Jenderal Luhut Usul UU TNI Direvisi Kembali Ke Orde Baru, No Way… –
6 min readUsulan Luhut Binsar Pandjaitan agar UU TNI direvisi mendapat kritik dari berbagai pihak. Purnawirawan jenderal TNI ini dituding punya agenda mengembalikan Orde Baru.
Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengatakan, usulan revisi UU TNI sangat problematis. Dia mengatakan, usulan ini kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan agar TNI fokus pada tugas pertahanan sebagaimana perintah konstitusi.
“Ditempatkannya TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai Orde Baru semakin terang-terangan dilakukan,” kata Fatia.
Menurut dia, upaya penempatan TNI pada jabatan sipil menunjukkan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi. Selama bertahun-tahun, kata dia, TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil.
“Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi,” ujarnya.
Fatia hawatir, diperkenankannya TNI menempati jabatan sipil akan menciptakan ketidakprofesionalan, khususnya dalam penentuan jabatan. Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau power yang dimiliki.
“Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan,” tegas Fatia.
Pengamat militer Al Araf menilai, usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dapat membuka ruang kembalinya militer dalam ranah fungsi sosial politik baru. Sebagaimana yang pernah terjadi pada era Orde Baru (Orba).
“Jadi, kehendak-kehendak Menko Maritim adalah kehendak yang konservatif, yang berlawan dengan arus reformasi TNI saat ini,” katanya.
Al Araf mengungkapkan, dalam Undang-undang TNI No. 34 Tahun 2004 sudah diatur beberapa kementerian yang hanya boleh dimasuki militer. Seperti Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Polhukam, dan lain sebagainya.
“Sehingga tidak perlu lagi ada penambahan menteri seperti kehendak Menteri Kemaritiman ini. Ini akan bertentangan dengan semangat UU reformasi TNI tentunya,” katanya.
Mantan Direktur Imparsial ini mengatakan, masyarakat harus bersikap dan berlawanan pada kehendak-kehendak seperti ini. Sebab ini jelas bertentangan dengan kehidupan berdemokrasi. Kata dia, ada struktur perbedaan dalam birokrasi sipil dengan militer.
“Di mana birokrasi sipil berfungsi melayani masyarakat dan fungsi-fungsi sipil, sementara militer bertugas sebagai alat pertahanan negara yang dilatih, ya itu tadi untuk perang,” katanya.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Ali Abbas menilai usulan Luhut merupakan hal yang wajar. Kata dia, ide revisi Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, red) memang dapat diterima.
Namun, kata dia, revisi Pasal 47 Ayat 2 UU TNI jangan sampai menjadi ruang terbuka bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsi pokok militer.
“Untuk itu, pengaturan ruang jabatan dan mekanisme yang perinci dibutuhkan. Hal ini menjadi penting agar kekhawatiran bahwa tuduhan kembalinya dwifungsi TNI dapat dihindari,” ungkap Anton.
Luhut sebelumnya mengusulkan revisi Undang-undang TNI untuk mengatur penunjukan tentara di jabatan-jabatan kementerian. Luhut ingin tentara bisa kembali masuk ke jabatan sipil. Menurutnya, tentara akan sangat membantu kerja Pemerintah.
“Sebenarnya saya sudah mengusulkan untuk perubahan UU TNI. UU TNI itu ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan presiden,” kata Luhut.
Netizen menolak usulan Luhut terkait revisi UU TNI. Lebih baik, Pemerintah mencari orang-orang berkompeten untuk mengisi jabatan di lembaga/kementerian.
Akun @YLBHI mengecam pernyataan Luhut yang mengusulkan adanya revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia agar TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil. Kata dia, pernyataan Luhut semakin memperjelas bahwa ada upaya serius untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
“Berarti mau kembali ke zaman Orde Baru, dwifungsi ABRI, no way,” kata @Hafnias.
Akun @Argentea7 heran dengan usulan Luhut Binsar Pandjaitan. Kata dia, sekarang ini pegawai negeri sipil saja mau dikurangi. Banyak eselon dihapus dan beberapa jabatan dialihkan jadi pegawai outsourcing.
“Lah, ini mau di tambahin sama yang biasa angkat bedil. Lawan atasan: dor,” ujarnya.
Akun @SatyaWeko mengusulkan agar jabatan di kementerian diemban oleh orang-orang yang memang memiliki kompetensi dan profesional pada bidangnya. Bukan diisi TNI atau jabatan politis semata.
“Pada akhirnya rakyat yang akan menanggung hasil kebijakan pejabat pemerintahan,” ungkapnya.
Menurut @Pasrantobolo, usulan Luhut jelas merugikan negara. Karena selain menguras pengeluaran negara, juga sistem tersebut jelas kembali kepada sistem pemerintahan Orde Baruaru yang hanya memperkaya pihak tertentu.
“Bapak yakin? Sudah dikaji secara seksama? Atau karena kepentingan ego diri/ ego elit/ ego partai atau tendency tertentu,” cetus @DeeNugroho212.
Akun @WiraYudi14 mengatakan, amanat reformasi, salah satunya TNI back to barrack. Kata dia, Indonesia punya sejarah suram bagaimana dwifungsi ABRI dulu. Kehidupan sipil disisipi pemikiran dan pendekatan militer. [ASI] ]]> , Usulan Luhut Binsar Pandjaitan agar UU TNI direvisi mendapat kritik dari berbagai pihak. Purnawirawan jenderal TNI ini dituding punya agenda mengembalikan Orde Baru.
Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengatakan, usulan revisi UU TNI sangat problematis. Dia mengatakan, usulan ini kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan agar TNI fokus pada tugas pertahanan sebagaimana perintah konstitusi.
“Ditempatkannya TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai Orde Baru semakin terang-terangan dilakukan,” kata Fatia.
Menurut dia, upaya penempatan TNI pada jabatan sipil menunjukkan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi. Selama bertahun-tahun, kata dia, TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil.
“Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi,” ujarnya.
Fatia hawatir, diperkenankannya TNI menempati jabatan sipil akan menciptakan ketidakprofesionalan, khususnya dalam penentuan jabatan. Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau power yang dimiliki.
“Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan,” tegas Fatia.
Pengamat militer Al Araf menilai, usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dapat membuka ruang kembalinya militer dalam ranah fungsi sosial politik baru. Sebagaimana yang pernah terjadi pada era Orde Baru (Orba).
“Jadi, kehendak-kehendak Menko Maritim adalah kehendak yang konservatif, yang berlawan dengan arus reformasi TNI saat ini,” katanya.
Al Araf mengungkapkan, dalam Undang-undang TNI No. 34 Tahun 2004 sudah diatur beberapa kementerian yang hanya boleh dimasuki militer. Seperti Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Polhukam, dan lain sebagainya.
“Sehingga tidak perlu lagi ada penambahan menteri seperti kehendak Menteri Kemaritiman ini. Ini akan bertentangan dengan semangat UU reformasi TNI tentunya,” katanya.
Mantan Direktur Imparsial ini mengatakan, masyarakat harus bersikap dan berlawanan pada kehendak-kehendak seperti ini. Sebab ini jelas bertentangan dengan kehidupan berdemokrasi. Kata dia, ada struktur perbedaan dalam birokrasi sipil dengan militer.
“Di mana birokrasi sipil berfungsi melayani masyarakat dan fungsi-fungsi sipil, sementara militer bertugas sebagai alat pertahanan negara yang dilatih, ya itu tadi untuk perang,” katanya.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Ali Abbas menilai usulan Luhut merupakan hal yang wajar. Kata dia, ide revisi Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, red) memang dapat diterima.
Namun, kata dia, revisi Pasal 47 Ayat 2 UU TNI jangan sampai menjadi ruang terbuka bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsi pokok militer.
“Untuk itu, pengaturan ruang jabatan dan mekanisme yang perinci dibutuhkan. Hal ini menjadi penting agar kekhawatiran bahwa tuduhan kembalinya dwifungsi TNI dapat dihindari,” ungkap Anton.
Luhut sebelumnya mengusulkan revisi Undang-undang TNI untuk mengatur penunjukan tentara di jabatan-jabatan kementerian. Luhut ingin tentara bisa kembali masuk ke jabatan sipil. Menurutnya, tentara akan sangat membantu kerja Pemerintah.
“Sebenarnya saya sudah mengusulkan untuk perubahan UU TNI. UU TNI itu ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan presiden,” kata Luhut.
Netizen menolak usulan Luhut terkait revisi UU TNI. Lebih baik, Pemerintah mencari orang-orang berkompeten untuk mengisi jabatan di lembaga/kementerian.
Akun @YLBHI mengecam pernyataan Luhut yang mengusulkan adanya revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia agar TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil. Kata dia, pernyataan Luhut semakin memperjelas bahwa ada upaya serius untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
“Berarti mau kembali ke zaman Orde Baru, dwifungsi ABRI, no way,” kata @Hafnias.
Akun @Argentea7 heran dengan usulan Luhut Binsar Pandjaitan. Kata dia, sekarang ini pegawai negeri sipil saja mau dikurangi. Banyak eselon dihapus dan beberapa jabatan dialihkan jadi pegawai outsourcing.
“Lah, ini mau di tambahin sama yang biasa angkat bedil. Lawan atasan: dor,” ujarnya.
Akun @SatyaWeko mengusulkan agar jabatan di kementerian diemban oleh orang-orang yang memang memiliki kompetensi dan profesional pada bidangnya. Bukan diisi TNI atau jabatan politis semata.
“Pada akhirnya rakyat yang akan menanggung hasil kebijakan pejabat pemerintahan,” ungkapnya.
Menurut @Pasrantobolo, usulan Luhut jelas merugikan negara. Karena selain menguras pengeluaran negara, juga sistem tersebut jelas kembali kepada sistem pemerintahan Orde Baruaru yang hanya memperkaya pihak tertentu.
“Bapak yakin? Sudah dikaji secara seksama? Atau karena kepentingan ego diri/ ego elit/ ego partai atau tendency tertentu,” cetus @DeeNugroho212.
Akun @WiraYudi14 mengatakan, amanat reformasi, salah satunya TNI back to barrack. Kata dia, Indonesia punya sejarah suram bagaimana dwifungsi ABRI dulu. Kehidupan sipil disisipi pemikiran dan pendekatan militer. [ASI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID