Heru Batasi Usia Kerja Maksimal 56 Tahun 600 Tenaga PJLP DKI Terancam Nganggur –
5 min read
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membatasi usia kerja tenaga Penyedia Jasa Layanan Perorangan (PJLP). Dampaknya, sekitar 600 orang terancam kehilangan pekerjaan alias menjadi pengangguran.
Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman pengendalian penggunaan Penyedia Jasa Layanan Perorangan (PJLP) di lingkungan Pemprov DKI, membatasi usia tenaga PJLP minimal 18 tahun dan maksimal 56 tahun.
Aturan yang terbit 1 November 2022 itu merupakan revisi dari Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 125 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Layanan Perorangan. Dalam aturan lama tidak ada pembatasan usia maksimal.
Aturan baru itu diprotes masyarakat melalui kolom komentar Instagram Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, @herubudihartono. Akun @anggraeni5686 meminta aturan tersebut dibatalkan.
“Assalamu’alaikum pak, gimana nih nasib PPSU (Penanganan Prasarana Sarana Umum) yang tua-tua kalau tidak bekerja lagi. Tolong dong pak, ubah peraturannya. Dulu zaman pak @basukibtp dan pak @aniesbaswedan, nggak pakai Batasan umur pak,” kata @anggraeni5686.
Dia mengaku mengkhawatirkan nasib keluarga PPSU berusia di atas 56 tahun.
“Kerja apa lagi mereka? Mereka masih pada punya anak istri yang harus ditanggung, pak. Cuma itu yang bisa dia kerjakan. Di perusahaan besar mana mungkin dia diterima kerja,” ujarnya.
@anggraeni5686 menyampaikan, PPSU usia di atas 56 merupakan generasi awal pekerja PPSU. “Panas kepanasan, hujan kehujanan. Dulu mana ada yang mau, yang muda-muda ngelamar jadi petugas kebersihan,” imbuhnya.
Generasi awal PPSU ini, kata dia, bekerja dengan baik. Mereka bertahan meski gajinya sering tertunda. “Mereka kerja demi ekonomi keluarga. Sekarang bagaimana nasib keluarga mereka pak,” tanyanya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono tidak setuju batas usia menjadi patokan utama dalam seleksi penerimaan PJLP. Usulan tersebut disampaikan saat rapat dengan Asisten Pemprov DKI Jakarta.
“Saat pembahasan di Komisi A, kami sudah merumuskan agar usia tidak menjadi hal yang utama. Sebab, banyak orang yang usianya sudah 56 tahun lebih tapi masih produktif dan fit,” kata Gembong kepada Rakyat Merdeka, Senin (28/11).
Meski begitu, menurutnya, aturan batas usia harus tetap ada. Tujuannya, agar PJLP lebih lincah dan produktif. Selain itu, untuk menghindari risiko mengingat pekerjaan PJLP umumnya pekerjaan kasar. Yakni, pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan fisik yang prima.
Gembong meminta, Pemprov DKI mengkaji lagi aturan tersebut. Ditekankannya, aturan batas usia baiknya tidak kaku. Kemampuan kerja diukur dari kondisi fisik dan kesehatan calon PJLP. “Untuk mereka yang usianya di atas 56 tahun namun produktif, bisa ditempatkan di bagian yang tidak terlalu berisiko,” ungkap Gembong.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarif mengusulkan, Kepgub yang membatasi usia PJLP, direvisi.
“Bayangkan jika sebanyak 600 pekerja ini diputus kontraknya. Hal ini tentu akan menimbulkan kesenjangan ekonomi. Nanti Pemerintah sendiri yang repot,” ingat Sekretaris Komisi D Bidang Pembangunan itu.
Hal senada diungkap anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta Mujiyono. Ketua Komisi A ini meminta Pemprov DKI mengevaluasi aturan itu. Menurutnya, aturan ini menimbulkan keresahan dan keberatan dari PJLP yang berusia di atas 56 tahun.
“Perlu ada penundaan pemberlakuan ketentuan tersebut satu tahun ke depan untuk memberikan kesempatan kepada PJLP mencari pekerjaan di tempat lain,” kata Mujiyono dalam keterangannya.
Terlebih, lanjut dia, ancaman resesi ekonomi akan menghantui negara-negara di dunia. Dia berharap, Pj Gubernur DKI lebih bijak menerbitkan aturan agar warga Jakarta masih bisa bertahan menghadapi ancaman resesi ekonomi.
Pengamat perkotaan Sugiyanto meminta, aturan batas usia PJLP dilihat dari sisi positif. Menurut dia, pekerja usia 18-56 tahun, memiliki produktivitas yang baik.
“Pada prinsipnya, batasan umur PJLP maksimal 56 tahun, itu baik,” kata SGY, sapaan akrab Sugiyanto. Namun demikian, SGY mendorong Pemprov DKI di dalam membuat kebijakan mengacu pada ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Publik.
“Artinya kebijakan apapun wajib melibatkan partisipasi masyarakat dan harus ada waktu yang cukup untuk sosialisasi,” ujarnya.
Mengingat PJLP bukan PNS, lanjutnya, aturan tentang pegawai swasta mengacu pada UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU tersebut tidak ada pembahasan mengenai batas usia pensiun bagi karyawan swasta. ■
]]> , Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membatasi usia kerja tenaga Penyedia Jasa Layanan Perorangan (PJLP). Dampaknya, sekitar 600 orang terancam kehilangan pekerjaan alias menjadi pengangguran.
Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman pengendalian penggunaan Penyedia Jasa Layanan Perorangan (PJLP) di lingkungan Pemprov DKI, membatasi usia tenaga PJLP minimal 18 tahun dan maksimal 56 tahun.
Aturan yang terbit 1 November 2022 itu merupakan revisi dari Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 125 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Layanan Perorangan. Dalam aturan lama tidak ada pembatasan usia maksimal.
Aturan baru itu diprotes masyarakat melalui kolom komentar Instagram Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, @herubudihartono. Akun @anggraeni5686 meminta aturan tersebut dibatalkan.
“Assalamu’alaikum pak, gimana nih nasib PPSU (Penanganan Prasarana Sarana Umum) yang tua-tua kalau tidak bekerja lagi. Tolong dong pak, ubah peraturannya. Dulu zaman pak @basukibtp dan pak @aniesbaswedan, nggak pakai Batasan umur pak,” kata @anggraeni5686.
Dia mengaku mengkhawatirkan nasib keluarga PPSU berusia di atas 56 tahun.
“Kerja apa lagi mereka? Mereka masih pada punya anak istri yang harus ditanggung, pak. Cuma itu yang bisa dia kerjakan. Di perusahaan besar mana mungkin dia diterima kerja,” ujarnya.
@anggraeni5686 menyampaikan, PPSU usia di atas 56 merupakan generasi awal pekerja PPSU. “Panas kepanasan, hujan kehujanan. Dulu mana ada yang mau, yang muda-muda ngelamar jadi petugas kebersihan,” imbuhnya.
Generasi awal PPSU ini, kata dia, bekerja dengan baik. Mereka bertahan meski gajinya sering tertunda. “Mereka kerja demi ekonomi keluarga. Sekarang bagaimana nasib keluarga mereka pak,” tanyanya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono tidak setuju batas usia menjadi patokan utama dalam seleksi penerimaan PJLP. Usulan tersebut disampaikan saat rapat dengan Asisten Pemprov DKI Jakarta.
“Saat pembahasan di Komisi A, kami sudah merumuskan agar usia tidak menjadi hal yang utama. Sebab, banyak orang yang usianya sudah 56 tahun lebih tapi masih produktif dan fit,” kata Gembong kepada Rakyat Merdeka, Senin (28/11).
Meski begitu, menurutnya, aturan batas usia harus tetap ada. Tujuannya, agar PJLP lebih lincah dan produktif. Selain itu, untuk menghindari risiko mengingat pekerjaan PJLP umumnya pekerjaan kasar. Yakni, pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan fisik yang prima.
Gembong meminta, Pemprov DKI mengkaji lagi aturan tersebut. Ditekankannya, aturan batas usia baiknya tidak kaku. Kemampuan kerja diukur dari kondisi fisik dan kesehatan calon PJLP. “Untuk mereka yang usianya di atas 56 tahun namun produktif, bisa ditempatkan di bagian yang tidak terlalu berisiko,” ungkap Gembong.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarif mengusulkan, Kepgub yang membatasi usia PJLP, direvisi.
“Bayangkan jika sebanyak 600 pekerja ini diputus kontraknya. Hal ini tentu akan menimbulkan kesenjangan ekonomi. Nanti Pemerintah sendiri yang repot,” ingat Sekretaris Komisi D Bidang Pembangunan itu.
Hal senada diungkap anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Jakarta Mujiyono. Ketua Komisi A ini meminta Pemprov DKI mengevaluasi aturan itu. Menurutnya, aturan ini menimbulkan keresahan dan keberatan dari PJLP yang berusia di atas 56 tahun.
“Perlu ada penundaan pemberlakuan ketentuan tersebut satu tahun ke depan untuk memberikan kesempatan kepada PJLP mencari pekerjaan di tempat lain,” kata Mujiyono dalam keterangannya.
Terlebih, lanjut dia, ancaman resesi ekonomi akan menghantui negara-negara di dunia. Dia berharap, Pj Gubernur DKI lebih bijak menerbitkan aturan agar warga Jakarta masih bisa bertahan menghadapi ancaman resesi ekonomi.
Pengamat perkotaan Sugiyanto meminta, aturan batas usia PJLP dilihat dari sisi positif. Menurut dia, pekerja usia 18-56 tahun, memiliki produktivitas yang baik.
“Pada prinsipnya, batasan umur PJLP maksimal 56 tahun, itu baik,” kata SGY, sapaan akrab Sugiyanto. Namun demikian, SGY mendorong Pemprov DKI di dalam membuat kebijakan mengacu pada ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Publik.
“Artinya kebijakan apapun wajib melibatkan partisipasi masyarakat dan harus ada waktu yang cukup untuk sosialisasi,” ujarnya.
Mengingat PJLP bukan PNS, lanjutnya, aturan tentang pegawai swasta mengacu pada UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU tersebut tidak ada pembahasan mengenai batas usia pensiun bagi karyawan swasta. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID