Hujan Lebat Terus Guyur Ibu Kota BPBD Siagakan Tenda, Makanan, Air Dan Terpal –
7 min readBadan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta ancang-ancang menghadapi potensi terjadinya pengungsian akibat terdampak banjir. Sebab, belakangan ini hampir setiap hari hujan lebat mengguyur Ibu Kota.
Kondisi tersebut membuat wilayah terdampak banjir bertambah. “BPBD mencatat genangan yang sebelumnya terjadi di 38 RT (Rukun Tetangga), saat ini (kemarin) menjadi 50 RT atau sebesar 0,164 persen dari 30.470 RT yang ada di wilayah DKI Jakarta,” ungkap BPBD DKI Jakarta dalam keterangannya.
Banjir yang menggenangi puluhan RT tersebut disebabkan luapan Kali Ciliwung. Rinciannya, 17 di Jakarta Selatan (Jaksel) dan 33 di Jakarta Timur (Jaktim). Untuk lokasi banjir terparah terjadi di Kelurahan Pejaten Timur, Jaksel, dengan ketinggian air 90 hingga 190 centimeter (cm). Sedangkan di Jaktim terparah di Kelurahan Cawang dengan ketinggian air mulai 40 hingga 220 cm.
Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Karyatin Subiantoro meminta BPBD mempersiapkan mitigasi bencana menghadapi cuaca ekstrem. BPPD harus memberi informasi kepada masyarakat tentang potensi bencana.
Karyatin berharap, anggaran untuk mitigasi penanganan bencana sebesar Rp 81,252 miliar masuk dalam rancangan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2022.
“Jangan sampai anggaran itu tidak masuk. Antisipasi untuk korban banjir perlu dilakukan,” katanya dalam rapat kerja KUPA-PPAS APBD Perubahan 2022 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/10).
Karyatin menekankan, melakukan pencegahan dan penanganan bencana banjir bukan hanya tugas BPPD. Sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), serta Dinas Sosial (Dinsos) harus meningkatkan sinergitas kerja demi kepentingan warga Ibu Kota.
“SKPD terkait harus mempersiapkan sedini mungkin untuk menghadapi hal yang tidak kita harapkan akibat cuaca,” tegasnya.
Sekretaris Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Marulitua Sijabat mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan 267 personel tim reaksi cepat untuk menghadapi cuaca ekstrim. Mereka akan berkoordinasi dan turun langsung ke lapangan.
“Jika intensitas curah hujan semakin meningkat beberapa waktu ke depan, mereka akan mengaktifkan seluruh sarana dan prasarana untuk penanggulangan, “ ucapnya.
Selain itu, lanjut Marulitua, pihaknya telah menyiapkan buffer stock untuk mengantisipasi bila terjadi pengungsian warga yang wilayahnya terdampak banjir. Buffer stock ini terdiri dari makanan siap saji dan kebutuhan lainnya. Seperti perlengkapan mandi, pakaian, air mineral, tenda dan terpal.
Untuk memudahkan masyarakat yang membutuhkan bantuan, jelas Marulita, pihaknya telah menyiagakan layanan nomor darurat 112.
“Kami siaga menjawab seluruh laporan dari masyarakat selama 24 jam, 7 hari dalam sepekan. Silakan masyarakat menggunakan layanan telepon darurat 112. Kita akan tindaklanjuti laporan tersebut,” janjinya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui, ada sejumlah wilayah di DKI masih terendam banjir.
Anies bilang, banjir akibat cuaca ekstrim, tidak hanya di Jakarta. Tapi juga di seluruh Indonesia. Sehingga air yang masuk ke wilayah Jakarta melebihi daya tampungnya.
Anies menganalogikan banjir di Jakarta ibarat gelas dengan daya tampung 250 cc, namun dituangkan 1 liter air.
“Anda harap tidak tumpah? Nggak mungkin, pasti tumpah,” kata Anies di Kota Tua, Selasa (11/10) malam.
Menurutnya, banjir menjadi masalah jika sampai berhari-hari, tidak surut.
“Tapi kalau kemudian bisa langsung dikeringkan, itu berarti manajemen berjalan baik,” ujarnya.
Anies mengungkap, Pemprov DKI punya manajemen dengan KPI (Key Performance Indicator). Yaki, banjir surut dalam 6 jam.
“Itu lah KPI-nya. Jadi begitu ada banjir, semua orang tahu bahwa 6 jam harus surut,” kata Anies yang mencontohkan banjir di Jalan TB Simatupang dan sekitarnya kering setelah 4 jam.
Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, banjir banyak terjadi di lintasan aliran Kali Ciliwung. Menurutnya, pihaknya selama ini sudah melakukan pengerukan. Tetapi belum semua karena jumlahnya banyak.
“Itu butuh waktu dan kerja sama dengan warga,” ungkap Riza.
Riza mengimbau warga melapor jika terdapat kali yang belum dikeruk. Pemprov DKI akan menyusun jadwal dan teknis pengerukan.
Campaigner Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Muhammad Aminullah meminta, Pemprov DKI tidak mengkambing hitamkan hujan menjadi penyebab banjir. Pria yang akrab dipanggil Anca ini bilang, banjir terjadi akibat gagalnya pembangunan dalam menampung curah hujan.
“Tata ruang dan sistem drainase buruk. Sistem drainase di Jakarta hanya mampu menampung 100 mili meter per hari. Padahal, debit hujan yang turun lebih dari itu,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, daya serap tanah di Jakarta juga hanya 10 persen. Itu artinya, 90 persen air tidak terserap. Hal ini disebabkan banyaknya pembangunan fisik dan kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“RTH yang katanya ada 9 sampai 11 persen, nyatanya hanya ada 5 persen,” kata dia kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ditambah, kata Anca, Pemprov malah menerbitkan Pergub 118/2020 tentang izin pemanfaatan ruang. Pergub itu mempermudah penerbitan IMB. Di mana pada 2021, Pemprov Jakarta menerbitkan sekitar 10.131 Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Naik sekitar 40 persen dari tahun 2020 yang mencapai 6.798 IMB.
Tak hanya itu, Anca menyoroti pembetonan sempadan sungai/ kali yang membuat air semakin tidak terserap. Menurut dia, ada 17,5 kilometer (km) sempadan sungai yang dibeton.
“Sempadan sungai tidak boleh dibeton karena berfungsi sebagai area resapan juga,” ingatnya.
Dia menyinggung soal pembangunan umur resapan. Menurutnya, sumur resapan seharusnya dibangun di gedung atau perumahan. Pembangunannya harus menjadi tanggung jawab pemilik gedung atau perumahan. Sehingga dana penanggulangan banjir bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih penting. ■
]]> , Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta ancang-ancang menghadapi potensi terjadinya pengungsian akibat terdampak banjir. Sebab, belakangan ini hampir setiap hari hujan lebat mengguyur Ibu Kota.
Kondisi tersebut membuat wilayah terdampak banjir bertambah. “BPBD mencatat genangan yang sebelumnya terjadi di 38 RT (Rukun Tetangga), saat ini (kemarin) menjadi 50 RT atau sebesar 0,164 persen dari 30.470 RT yang ada di wilayah DKI Jakarta,” ungkap BPBD DKI Jakarta dalam keterangannya.
Banjir yang menggenangi puluhan RT tersebut disebabkan luapan Kali Ciliwung. Rinciannya, 17 di Jakarta Selatan (Jaksel) dan 33 di Jakarta Timur (Jaktim). Untuk lokasi banjir terparah terjadi di Kelurahan Pejaten Timur, Jaksel, dengan ketinggian air 90 hingga 190 centimeter (cm). Sedangkan di Jaktim terparah di Kelurahan Cawang dengan ketinggian air mulai 40 hingga 220 cm.
Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Karyatin Subiantoro meminta BPBD mempersiapkan mitigasi bencana menghadapi cuaca ekstrem. BPPD harus memberi informasi kepada masyarakat tentang potensi bencana.
Karyatin berharap, anggaran untuk mitigasi penanganan bencana sebesar Rp 81,252 miliar masuk dalam rancangan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2022.
“Jangan sampai anggaran itu tidak masuk. Antisipasi untuk korban banjir perlu dilakukan,” katanya dalam rapat kerja KUPA-PPAS APBD Perubahan 2022 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/10).
Karyatin menekankan, melakukan pencegahan dan penanganan bencana banjir bukan hanya tugas BPPD. Sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), serta Dinas Sosial (Dinsos) harus meningkatkan sinergitas kerja demi kepentingan warga Ibu Kota.
“SKPD terkait harus mempersiapkan sedini mungkin untuk menghadapi hal yang tidak kita harapkan akibat cuaca,” tegasnya.
Sekretaris Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Marulitua Sijabat mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan 267 personel tim reaksi cepat untuk menghadapi cuaca ekstrim. Mereka akan berkoordinasi dan turun langsung ke lapangan.
“Jika intensitas curah hujan semakin meningkat beberapa waktu ke depan, mereka akan mengaktifkan seluruh sarana dan prasarana untuk penanggulangan, “ ucapnya.
Selain itu, lanjut Marulitua, pihaknya telah menyiapkan buffer stock untuk mengantisipasi bila terjadi pengungsian warga yang wilayahnya terdampak banjir. Buffer stock ini terdiri dari makanan siap saji dan kebutuhan lainnya. Seperti perlengkapan mandi, pakaian, air mineral, tenda dan terpal.
Untuk memudahkan masyarakat yang membutuhkan bantuan, jelas Marulita, pihaknya telah menyiagakan layanan nomor darurat 112.
“Kami siaga menjawab seluruh laporan dari masyarakat selama 24 jam, 7 hari dalam sepekan. Silakan masyarakat menggunakan layanan telepon darurat 112. Kita akan tindaklanjuti laporan tersebut,” janjinya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui, ada sejumlah wilayah di DKI masih terendam banjir.
Anies bilang, banjir akibat cuaca ekstrim, tidak hanya di Jakarta. Tapi juga di seluruh Indonesia. Sehingga air yang masuk ke wilayah Jakarta melebihi daya tampungnya.
Anies menganalogikan banjir di Jakarta ibarat gelas dengan daya tampung 250 cc, namun dituangkan 1 liter air.
“Anda harap tidak tumpah? Nggak mungkin, pasti tumpah,” kata Anies di Kota Tua, Selasa (11/10) malam.
Menurutnya, banjir menjadi masalah jika sampai berhari-hari, tidak surut.
“Tapi kalau kemudian bisa langsung dikeringkan, itu berarti manajemen berjalan baik,” ujarnya.
Anies mengungkap, Pemprov DKI punya manajemen dengan KPI (Key Performance Indicator). Yaki, banjir surut dalam 6 jam.
“Itu lah KPI-nya. Jadi begitu ada banjir, semua orang tahu bahwa 6 jam harus surut,” kata Anies yang mencontohkan banjir di Jalan TB Simatupang dan sekitarnya kering setelah 4 jam.
Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, banjir banyak terjadi di lintasan aliran Kali Ciliwung. Menurutnya, pihaknya selama ini sudah melakukan pengerukan. Tetapi belum semua karena jumlahnya banyak.
“Itu butuh waktu dan kerja sama dengan warga,” ungkap Riza.
Riza mengimbau warga melapor jika terdapat kali yang belum dikeruk. Pemprov DKI akan menyusun jadwal dan teknis pengerukan.
Campaigner Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Muhammad Aminullah meminta, Pemprov DKI tidak mengkambing hitamkan hujan menjadi penyebab banjir. Pria yang akrab dipanggil Anca ini bilang, banjir terjadi akibat gagalnya pembangunan dalam menampung curah hujan.
“Tata ruang dan sistem drainase buruk. Sistem drainase di Jakarta hanya mampu menampung 100 mili meter per hari. Padahal, debit hujan yang turun lebih dari itu,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, daya serap tanah di Jakarta juga hanya 10 persen. Itu artinya, 90 persen air tidak terserap. Hal ini disebabkan banyaknya pembangunan fisik dan kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“RTH yang katanya ada 9 sampai 11 persen, nyatanya hanya ada 5 persen,” kata dia kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ditambah, kata Anca, Pemprov malah menerbitkan Pergub 118/2020 tentang izin pemanfaatan ruang. Pergub itu mempermudah penerbitan IMB. Di mana pada 2021, Pemprov Jakarta menerbitkan sekitar 10.131 Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Naik sekitar 40 persen dari tahun 2020 yang mencapai 6.798 IMB.
Tak hanya itu, Anca menyoroti pembetonan sempadan sungai/ kali yang membuat air semakin tidak terserap. Menurut dia, ada 17,5 kilometer (km) sempadan sungai yang dibeton.
“Sempadan sungai tidak boleh dibeton karena berfungsi sebagai area resapan juga,” ingatnya.
Dia menyinggung soal pembangunan umur resapan. Menurutnya, sumur resapan seharusnya dibangun di gedung atau perumahan. Pembangunannya harus menjadi tanggung jawab pemilik gedung atau perumahan. Sehingga dana penanggulangan banjir bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih penting. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID