Etilen Glikol, Biang Kerok Kasus Gagal Ginjal Akut, Ternyata Disukai Hewan –
5 min readEtilen glikol (EG). Nama senyawa berbahaya ini tengah populer di Tanah Air. Lantaran menjadi biang kerok tingginya kasus gagal ginjal akut pada anak Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan fakta, etilen glikol tak sekadar mencemari sirup obat yang diminum anak-anak. Tetapi juga menjadi bahan pelarut sirup obat.
“Ada penggunaan yang tidak sesuai syarat dari bahan baku tersebut. Bisa jadi, dari sumber bahan bakunya. Bagaimana industri mendapatkan supplier bahan bakunya. Bisa jadi, salah satu kemungkinannya adalah tidak menggunakan PG (polietilen glikol) dan PEG (polidietilen glikol). Tetapi malah menggunakan EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol),” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Kamis (27/10).
“Mereka menggunakannya sebagai pelarut, mengingat begitu tingginya kandungan EG dan DEG dalam hasil analisis yang kami dapatkan pada produk-produk yang tidak memenuhi syarat,” terangnya.
Penny menegaskan, bahan pelarut obat nantinya harus mengantongi Surat Keterangan Impor dari BPOM. Sehingga, BPOM bisa mengawasi secara ketat dari awal.
Sebenarnya, apa itu etilen glikol. Mengapa dia sedemikian berbahaya bagi tubuh? Bagaimana rute paparannya, sehingga bisa mengakibatkan keracunan yang fatal?
Soal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. Zubairi Djoerban yang akrab disapa Prof. Beri menjelaskan, orang banyak yang tidak curiga atau khawatir, meski sebetulnya telah terkontaminasi etilen glikol. Sebab, warnanya jernih dan tidak berbau.
Etilen glikol tak hanya dapat ditemukan di sirup obat, tetapi juga produk pembersih atau pelarut.
“Etilen glikol merupakan bahan utama cairan radiator di Amerika Serikat. Berguna untuk mencegah radiator panas berlebih atau beku, tergantung musim,” jelas Prof. Beri melalui laman Instagram-nya, Jumat (28/10).
Bagaimana dengan rasanya? Prof. Beri bilang, senyawa dengan rumus kimia C2H6O2 ini memiliki rasa manis.
Itu sebabnya, ada beberapa hewan yang “doyan”.
“Banyak dokter hewan di Amerika yang akrab dengan toksisitas etilen glikol, karena seringnya kasus keracunan pada anjing dan kucing, yang menjilat cairan radiator,” kata Prof. Beri.
Rute Paparan
Prof. Beri menjelaskan, etilen glikol yang mengenai/menetes/terserap di kulit, relatif tidak berbahaya. Bisa diabaikan, karena kulit memiliki sifat penyerapan yang terbatas.
“Paparan melalui rute ini, umumnya tidak menyebabkan efek toksik,” ujarnya.
Jika mengenai saluran pernapasan, iritasi mungkin saja terjadi. Tapi, kasusnya amat sedikit.
“Kecuali cairan yang mengandung etilen glikol itu dipanaskan dan dikocok, kemudian disemprotkan. Itu bisa menyebabkan keracunan,” papar dokter kelahiran Kauman Yogyakarta, 11 Februari 1947 ini.
Menurut Prof. Beri, rute paparan etilen glikol yang paling sering terjadi, adalah lewat mulut. Seperti pada kasus di Gambia dan Indonesia, yang diduga akibat sirup obat.
Berikut tahapan yang dialami tubuh, jika keracunan etilen glikol:
Stadium 1
Pada rentang 30 menit sampai 12 jam setelah paparan, metabolit dari etilen glikol ini memproduksi zat yang dapat membikin depresi sistem saraf pusat.
Sehingga, menyebabkan intoksikasi, mirip hiperosmolaritas yang bisa terjadi akibat minum alkohol ataupun etanol.
Stadium 2
Dalam waktu 12 hingga 48 jam, metabolit etilen glikol akan menghasilkan asidosis berat. Darah menjadi asam, sehingga menimbulkan hiperventilasi.
Napas menjadi sangat cepat. Terbentuk kristal-kristal kalsium oksalat yang mengendap di otak, paru, ginjal, dan jantung.
Stadium 3
Dalam 24 hingga 72 jam, cedera ginjal akut dapat terjadi akibat efek langsung keracunan etilen glikol.
Kalau keracunannya berat, bisa mengakibatkan koma, tidak sadar, hingga meninggal.
Keracunan di ginjal merupakan konsekuensi utama akibat penyerapan etilen glikol, yang menbuat sel-sel ginjal mati dan rusak.
Ini yang disebut nekrosis tubular, yang dapat menyebabkan gagal ginjal dalam waktu 24 – 28 jam.
“Jika kerusakan ginjal tidak diobati, anak jadi tidak bisa pipis. Jumlah urine-nya sangat sedikit, sehingga harus segera dilakukan hemodialisis atau cuci darah, yang bukan satu dua kali. Tapi jangka panjang,” beber Prof. Beri, yang juga Ketua Satuan Tugas Ikatan Dokter Indonesia (Satgas IDI) untuk Covid-19.
“Keracunan etilen glikol, juga bisa menyebabkan tingginya kadar kalium. Sehingga, mengganggu irama jantung yang berujung pada kematian,” pungkasnya. ■
]]> , Etilen glikol (EG). Nama senyawa berbahaya ini tengah populer di Tanah Air. Lantaran menjadi biang kerok tingginya kasus gagal ginjal akut pada anak Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan fakta, etilen glikol tak sekadar mencemari sirup obat yang diminum anak-anak. Tetapi juga menjadi bahan pelarut sirup obat.
“Ada penggunaan yang tidak sesuai syarat dari bahan baku tersebut. Bisa jadi, dari sumber bahan bakunya. Bagaimana industri mendapatkan supplier bahan bakunya. Bisa jadi, salah satu kemungkinannya adalah tidak menggunakan PG (polietilen glikol) dan PEG (polidietilen glikol). Tetapi malah menggunakan EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol),” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Kamis (27/10).
“Mereka menggunakannya sebagai pelarut, mengingat begitu tingginya kandungan EG dan DEG dalam hasil analisis yang kami dapatkan pada produk-produk yang tidak memenuhi syarat,” terangnya.
Penny menegaskan, bahan pelarut obat nantinya harus mengantongi Surat Keterangan Impor dari BPOM. Sehingga, BPOM bisa mengawasi secara ketat dari awal.
Sebenarnya, apa itu etilen glikol. Mengapa dia sedemikian berbahaya bagi tubuh? Bagaimana rute paparannya, sehingga bisa mengakibatkan keracunan yang fatal?
Soal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. Zubairi Djoerban yang akrab disapa Prof. Beri menjelaskan, orang banyak yang tidak curiga atau khawatir, meski sebetulnya telah terkontaminasi etilen glikol. Sebab, warnanya jernih dan tidak berbau.
Etilen glikol tak hanya dapat ditemukan di sirup obat, tetapi juga produk pembersih atau pelarut.
“Etilen glikol merupakan bahan utama cairan radiator di Amerika Serikat. Berguna untuk mencegah radiator panas berlebih atau beku, tergantung musim,” jelas Prof. Beri melalui laman Instagram-nya, Jumat (28/10).
Bagaimana dengan rasanya? Prof. Beri bilang, senyawa dengan rumus kimia C2H6O2 ini memiliki rasa manis.
Itu sebabnya, ada beberapa hewan yang “doyan”.
“Banyak dokter hewan di Amerika yang akrab dengan toksisitas etilen glikol, karena seringnya kasus keracunan pada anjing dan kucing, yang menjilat cairan radiator,” kata Prof. Beri.
Rute Paparan
Prof. Beri menjelaskan, etilen glikol yang mengenai/menetes/terserap di kulit, relatif tidak berbahaya. Bisa diabaikan, karena kulit memiliki sifat penyerapan yang terbatas.
“Paparan melalui rute ini, umumnya tidak menyebabkan efek toksik,” ujarnya.
Jika mengenai saluran pernapasan, iritasi mungkin saja terjadi. Tapi, kasusnya amat sedikit.
“Kecuali cairan yang mengandung etilen glikol itu dipanaskan dan dikocok, kemudian disemprotkan. Itu bisa menyebabkan keracunan,” papar dokter kelahiran Kauman Yogyakarta, 11 Februari 1947 ini.
Menurut Prof. Beri, rute paparan etilen glikol yang paling sering terjadi, adalah lewat mulut. Seperti pada kasus di Gambia dan Indonesia, yang diduga akibat sirup obat.
Berikut tahapan yang dialami tubuh, jika keracunan etilen glikol:
Stadium 1
Pada rentang 30 menit sampai 12 jam setelah paparan, metabolit dari etilen glikol ini memproduksi zat yang dapat membikin depresi sistem saraf pusat.
Sehingga, menyebabkan intoksikasi, mirip hiperosmolaritas yang bisa terjadi akibat minum alkohol ataupun etanol.
Stadium 2
Dalam waktu 12 hingga 48 jam, metabolit etilen glikol akan menghasilkan asidosis berat. Darah menjadi asam, sehingga menimbulkan hiperventilasi.
Napas menjadi sangat cepat. Terbentuk kristal-kristal kalsium oksalat yang mengendap di otak, paru, ginjal, dan jantung.
Stadium 3
Dalam 24 hingga 72 jam, cedera ginjal akut dapat terjadi akibat efek langsung keracunan etilen glikol.
Kalau keracunannya berat, bisa mengakibatkan koma, tidak sadar, hingga meninggal.
Keracunan di ginjal merupakan konsekuensi utama akibat penyerapan etilen glikol, yang menbuat sel-sel ginjal mati dan rusak.
Ini yang disebut nekrosis tubular, yang dapat menyebabkan gagal ginjal dalam waktu 24 – 28 jam.
“Jika kerusakan ginjal tidak diobati, anak jadi tidak bisa pipis. Jumlah urine-nya sangat sedikit, sehingga harus segera dilakukan hemodialisis atau cuci darah, yang bukan satu dua kali. Tapi jangka panjang,” beber Prof. Beri, yang juga Ketua Satuan Tugas Ikatan Dokter Indonesia (Satgas IDI) untuk Covid-19.
“Keracunan etilen glikol, juga bisa menyebabkan tingginya kadar kalium. Sehingga, mengganggu irama jantung yang berujung pada kematian,” pungkasnya. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID