Kasus Pembobolan Bank Rp 836 Miliar Buronan Ngumpet Dekat Kejagung, Ketangkep Deh –
4 min readTim tangkap buronan kejaksaan meringkus Harry Suganda. Terpidana pembobolan bank Rp 836 miliar itu dicokok tak jauh dari markas korps Adhyaksa.
Harry bersembunyi di Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatah. Masih satu kecamatan dengan Kejaksaan Agung.
Setelah buron empat bulan, Direktur Utama PT Rockit Aldeway itu ditangkap, kemarin siang. “Yang bersangkutan diamankan tadi (kemarin) siang di rumahnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana.
Dia menjelaskan, Harry divonis 9 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Dia terbukti melanggar Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penipuan. Juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berdasarkan putusan kasasi Nomor Perkara 422 K/ Pid. Sus/2022 tanggal 22 Februari 2022, Harry juga dikenakan denda Rp 1 miliar. Bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 8 bulan.
Harry leluasa buron lantaran selama persidangan perkaranya tidak ditahan. “Wewenang penahanan kalau di pengadilan (tergantung) hakim,” kata Sumedana.
Setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap atau inkrah, kejaksaan memanggil Harry untuk menjalankan putusan kasasi.
Harry tak pernah nongol. Dia dianggap buron. “Karena itu, dia dimasukkan dalam Daftar Orang (DPO),” kata Sumedana.
Tim tangkap buronan kejaksaan telah mencari Harry ke sejumlah alamat tempat domisili. Yaitu, di Jalan Safe’ie III Nomor 2B RT 001 RW 001, Kelurahan Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Juga ke Kompleks Daksa Residence Unit Singosari 3 G, Jalan Daksa IV Nomor 88-90 Jakarta Selatan, serta di Ruko Royal Palace Blok C-1, Jalan Prof. Supomo Nomor 178 A Tebet, Jakarta Selatan.
Namun, pencarian ini tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya tim mengetahui rumah persembunyian Harry — yang ternyata dekat dari Kejagung.
Sumedana mengatakan, lokasi persembunyian Harry diketahui dari informasi dari masyarakat.
“Setelah melakukan pemantauan terhadap terpidana dan dipastikan keberadaannya, tim langsung mengamankan terpidana,” ujarnya.
Selanjutnya, Harry dibawa menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk pelaksanaan vonis perkaranya.
Awalnya, Harry divonis 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dalam dua perkara. Majelis hakim pengadilan tingkat pertama itu menyatakan, Harry terbukti melakukan penipuan dan TPPU. Korbannya tujuh bank dengan total kerugian Rp 836 miliar.
Di persidangan terungkap, Harry selaku Direktur Utama PT Rockit Aldeway mengajukan permohonan kredit ke bank. Dengan jaminan Purchasing Order (PO) fiktif.
Dia kongkalikong dengan oknum pegawai bank. Bank menyetujui permohonan kredit. Dana pun cair.
Untuk menghindari kewajiban membayar kredit, Harry mempailitkan perusahaannya. Dari sini terkuak akal-akalan Harry untuk menangguk uang dari bank.
Bank yang dirugikan adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Commonwealth, PT Bank Muamalat, HSBC, Bank Ekonomi Raharja dan Bank QNB Kesawan.
Upaya Harry untuk lolos dari jerat gagal. Pengadilan banding dan kasasi tetap menyatakan dia bersalah. Namun di tingkat kasasi, hukumannya dikurangi menjadi 9 tahun.
Sumedana mengingatkan kembali perintah Jaksa Agung, agar segera menangkap buronan yang masih berkeliaran. Upaya ini untuk kepastian hukum.
Kepada terpidana yang masih buron, diimbau segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” tandas Sumedana. ■
]]> , Tim tangkap buronan kejaksaan meringkus Harry Suganda. Terpidana pembobolan bank Rp 836 miliar itu dicokok tak jauh dari markas korps Adhyaksa.
Harry bersembunyi di Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatah. Masih satu kecamatan dengan Kejaksaan Agung.
Setelah buron empat bulan, Direktur Utama PT Rockit Aldeway itu ditangkap, kemarin siang. “Yang bersangkutan diamankan tadi (kemarin) siang di rumahnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana.
Dia menjelaskan, Harry divonis 9 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Dia terbukti melanggar Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penipuan. Juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Berdasarkan putusan kasasi Nomor Perkara 422 K/ Pid. Sus/2022 tanggal 22 Februari 2022, Harry juga dikenakan denda Rp 1 miliar. Bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 8 bulan.
Harry leluasa buron lantaran selama persidangan perkaranya tidak ditahan. “Wewenang penahanan kalau di pengadilan (tergantung) hakim,” kata Sumedana.
Setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap atau inkrah, kejaksaan memanggil Harry untuk menjalankan putusan kasasi.
Harry tak pernah nongol. Dia dianggap buron. “Karena itu, dia dimasukkan dalam Daftar Orang (DPO),” kata Sumedana.
Tim tangkap buronan kejaksaan telah mencari Harry ke sejumlah alamat tempat domisili. Yaitu, di Jalan Safe’ie III Nomor 2B RT 001 RW 001, Kelurahan Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Juga ke Kompleks Daksa Residence Unit Singosari 3 G, Jalan Daksa IV Nomor 88-90 Jakarta Selatan, serta di Ruko Royal Palace Blok C-1, Jalan Prof. Supomo Nomor 178 A Tebet, Jakarta Selatan.
Namun, pencarian ini tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya tim mengetahui rumah persembunyian Harry — yang ternyata dekat dari Kejagung.
Sumedana mengatakan, lokasi persembunyian Harry diketahui dari informasi dari masyarakat.
“Setelah melakukan pemantauan terhadap terpidana dan dipastikan keberadaannya, tim langsung mengamankan terpidana,” ujarnya.
Selanjutnya, Harry dibawa menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk pelaksanaan vonis perkaranya.
Awalnya, Harry divonis 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dalam dua perkara. Majelis hakim pengadilan tingkat pertama itu menyatakan, Harry terbukti melakukan penipuan dan TPPU. Korbannya tujuh bank dengan total kerugian Rp 836 miliar.
Di persidangan terungkap, Harry selaku Direktur Utama PT Rockit Aldeway mengajukan permohonan kredit ke bank. Dengan jaminan Purchasing Order (PO) fiktif.
Dia kongkalikong dengan oknum pegawai bank. Bank menyetujui permohonan kredit. Dana pun cair.
Untuk menghindari kewajiban membayar kredit, Harry mempailitkan perusahaannya. Dari sini terkuak akal-akalan Harry untuk menangguk uang dari bank.
Bank yang dirugikan adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Commonwealth, PT Bank Muamalat, HSBC, Bank Ekonomi Raharja dan Bank QNB Kesawan.
Upaya Harry untuk lolos dari jerat gagal. Pengadilan banding dan kasasi tetap menyatakan dia bersalah. Namun di tingkat kasasi, hukumannya dikurangi menjadi 9 tahun.
Sumedana mengingatkan kembali perintah Jaksa Agung, agar segera menangkap buronan yang masih berkeliaran. Upaya ini untuk kepastian hukum.
Kepada terpidana yang masih buron, diimbau segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” tandas Sumedana. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID