Kejar Tagihan Rp 5,3 Triliun Satgas BLBI Sita Aset Trijono Gondokusumo –
5 min readSatuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) kembali menyita aset. Kali ini milik obligor PT Bank Putra Surya Perkasa, Trijono Gondokusumo.
Penyitaan aset pertama dilaksanakan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) DKI terhadap tanah berikut bangunan bertingkat seluas 502 meter persegi. Lokasinya di Jalan Simprug Golf III Nomor 71, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pada penyitaan yang kedua, aset Trijono berada di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di sini, Satgas BLBI menyita lahan seluas 2.300 meter persegi.
Dua aset itu disita terkait kewajiban pembayaran utang Trijono kepada negara senilai Rp 5.382.878.462.135,90. Total dana itu dikalkulasi berikut biaya administrasi sebesar 10 persen.
“Kedua aset yang disita akan dilanjutkan proses pengurusannya melalui lelang terbuka atau penyelesaian lainnya,” ujar Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.
Satgas BLBI memastikan terus melakukan berbagai upaya untuk memastikan pengembalian hak tagih negara terhadap sejumlah obligor BLBI. Antara lain dengan pemblokiran, penyitaan, dan penjualan aset-aset barang jaminan maupun harta kekayaan lain milik para obligor.
Ditegaskan, penyitaan dilakukan karena obligor tidak kooperatif melaksanakan kewajibannya kepada negara.
Pada penyitaan ini, Satgas BLBI didukung Satgas Penegakan Hukum (Gakkum BLBI Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Serta anggota kepolisian yang bertugas mengamankan penyitaan aset.
Satgas BLBI memasang plang tanda penyitaan. Pemasangan plang ditujukan agar aset karan maupun bangunan yang disita tidak dipindahtangankan. Maupin diduduki atau dikuasai pihak lain.
Sejumlah cara digunakan obligor untuk mangkir dari panggilan Satgas. Misalnya, mengaku amnesia atau lupa ingatan.
Rionald mengimbau semua obligor baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, diharapkan kooperatif menyelesaikan kewajibannya.
Satgas juga telah memanggil Suyanto Gondokusumo yang menetap di Singapura. “Kita sudah koordinasi dengan KBRI di Singapura untuk melakukan pengecekan kondisi yang bersangkutan (Suyanto ),” kata Rionald.
Bos Bank Dharmala itu telah dipanggil secara patut sebanyak empat kali. Panggilan ditujukan ke alamat Suyanto di 16 Clifton Vale Singapore 3599689. Suyanto sejak 1998 bermukim di negara tetangga itu.
Panggilan lain juga ditujukan ke alamat Suyanto di Indonesia yakni, Jalan Simprug Golf III Kav. 71, RT 0044/RW008, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Satgas memberi toleransi kepada Suyanto untuk memberikan klarifikasi lewat video conference. Namun upaya itu tak digubris Suyanto.
Belakangan, kuasa hukumnya, Jamaslin James Purba menginformasikan, Suyanto tak bisa hadir memenuhi panggilan.
Dikemukakan, kliennya mengalami gangguan kesehatan berupa depresi berat dan lupa ingatan. “Dikarenakan kondisi kesehatan yang saat ini dialami beliau tidak memungkinkan untuk menghadiri sendiri agenda tersebut,” dalih James.
“Keadaan depresi berat atau severe depression dan gejala gangguan kognitif berupa lupa ingatan atau loss memory yang memburuk,” ujarnya. Surat keterangan mengenai kesehatan Suyanto sudah disampaikan kepada Satgas BLBI.
Surat keterangan diteken dokter Ken Ung Eng Khean, konsultan psikiater senior pada Klinik Psikiatri Adam Road Medical Centre, Singapura.
James heran atas sikap Satgas BLBI yang gencar memanggil dan menagih dana BLBI kepada kliennya. Apalagi penagihan baru dilakukan lebih dari 22 tahun sejak dana itu diberikan.
Dia menekankan, penyelesaian bail out (BLBI) sudah dirancang pemerintah lewat Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) yang mengatur pengembalian pinjaman lewat aset.
Sejauh ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan masih membukukan catatan tagihan kepada Suyanto sebesar Rp 904,47 miliar. Angka tersebut termasuk bea administrasi dan bunga. ■
]]> , Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) kembali menyita aset. Kali ini milik obligor PT Bank Putra Surya Perkasa, Trijono Gondokusumo.
Penyitaan aset pertama dilaksanakan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) DKI terhadap tanah berikut bangunan bertingkat seluas 502 meter persegi. Lokasinya di Jalan Simprug Golf III Nomor 71, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pada penyitaan yang kedua, aset Trijono berada di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di sini, Satgas BLBI menyita lahan seluas 2.300 meter persegi.
Dua aset itu disita terkait kewajiban pembayaran utang Trijono kepada negara senilai Rp 5.382.878.462.135,90. Total dana itu dikalkulasi berikut biaya administrasi sebesar 10 persen.
“Kedua aset yang disita akan dilanjutkan proses pengurusannya melalui lelang terbuka atau penyelesaian lainnya,” ujar Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.
Satgas BLBI memastikan terus melakukan berbagai upaya untuk memastikan pengembalian hak tagih negara terhadap sejumlah obligor BLBI. Antara lain dengan pemblokiran, penyitaan, dan penjualan aset-aset barang jaminan maupun harta kekayaan lain milik para obligor.
Ditegaskan, penyitaan dilakukan karena obligor tidak kooperatif melaksanakan kewajibannya kepada negara.
Pada penyitaan ini, Satgas BLBI didukung Satgas Penegakan Hukum (Gakkum BLBI Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Serta anggota kepolisian yang bertugas mengamankan penyitaan aset.
Satgas BLBI memasang plang tanda penyitaan. Pemasangan plang ditujukan agar aset karan maupun bangunan yang disita tidak dipindahtangankan. Maupin diduduki atau dikuasai pihak lain.
Sejumlah cara digunakan obligor untuk mangkir dari panggilan Satgas. Misalnya, mengaku amnesia atau lupa ingatan.
Rionald mengimbau semua obligor baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, diharapkan kooperatif menyelesaikan kewajibannya.
Satgas juga telah memanggil Suyanto Gondokusumo yang menetap di Singapura. “Kita sudah koordinasi dengan KBRI di Singapura untuk melakukan pengecekan kondisi yang bersangkutan (Suyanto ),” kata Rionald.
Bos Bank Dharmala itu telah dipanggil secara patut sebanyak empat kali. Panggilan ditujukan ke alamat Suyanto di 16 Clifton Vale Singapore 3599689. Suyanto sejak 1998 bermukim di negara tetangga itu.
Panggilan lain juga ditujukan ke alamat Suyanto di Indonesia yakni, Jalan Simprug Golf III Kav. 71, RT 0044/RW008, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Satgas memberi toleransi kepada Suyanto untuk memberikan klarifikasi lewat video conference. Namun upaya itu tak digubris Suyanto.
Belakangan, kuasa hukumnya, Jamaslin James Purba menginformasikan, Suyanto tak bisa hadir memenuhi panggilan.
Dikemukakan, kliennya mengalami gangguan kesehatan berupa depresi berat dan lupa ingatan. “Dikarenakan kondisi kesehatan yang saat ini dialami beliau tidak memungkinkan untuk menghadiri sendiri agenda tersebut,” dalih James.
“Keadaan depresi berat atau severe depression dan gejala gangguan kognitif berupa lupa ingatan atau loss memory yang memburuk,” ujarnya. Surat keterangan mengenai kesehatan Suyanto sudah disampaikan kepada Satgas BLBI.
Surat keterangan diteken dokter Ken Ung Eng Khean, konsultan psikiater senior pada Klinik Psikiatri Adam Road Medical Centre, Singapura.
James heran atas sikap Satgas BLBI yang gencar memanggil dan menagih dana BLBI kepada kliennya. Apalagi penagihan baru dilakukan lebih dari 22 tahun sejak dana itu diberikan.
Dia menekankan, penyelesaian bail out (BLBI) sudah dirancang pemerintah lewat Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) yang mengatur pengembalian pinjaman lewat aset.
Sejauh ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan masih membukukan catatan tagihan kepada Suyanto sebesar Rp 904,47 miliar. Angka tersebut termasuk bea administrasi dan bunga. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID