Jokowi Undang Ekonom Ke Istana Prof Didik Ingatkan Pemerintah Soal APBN –
4 min readEkonom senior Indef, Didik J Rachbini mengatakan pemerintah harus menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah krisis ekonomi global.
Hal ini disampaikan Didik menanggapi pertemuan Presiden Jokowi dengan ekonom. Didik sendiri batal bertemu karena hasil test PCR yang terlambat keluar hasilnya.
“Masukan pertama adalah APBN harus diselamatkan. Jika tidak pemerintah sekarang akan mewariskan kondisi APBN yang rentan dan rapuh, bahkan saat ini pun menjadi jalan menuju krisis anggaran atau bahkan resesi seperti telah dirasakan negara-negara lain,” ujarnya, Kamis (4/8).
Menurut dia, tekanan pada APBN datang dari dua hal. Pertama, subsidi yang sangat besar, terutama subsidi energi, karena kenaikan harga-harga dan tekanan pembayaran utang.
Menurut dia, selama ini Presiden Jokowi terkenal berani mengambil kebijakan ekonomi dan keputusan rasional dan obyektif untuk solusi bangsa meskipun sering kontroversial bagi publik. Bahkan, di awal pemerintahannya, presiden tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar tetapi memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin.
Tetapi, saat ini Presiden seperti gagap untuk mengambil keputusan mengurangi subsidi besar Rp 500 triliun pada saat ini. Jumlah subsidi ini sama besarnya dengan anggaran pemerintah SBY dengan kurs rupiah relatif tidak berbeda jauh.
“Tim ekonomi presiden tidak juga memberikan masukan yang benar terhadal masalah ini sehingga APBN pasca pemerintah sekarang akan rusak berat,” katanya.
Apalagi, kata dia, pada tahun depan pemerintah dan DPR harus mengembalikan defisit di bawah 3 persen sesuai undang-undang yang dibuatnya. Jika desifit tahun depan tidak bisa di bawah 3 persen, maka ini menjadi pelanggaran konstitusi yang serius bagi pemerintah.
“Atau bisa jadi sesuai karakter DPR yang sekarang akan main-main dengan konstitusi, mengubah lagi target defisit tersebut di atas 3 persen lagi,” ujarnya.
Didik juga mengusulkan Presiden melakukan blusukan ke sektor-sektor industri kecil dan besar. Di sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi ini saat ini sedang rendah dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan di sekitar dan di bawah 5 persen.
“Saya menganggap masukan ini penting dan tetap relevan untuk presiden, meskipun saya tidak hadir dalam forum unang presiden kemarin,” ujarnya.
Menurutnya, sektor industri adalah tulang punggung pertumb uhan tinggi pada dekade 1980-an dan 1990-an. Pertumbuhan ekonomi sekitar 7-8 persen pada dekade tersebut, tingkat pertumbuhan sektor industri dua digit sampai 12 persen. Pada saat yang sama tingkat pertumbuhan ekspor mencapai 20-24 persen.
Untuk kebijakan ke depan, Didik mengusulkan agar menjalankan strategi kebijakan ekonomi “outward loking”, yaitu strategi berorientasi keluar dengan pilar kebijakan ekspor dan investasi yang berklualitas (bukan investasi yang mengeruk pasar dalam negeri).
Strategi ini dalam sejarah ekonomi modern sudah dilakukan dilakukan semua negara maju, yang sukses melewati jebakan pendapagan menengah (middle income trap), seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, China dan akan menyusul Vietnam, yang sudah menyalip Indonesia.
Jika tidak, Indonesia akan stagnan sebagai negara berpendapatan menengah bawah. Sudah 7 tahun lamanya kita tersendat di tingkat pendapatan 4 ribu dolar AS per kapita tersebut.
]]> , Ekonom senior Indef, Didik J Rachbini mengatakan pemerintah harus menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah krisis ekonomi global.
Hal ini disampaikan Didik menanggapi pertemuan Presiden Jokowi dengan ekonom. Didik sendiri batal bertemu karena hasil test PCR yang terlambat keluar hasilnya.
“Masukan pertama adalah APBN harus diselamatkan. Jika tidak pemerintah sekarang akan mewariskan kondisi APBN yang rentan dan rapuh, bahkan saat ini pun menjadi jalan menuju krisis anggaran atau bahkan resesi seperti telah dirasakan negara-negara lain,” ujarnya, Kamis (4/8).
Menurut dia, tekanan pada APBN datang dari dua hal. Pertama, subsidi yang sangat besar, terutama subsidi energi, karena kenaikan harga-harga dan tekanan pembayaran utang.
Menurut dia, selama ini Presiden Jokowi terkenal berani mengambil kebijakan ekonomi dan keputusan rasional dan obyektif untuk solusi bangsa meskipun sering kontroversial bagi publik. Bahkan, di awal pemerintahannya, presiden tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar tetapi memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin.
Tetapi, saat ini Presiden seperti gagap untuk mengambil keputusan mengurangi subsidi besar Rp 500 triliun pada saat ini. Jumlah subsidi ini sama besarnya dengan anggaran pemerintah SBY dengan kurs rupiah relatif tidak berbeda jauh.
“Tim ekonomi presiden tidak juga memberikan masukan yang benar terhadal masalah ini sehingga APBN pasca pemerintah sekarang akan rusak berat,” katanya.
Apalagi, kata dia, pada tahun depan pemerintah dan DPR harus mengembalikan defisit di bawah 3 persen sesuai undang-undang yang dibuatnya. Jika desifit tahun depan tidak bisa di bawah 3 persen, maka ini menjadi pelanggaran konstitusi yang serius bagi pemerintah.
“Atau bisa jadi sesuai karakter DPR yang sekarang akan main-main dengan konstitusi, mengubah lagi target defisit tersebut di atas 3 persen lagi,” ujarnya.
Didik juga mengusulkan Presiden melakukan blusukan ke sektor-sektor industri kecil dan besar. Di sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi ini saat ini sedang rendah dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi stagnan di sekitar dan di bawah 5 persen.
“Saya menganggap masukan ini penting dan tetap relevan untuk presiden, meskipun saya tidak hadir dalam forum unang presiden kemarin,” ujarnya.
Menurutnya, sektor industri adalah tulang punggung pertumb uhan tinggi pada dekade 1980-an dan 1990-an. Pertumbuhan ekonomi sekitar 7-8 persen pada dekade tersebut, tingkat pertumbuhan sektor industri dua digit sampai 12 persen. Pada saat yang sama tingkat pertumbuhan ekspor mencapai 20-24 persen.
Untuk kebijakan ke depan, Didik mengusulkan agar menjalankan strategi kebijakan ekonomi “outward loking”, yaitu strategi berorientasi keluar dengan pilar kebijakan ekspor dan investasi yang berklualitas (bukan investasi yang mengeruk pasar dalam negeri).
Strategi ini dalam sejarah ekonomi modern sudah dilakukan dilakukan semua negara maju, yang sukses melewati jebakan pendapagan menengah (middle income trap), seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, China dan akan menyusul Vietnam, yang sudah menyalip Indonesia.
Jika tidak, Indonesia akan stagnan sebagai negara berpendapatan menengah bawah. Sudah 7 tahun lamanya kita tersendat di tingkat pendapatan 4 ribu dolar AS per kapita tersebut.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID