Isu Donasi Politik Rp 8,7 M Mahathir Dituding Korupsi –
4 min readMantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad (97) dituding menerima dana politik 2,6 juta ringgit (Rp 8,7 miliar) dari sebuah perusahaan swasta yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi mantan Wakil PM Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi. Namun dia membantah keras tudingan itu.
Mahathir meminta pihak yang menudingnya itu harus memberikan bukti. Pria yang disapa Dr M itu juga mengatakan, siap diperiksa Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) terkait masalah tersebut.
Uang itu disebut diserahkan kepada Mahathir saat dia masih memimpin Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), tak lama setelah Pemilu 2018.
“Saya tidak menerima. Kalau dia bisa menunjukkan bukti saya terima, mudah saja mengatakannya. Kalau ada yang memberi uang, tunjukkan siapa yang memberi. Saya tidak pernah menerima uang itu,” tegasnya Senin (25/7), dikutip dari The Star, Selasa (26/7).
“Banyak tuduhan yang ditujukan kepada saya bahwa saya kaya dengan miliaran ringgit, disimpan di Swiss dan Taiwan,” ujarnya.
Tuduhan tersebut disampaikan David Tan, mantan pejabat perusahaan yang bernama Ultra Kirana Sdn Bhd (UKSB). Pejabat itu menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi dengan terdakwa Zahid Hamidi, yang juga menjabat Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai terkemuka di Malaysia.
David mengatakan, dana itu dibayarkan melalui keponakan laki-laki Mahathir, Rahmat Abu Bakar, dengan kode ‘Kedahan’ digunakan.
Saat ditanya pengacara Zahid Hamidi lebih lanjut, apakah dana 2,6 juta Ringgit diberikan ke Rahmat untuk diberikan kepada Mahathir sebagai dana politik, David Tan menjawab: “Itu benar.”
Lebih lanjut saksi mengatakan, penyerahan uang juga dilakukan kepada para menteri, politisi, dan pegawai Pemerintah. Dia mengklaim, telah mendokumentasikan pengeluaran itu dalam buku besar antara 2014 dan 2018. Catatan itu tersimpan dalam file spreadsheet di laptopnya.
Disebutkan David Tan, kontribusi itu untuk Mahathir dan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), yang ikut didirikan Mahathir pada 2016, setelah dia keluar dari UMNO. Mahathir menjabat Ketua Partai Bersatu periode 2016 hingga Februari 2020.
Mahathir memimpin koalisi Pakatan Harapan saat menang Pemilu 2018 dan kembali menjabat PM Malaysia. Disebutkan David Tan dalam kesaksiannya, seperti dilansir Malay Mail, dua pembayaran, masing-masing sebesar 1,3 juta Ringgit, diberikan setelah pemilu 2018, tepatnya pada Agustus dan September 2018.
Dia juga menyebut nama beberapa politisi, termasuk mantan PM Muhyiddin Yassin, sebagai salah satu yang menerima uang. Sementara itu, Ahmad Zahid menghadapi 33 dakwaan suap dengan nilai total 13,56 juta dolar Singapura dari perusahaan itu, dalam kapasitas sebagai Menteri Dalam Negeri.
Tujuannya, untuk melicinkan perpanjangan kontrak perusahaan tersebut sebagai operator layanan One Stop Centre (OSC) di China dan sistem visa asing (VLN) untuk Kementerian Dalam Negeri.
Pada Mei lalu, PM Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengumumkan komisi khusus kabinet yang menyepakati usulan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pendanaan Politik. Menurutnya, RUU itu penting, karena belum ada UU atau kebijakan di Malaysia yang mengatur hal tersebut. ■
]]> , Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad (97) dituding menerima dana politik 2,6 juta ringgit (Rp 8,7 miliar) dari sebuah perusahaan swasta yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi mantan Wakil PM Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi. Namun dia membantah keras tudingan itu.
Mahathir meminta pihak yang menudingnya itu harus memberikan bukti. Pria yang disapa Dr M itu juga mengatakan, siap diperiksa Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) terkait masalah tersebut.
Uang itu disebut diserahkan kepada Mahathir saat dia masih memimpin Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), tak lama setelah Pemilu 2018.
“Saya tidak menerima. Kalau dia bisa menunjukkan bukti saya terima, mudah saja mengatakannya. Kalau ada yang memberi uang, tunjukkan siapa yang memberi. Saya tidak pernah menerima uang itu,” tegasnya Senin (25/7), dikutip dari The Star, Selasa (26/7).
“Banyak tuduhan yang ditujukan kepada saya bahwa saya kaya dengan miliaran ringgit, disimpan di Swiss dan Taiwan,” ujarnya.
Tuduhan tersebut disampaikan David Tan, mantan pejabat perusahaan yang bernama Ultra Kirana Sdn Bhd (UKSB). Pejabat itu menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi dengan terdakwa Zahid Hamidi, yang juga menjabat Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai terkemuka di Malaysia.
David mengatakan, dana itu dibayarkan melalui keponakan laki-laki Mahathir, Rahmat Abu Bakar, dengan kode ‘Kedahan’ digunakan.
Saat ditanya pengacara Zahid Hamidi lebih lanjut, apakah dana 2,6 juta Ringgit diberikan ke Rahmat untuk diberikan kepada Mahathir sebagai dana politik, David Tan menjawab: “Itu benar.”
Lebih lanjut saksi mengatakan, penyerahan uang juga dilakukan kepada para menteri, politisi, dan pegawai Pemerintah. Dia mengklaim, telah mendokumentasikan pengeluaran itu dalam buku besar antara 2014 dan 2018. Catatan itu tersimpan dalam file spreadsheet di laptopnya.
Disebutkan David Tan, kontribusi itu untuk Mahathir dan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), yang ikut didirikan Mahathir pada 2016, setelah dia keluar dari UMNO. Mahathir menjabat Ketua Partai Bersatu periode 2016 hingga Februari 2020.
Mahathir memimpin koalisi Pakatan Harapan saat menang Pemilu 2018 dan kembali menjabat PM Malaysia. Disebutkan David Tan dalam kesaksiannya, seperti dilansir Malay Mail, dua pembayaran, masing-masing sebesar 1,3 juta Ringgit, diberikan setelah pemilu 2018, tepatnya pada Agustus dan September 2018.
Dia juga menyebut nama beberapa politisi, termasuk mantan PM Muhyiddin Yassin, sebagai salah satu yang menerima uang. Sementara itu, Ahmad Zahid menghadapi 33 dakwaan suap dengan nilai total 13,56 juta dolar Singapura dari perusahaan itu, dalam kapasitas sebagai Menteri Dalam Negeri.
Tujuannya, untuk melicinkan perpanjangan kontrak perusahaan tersebut sebagai operator layanan One Stop Centre (OSC) di China dan sistem visa asing (VLN) untuk Kementerian Dalam Negeri.
Pada Mei lalu, PM Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengumumkan komisi khusus kabinet yang menyepakati usulan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pendanaan Politik. Menurutnya, RUU itu penting, karena belum ada UU atau kebijakan di Malaysia yang mengatur hal tersebut. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID