aksi korporasi ini memang harus segera dilakukan BTN. “Karena sekarang momentum yang terbaik. Jangan ditunda sampai akhir 2023,” ingatnya.

Terpisah, Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi mengatakan, saat ini harga saham BBTN berada di level Rp 1.530, jauh di bawah nilai fundamentalnya. Saham BTN merupakan saham bagus tetapi salah harga.

Menurut dia, label ‘salah harga’ ini mengacu kepada kinerja BTN yang terus melesat. BTN membukukan peningkatan laba bersih 50,1 persen dari Rp 1,51 triliun hingga kuartal III-2021 menjadi Rp 2,27 triliun sampai September 2022.

Dia pun memuji beberapa pekerjaan rumah BBTN yang sudah berhasil diatasi dengan baik. Seperti rasio likuiditas (Loan to Deposit Ratio/LDR), pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dan peningkatan porsi dana murah (Current Account Saving Account/CASA) sehingga mampu menekan cost of fund.

“Dengan fundamental yang kokoh dan indikator yang membaik, kami tetapkan target price Rp 2.200,” ujarnya.

Sebagai informasi, pada penerbitan saham baru ini, BTN menargetkan dana Rp 4,13 triliun. Dengan rincian, Rp 2,48 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN), sisanya sekitar Rp 1,65 triliun dari pemegang saham publik. ■
]]> , Penerbitan saham baru PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk lewat skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue, diyakini sangat dinanti-nanti para investor. Apalagi harga saham BBTN saat ini masih di bawah harga pasar.

Staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Mahendra Sinulingga mengatakan, right issue BTN akan sangat berbeda. Sebab, right issue tersebut tergolong langka, karena BTN terakhir melakukan aksi korporasi serupa pada 2012.

“Yang melakukannya adalah institusi perbankan dengan fokus bisnis yang spesifik, karena menjalankan penugasan negara,” kata Arya dalam keterangannya, Rabu (16/11).

Arya menyebut, ada tiga fakta menarik lain yang mesti dicermati investor terkait right issue ini. Fakta pertama, efek dilusi. Keputusan Kementerian BUMN mengizinkan BTN melakukan right issue merupakan bentuk apresiasi pemegang saham pengendali terhadap investor publik. Ini untuk meningkatkan atau mempertahankan porsi kepemilikan di bank ini.

“Jika opsinya private placement (tanpa HMETD), investor publik justru kehilangan haknya untuk mempertahankan persentase kepemilikan. Kami tidak memilih opsi ini sebagai bentuk terima kasih atas dukungan investor publik selama ini,” ungkapnya.

Mengacu ke prospektus awal, investor yang tidak melaksanakan (exercise) haknya dalam right issue ini akan terkena efek dilusi.

“Jadi, akan rugi kalau investor tidak eksekusi right,” tegas Arya.

Mengapa investor rugi kalau tidak exercise? Arya bilang, hal ini terkait dengan fakta kedua. Menurutnya, saham BTN memang murah, tapi sahamnya murah, tapi tidak murahan.

Kinerja keuangannya bagus dan terus bertumbuh. Justru yang terjadi saat ini, saham BBTN undervalued dan sama sekali tidak mencerminkan fundamental kinerjanya.

“Intinya, performa harga saham belum sejalan dengan kinerja keuangannya,” katanya.

Arya menyebut, Price to Book Value (PBV) Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) lain sudah di atas 2 kali, sementara BTN baru 0,76 kali.

 

“Hanya soal waktu, PBV BBTN akan sejajar dengan para sejawatnya. Apalagi perolehan laba bersih terus meningkat dari waktu ke waktu, dan fokus perusahaan di Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi,” tutur Arya.

Fakta ketiga, prospek bisnis BTN. Arya menjelaskan, banyak yang mengkhawatirkan kredit properti akan melambat, imbas kenaikan inflasi dan suku bunga tinggi.

Soal inflasi dan suku bunga, imbuhnya, memang demikian faktanya. Tapi dampak ke setiap bank, belum tentu sama apalagi terkait urusan kredit perumahan.

“Tidak bisa digeneralisasi, karena kondisi masing masing bank sangat berbeda,” ujarnya.

Contohnya produk KPR. Arya optimistis permintaan KPR BTN akan tetap tumbuh karena target pasarnya adalah pemilik rumah pertama dan untuk ditinggali.

Mereka bukan tipe konsumen yang membeli rumah untuk investasi ataupun spekulasi. Jumlah calon pemilik rumah pertama itu berlimpah, karena angka backlog masih sangat tinggi. Di mana sebagian besar adalah golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“BTN merupakan tulang punggung Pemerintah dalam menyalurkan kredit bersubsidi ke segmen MBR,” sebut Arya.

Menurutnya, berdasarkan tiga faktor tersebut, wajar jika banyak sekuritas yang merekomendasikan buy untuk saham BBTN. Salah satunya, RHB Sekuritas yang mempertahankan rekomendasi beli saham BBTN dengan target harga Rp 2.450 per saham.

“Target tersebut merefleksikan kian pesatnya peningkatan laba bersih perseroan setelah right issue dan penjualan aset tuntas tahun ini,” kata Arya.

Menyoal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, right issue berkorelasi erat dengan syarat kenaikan modal inti perbankan.

Menurutnya, peningkatan modal dibutuhkan untuk mengantisipasi gejolak ekonomi ke depan.

 

“Bagi BTN, yang didorong untuk melakukan aksi tambah modal guna mensukseskan Program Satu Juta Rumah dan meningkatkan kredit. Untuk itu, BTN membutuhkan kapasitas permodalan yang jauh lebih besar,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sebenarnya, kata Bhima, banyak tujuan dari right issue. Yang jelas, aksi korporasi ini memang harus segera dilakukan BTN. “Karena sekarang momentum yang terbaik. Jangan ditunda sampai akhir 2023,” ingatnya.

Terpisah, Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi mengatakan, saat ini harga saham BBTN berada di level Rp 1.530, jauh di bawah nilai fundamentalnya. Saham BTN merupakan saham bagus tetapi salah harga.

Menurut dia, label ‘salah harga’ ini mengacu kepada kinerja BTN yang terus melesat. BTN membukukan peningkatan laba bersih 50,1 persen dari Rp 1,51 triliun hingga kuartal III-2021 menjadi Rp 2,27 triliun sampai September 2022.

Dia pun memuji beberapa pekerjaan rumah BBTN yang sudah berhasil diatasi dengan baik. Seperti rasio likuiditas (Loan to Deposit Ratio/LDR), pembiayaan bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dan peningkatan porsi dana murah (Current Account Saving Account/CASA) sehingga mampu menekan cost of fund.

“Dengan fundamental yang kokoh dan indikator yang membaik, kami tetapkan target price Rp 2.200,” ujarnya.

Sebagai informasi, pada penerbitan saham baru ini, BTN menargetkan dana Rp 4,13 triliun. Dengan rincian, Rp 2,48 triliun merupakan Penyertaan Modal Negara (PMN), sisanya sekitar Rp 1,65 triliun dari pemegang saham publik. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |