Fadel Muhammad: Pidato Ketua MPR Terkait PPHN Sudah Benar –
5 min readWakil Ketua MPR dari Kelompok DPD Fadel Muhammad menegaskan, dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi MPR, Kelompok DPD, dan diikuti Badan Pengkajian MPR pada 25 Juli 2022, telah disepakati menerima laporan Badan Pengkajian MPR tentang rancangan subtansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Seluruh fraksi MPR dan kelompok DPD juga sepakat menggelar Sidang Paripurna untuk pengambilan keputusan tentang Panitia Ad Hoc MPR yang akan menindak lanjuti rekomendasi Badan Pengkajian MPR untuk menyusun substansi PPHN dan mengkaji tentang bentuk hukumnya.
Menurut Fadel, yang disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam pidato Sidang Tahunan MPR dan Sidang Gabungan MPR, DPR dan DPD sudah sesuai dengan hasil Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi MPR. Berdasarkan hasil Rapat Gabungan, seluruh Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD yang hadir secara aklamasi menerima laporan Badan Pengkajian MPR tentang rancangan subtansi PPHN dan kajian tentang produk hukumnya.
“Dalam Rapat Gabungan tersebut juga disepakati menghadirkan PPHN tanpa melalui amandemen UUD NRI Tahun 1945. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan Ketetapan MPR melalui Konvensi Ketatanegaraan,” terang Fadel, di Jakarta, Kamis (18/8).
Rapat Gabungan yang digelar di Ruang Delegasi, Kompleks Parlemen, Jakarta, 25 Juli 2022, itu dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo didampingi para Wakil Ketua yaitu Ahmad Basarah, Yandri Susanto, dan Arsul Sani, serta Lestari Moerdijat yang mengikuti secara virtual. Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD di antaranya Tb Hasanuddin (PDIP), Sodik Mujahid (Partai Gerindra), Idris Laena (Partai Golkar), Neng Eem Marhamah (PKB), Benny K Harman (Partai Demokrat), Tifatul Sembiring (PKS), Jon Erizal (PAN), M Iqbal (PPP), dan Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD), sekaligus sebagai Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR. Ragab juga diikuti Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.
Fadel menerangkan, sesuai original intent Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945 sebelum diubah, menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.” Penulisan frasa garis-garis besar daripada haluan negara yang menjadi satu rangkaian kalimat dengan frasa menetapkan UUD mengandung makna, bahwa PPHN yang merupakan garis-garis besar daripada haluan negara, perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang hierarkinya berada di bawah UUD tetapi harus di atas UU. Alasannya, PPHN tidak boleh lebih filosofis dari UUD, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti UU.
“Idealnya PPHN perlu diatur melalui Ketetapan MPR, dengan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD NRI Tahun 1945. Namun, untuk saat ini gagasan tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Karenanya, mengingat urgensinya berkaitan dengan momentum lima tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui Ketetapan MPR dapat dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan,” kata Fadel.
Fadel menambahkan, dalam membuat Keputusan MPR, harus dilakukan tiga tingkatan pembicaraan. Tingkat pertama, pembahasan dalam sidang paripurna MPR yang didahului oleh penjelasan pimpinan MPR, dilanjutkan dengan pandangan umum fraksi dan kelompok DPD. Tingkat kedua, pembahasan oleh Panitia Ad Hoc terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I, dan hasil pembahasan pada tingkat II. Inilah yang menjadi rancangan keputusan MPR. Tingkat ketiga, pengambilan keputusan oleh sidang paripurna MPR, setelah mendengar laporan pimpinan Panitia Ad Hoc, dan bila perlu kata akhir dari fraksi dan kelompok DPD.
“Awal bulan September yang akan datang, MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR, dengan terlebih dulu memberikan kesempatan kepada Fraksi dan Kelompok DPD untuk menyampaikan pemandangan umumnya. Kita harapkan MPR periode ini bisa menuntaskan rekomendasi MPR tentang PPHN yang telah melewati dua periode keanggotaan MPR,” tutup Fadel.■
]]> , Wakil Ketua MPR dari Kelompok DPD Fadel Muhammad menegaskan, dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi MPR, Kelompok DPD, dan diikuti Badan Pengkajian MPR pada 25 Juli 2022, telah disepakati menerima laporan Badan Pengkajian MPR tentang rancangan subtansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Seluruh fraksi MPR dan kelompok DPD juga sepakat menggelar Sidang Paripurna untuk pengambilan keputusan tentang Panitia Ad Hoc MPR yang akan menindak lanjuti rekomendasi Badan Pengkajian MPR untuk menyusun substansi PPHN dan mengkaji tentang bentuk hukumnya.
Menurut Fadel, yang disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam pidato Sidang Tahunan MPR dan Sidang Gabungan MPR, DPR dan DPD sudah sesuai dengan hasil Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi MPR. Berdasarkan hasil Rapat Gabungan, seluruh Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD yang hadir secara aklamasi menerima laporan Badan Pengkajian MPR tentang rancangan subtansi PPHN dan kajian tentang produk hukumnya.
“Dalam Rapat Gabungan tersebut juga disepakati menghadirkan PPHN tanpa melalui amandemen UUD NRI Tahun 1945. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan Ketetapan MPR melalui Konvensi Ketatanegaraan,” terang Fadel, di Jakarta, Kamis (18/8).
Rapat Gabungan yang digelar di Ruang Delegasi, Kompleks Parlemen, Jakarta, 25 Juli 2022, itu dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo didampingi para Wakil Ketua yaitu Ahmad Basarah, Yandri Susanto, dan Arsul Sani, serta Lestari Moerdijat yang mengikuti secara virtual. Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD di antaranya Tb Hasanuddin (PDIP), Sodik Mujahid (Partai Gerindra), Idris Laena (Partai Golkar), Neng Eem Marhamah (PKB), Benny K Harman (Partai Demokrat), Tifatul Sembiring (PKS), Jon Erizal (PAN), M Iqbal (PPP), dan Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD), sekaligus sebagai Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR. Ragab juga diikuti Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.
Fadel menerangkan, sesuai original intent Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945 sebelum diubah, menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.” Penulisan frasa garis-garis besar daripada haluan negara yang menjadi satu rangkaian kalimat dengan frasa menetapkan UUD mengandung makna, bahwa PPHN yang merupakan garis-garis besar daripada haluan negara, perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang hierarkinya berada di bawah UUD tetapi harus di atas UU. Alasannya, PPHN tidak boleh lebih filosofis dari UUD, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti UU.
“Idealnya PPHN perlu diatur melalui Ketetapan MPR, dengan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD NRI Tahun 1945. Namun, untuk saat ini gagasan tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Karenanya, mengingat urgensinya berkaitan dengan momentum lima tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui Ketetapan MPR dapat dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan,” kata Fadel.
Fadel menambahkan, dalam membuat Keputusan MPR, harus dilakukan tiga tingkatan pembicaraan. Tingkat pertama, pembahasan dalam sidang paripurna MPR yang didahului oleh penjelasan pimpinan MPR, dilanjutkan dengan pandangan umum fraksi dan kelompok DPD. Tingkat kedua, pembahasan oleh Panitia Ad Hoc terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I, dan hasil pembahasan pada tingkat II. Inilah yang menjadi rancangan keputusan MPR. Tingkat ketiga, pengambilan keputusan oleh sidang paripurna MPR, setelah mendengar laporan pimpinan Panitia Ad Hoc, dan bila perlu kata akhir dari fraksi dan kelompok DPD.
“Awal bulan September yang akan datang, MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR, dengan terlebih dulu memberikan kesempatan kepada Fraksi dan Kelompok DPD untuk menyampaikan pemandangan umumnya. Kita harapkan MPR periode ini bisa menuntaskan rekomendasi MPR tentang PPHN yang telah melewati dua periode keanggotaan MPR,” tutup Fadel.■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID