Gerak Cepat Tarik Obat Dilarang Dijual Langkah BUMN Ampuh Rem Kasus Ginjal Akut –
5 min readLangkah cepat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menarik peredaran obat-obatan dilarang dijual ke publik, sangat tepat. Sebab, hal itu efektif mencegah kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI).
Menteri BUMN Erick Thohir gerak cepat, langsung menginstruksikan PT Kimia Farma (Persero) Tbk, seluruh farmasi dan rumah sakit pelat merah untuk menarik obat dilarang dan memeriksa ulang semua ketentuan obat-obat untuk pasien.
Perintah ini, disampaikan Erick, sebagai respons atas menyebarnya penyakit AKI. Menurutnya, menarik obat dilarang beredar dan memeriksa obat sangat penting untuk keamanan dan keselamatan masyarakat. Terlebih dua hal itu merupakan prioritas utama dalam layanan kesehatan di BUMN.
“Saya sudah meminta Kimia Farma sejak awal untuk mengecek obat-obatan. Tidak hanya obat batuk, tapi obat-obatan yang lain yang memang harus aman dan sesuai,” kata Erick dalam keterangan resminya, Sabtu (22/10).
Ia menilai, BUMN harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Pihaknya tak ingin di tengah maraknya kasus gangguan ginjal akut, masyarakat justru tambah terbebani.
Karenanya, upaya pencegahan secara maksimal adalah bentuk konkret dari rasa keprihatinan yang terjadi akibat meninggalnya sejumlah anak-anak Indonesia.
Pihaknya terus mendorong Kimia Farma, Indofarma, rumah sakit BUMN, dan apotek-apotek Kimia Farma untuk menyortir jenis-jenis obat yang belum ada pernyataan aman. “Itu harus kami siapkan secara menyeluruh,” pungkasnya.
Menyoal ini, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Wiratno memastikan telah menghentikan sementara penjualan obat sirup sesuai instruksi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang melarang penjualan obat bebas ataupun obat terbatas dalam bentuk cair di apotek untuk sementara waktu.
Ia menegaskan, pihaknya selalu mendukung setiap kebijakan di sektor farmasi dari Pemerintah, selaku regulator.
“Untuk saat ini, kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat cairan atau sirup sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari Pemerintah,” jelas dia dalam keterangannya, Jumat (21/10).
Namun Ganti tidak menjelaskan, bagaimana dampak penghentian sementara penjualan obat sirup ke bisnis Kimia Farma.
Diketahui, Kimia Farma memiliki beberapa produk obat sirup yang dijual bebas atau Over The Counter (OTC).
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengapresiasi langkah yang diambil Kementerian BUMN. Langkah menarik obat dengan bahan baku berbahaya, efektif mencegah kasus gagal ginjal.
“Karena kalau hanya diimbau dan di pasar obat tersebut masih tersedia, itu masih memicu potensi masyarakat membeli obat tersebut di apotek,” kata Tulus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Kementerian Kesehatan mencatat jumlah temuan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 269 orang per Rabu (26/10). Ratusan kasus itu tersebar di 27 provinsi Indonesia. Sebanyak 157 pasien di antaranya atau sekitar 58 persen dinyatakan meninggal dunia.
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan, Kemenkes kembali mengizinkan tenaga kesehatan meresepkan 156 obat sirup, yang sebelumnya dilarang karena diduga mengandung zat berbahaya pemicu gangguan ginjal akut pada anak-anak.
Ratusan obat itu dipastikan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/ atau Gliserin/Gliserol. Sehingga dinyatakan aman, sepanjang digunakan sesuai aturan pakai.
“Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi Badan POM,” jelas Juru bicara Kemenkes Syahril Mansyur, Selasa (25/10).
Tenaga Kesehatan di setiap fasilitas kesehatan dapat meresepkan atau memberikan obat sirup berdasarkan pengumuman dari BPOM.
Sementara untuk obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, tenaga kesehatan juga diizinkan meresepkan atau memberikan obat sesuai yang tercantum dalam lampiran dua daftar yang dikeluarkan BPOM, sampai didapatkan hasil pengujian. ■
]]> , Langkah cepat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menarik peredaran obat-obatan dilarang dijual ke publik, sangat tepat. Sebab, hal itu efektif mencegah kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI).
Menteri BUMN Erick Thohir gerak cepat, langsung menginstruksikan PT Kimia Farma (Persero) Tbk, seluruh farmasi dan rumah sakit pelat merah untuk menarik obat dilarang dan memeriksa ulang semua ketentuan obat-obat untuk pasien.
Perintah ini, disampaikan Erick, sebagai respons atas menyebarnya penyakit AKI. Menurutnya, menarik obat dilarang beredar dan memeriksa obat sangat penting untuk keamanan dan keselamatan masyarakat. Terlebih dua hal itu merupakan prioritas utama dalam layanan kesehatan di BUMN.
“Saya sudah meminta Kimia Farma sejak awal untuk mengecek obat-obatan. Tidak hanya obat batuk, tapi obat-obatan yang lain yang memang harus aman dan sesuai,” kata Erick dalam keterangan resminya, Sabtu (22/10).
Ia menilai, BUMN harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Pihaknya tak ingin di tengah maraknya kasus gangguan ginjal akut, masyarakat justru tambah terbebani.
Karenanya, upaya pencegahan secara maksimal adalah bentuk konkret dari rasa keprihatinan yang terjadi akibat meninggalnya sejumlah anak-anak Indonesia.
Pihaknya terus mendorong Kimia Farma, Indofarma, rumah sakit BUMN, dan apotek-apotek Kimia Farma untuk menyortir jenis-jenis obat yang belum ada pernyataan aman. “Itu harus kami siapkan secara menyeluruh,” pungkasnya.
Menyoal ini, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Wiratno memastikan telah menghentikan sementara penjualan obat sirup sesuai instruksi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang melarang penjualan obat bebas ataupun obat terbatas dalam bentuk cair di apotek untuk sementara waktu.
Ia menegaskan, pihaknya selalu mendukung setiap kebijakan di sektor farmasi dari Pemerintah, selaku regulator.
“Untuk saat ini, kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat cairan atau sirup sampai ada pemberitahuan lebih lanjut dari Pemerintah,” jelas dia dalam keterangannya, Jumat (21/10).
Namun Ganti tidak menjelaskan, bagaimana dampak penghentian sementara penjualan obat sirup ke bisnis Kimia Farma.
Diketahui, Kimia Farma memiliki beberapa produk obat sirup yang dijual bebas atau Over The Counter (OTC).
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengapresiasi langkah yang diambil Kementerian BUMN. Langkah menarik obat dengan bahan baku berbahaya, efektif mencegah kasus gagal ginjal.
“Karena kalau hanya diimbau dan di pasar obat tersebut masih tersedia, itu masih memicu potensi masyarakat membeli obat tersebut di apotek,” kata Tulus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Kementerian Kesehatan mencatat jumlah temuan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 269 orang per Rabu (26/10). Ratusan kasus itu tersebar di 27 provinsi Indonesia. Sebanyak 157 pasien di antaranya atau sekitar 58 persen dinyatakan meninggal dunia.
Setelah melewati serangkaian pemeriksaan, Kemenkes kembali mengizinkan tenaga kesehatan meresepkan 156 obat sirup, yang sebelumnya dilarang karena diduga mengandung zat berbahaya pemicu gangguan ginjal akut pada anak-anak.
Ratusan obat itu dipastikan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/ atau Gliserin/Gliserol. Sehingga dinyatakan aman, sepanjang digunakan sesuai aturan pakai.
“Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi Badan POM,” jelas Juru bicara Kemenkes Syahril Mansyur, Selasa (25/10).
Tenaga Kesehatan di setiap fasilitas kesehatan dapat meresepkan atau memberikan obat sirup berdasarkan pengumuman dari BPOM.
Sementara untuk obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, tenaga kesehatan juga diizinkan meresepkan atau memberikan obat sesuai yang tercantum dalam lampiran dua daftar yang dikeluarkan BPOM, sampai didapatkan hasil pengujian. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID