DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
11 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Digabung Dengan Holding Rumah Sakit BUMN Diharapkan Bisa Pangkas Impor Farmasi –

6 min read

Pemerintah berencana menggabungkan Holding BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Farmasi dengan Holding Rumah Sakit (RS). Langkah ini diharapkan memperkuat program ketahanan kesehatan nasional.

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), selaku induk Holding BUMN Farmasi Honesti Basyir mengatakan, penggabungan dua holding ini adalah penugasan Pemerintah yang diharapkan terlaksana tahun ini.

“Mungkin namanya akan jadi Holding Kesehatan,” ujarnya, dalam acara Ngobrol Pagi (Ngopi) Bareng BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (22/8).

Saat ini, Holding Farmasi beranggotakan PT Kimia Farma dan PT Indofarma. Sehingga holding ini memiliki elemen-elemen layanan kesehatan yang lengkap. Yakni mulai dari manufaktur, sistem distribusi dan layanan kesehatan seperti klinik. Serta menjadi jaringan ritel farmasi terbesar di Indonesia, melalui outlet-outlet apotek Kimia Farma.

Bahkan per Juli tahun ini, kata dia, pihaknya mendapatkan satu anggota baru, yakni PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau Inuki, yang berfokus pada produk radiofarmaka atau pengobatan berbasis nuklir.

Bila dilihat dari grup, holding ini tak lagi bisa disebut Holding Farmasi. Sebab, ekosistem yang dimiliki holding farmasi sudah mencakup dari sektor hulu hingga hilir. Namun belum memiliki rumah sakit.

“Holding BUMN Farmasi ini, lebih di sisi pemasok seperti obat, vaksin dan alat kesehatan. Sedangkan di layanan kesehatan, kami harus memperkuat hal tersebut, apakah itu rumah sakit atau klinik,” ungkapnya.

Honesti menilai, dengan penggabungan Holding Farmasi dan Holding RS, pihaknya tidak hanya menguasai sisi produk, namun layanan kesehatan.

Apalagi hingga kini belum ada benchmark di dunia, di mana ada korporasi yang memiliki ekosistem sangat lengkap di industri layanan kesehatan.

“Kalau kita bisa mengintegrasikan sisi suplai dan permintaan, maka hal ini luar biasa. Dan itulah yang menjadi amanah buat kami,” tuturnya.

Di samping itu, Bio Farma berencana melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun sebelum melakukan aksi korporasi itu, perseroan akan melakukan spin off lini usaha operating atau manufaktur. Dan membentuknya sebagai suatu entitas perusahaan baru.

 

Ia menargetkan, proses spin off akan rampung pada kuartal IV-2022.

“Bio Farma ini selain sebagai holding juga sebagai produsen vaksin. Ada operating-nya, punya pabrik vaksin. Pabriknya yang kami spin off. Jadi, Bio Farma fokus sebagai holding company saja,” bebernya.

Hal ini juga sesuai arahan Kementerian BUMN agar melakukan unlock value, untuk perusahaan dengan kategori vaksin.

Meski demikian, ia masih mempertimbangkan waktu pelaksanaan IPO tersebut. Mengingat tahun depan Indonesia akan memasuki event besar, yaitu Pemilu.

“Kami masih lihat timing-nya. Apalagi 2023 banyak agenda dan itu jelang tahun politik. Investor biasanya cenderung wait and see,” sambungnya.

Ia memastikan, IPO juga bukan satu-satunya pilihan bagi Bio Farma. Sebab, masih ada opsi lainnya yaitu mencari investor strategis untuk masuk dan berinvestasi di perusahaan tersebut.

Sekadar informasi, Holding Farmasi dibentuk pada 31 Januari 2020. Dan kini memiliki 13 fasilitas manufaktur farmasi untuk produksi vaksin, obat, herbal, dan alat kesehatan.

Holding Farmasi ini juga telah mengekspor berbagai produk ke lebih 150 negara di seluruh dunia. Bahkan, menyuplai dua per tiga kebutuhan vaksin polio secara global.

Bio Farma beserta anak usahanya juga memiliki 1.262 jaringan distribusi ritel farmasi, 600 klinik kesehatan, dan 62 laboratorium diagnostik.

Menanggapi ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyambut positif rencana tersebut.

Sebab, menurutnya, dengan penggabungan dua holding BUMN yang sama-sama bergerak di sektor kesehatan ini, bisa menghadirkan layanan kesehatan yang end to end.

Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun, maka sudah seharusnya mendorong seluruh perusahaan kesehatan hingga lembaga Pemerintah berbenah diri di sektor produk dan jasa kesehatan.

 

“Dua holding ini segmentasinya kan berbeda, satu farmasi, satu lagi rumah sakit. Dilihat dari urgensinya, tentu ini langkah yang baik untuk bersinergi, agar layanan kesehatan benar-benar dijalankan dari hulu ke hilir,” ucap Trubus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia menggarisbawahi penanganan public health yang masih perlu ditingkatkan. Khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berada di daerah.

Sehingga holding kesehatan ini harus bisa memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dalam negeri secara menyeluruh.

“Pemerataan akses kesehatan harus bisa dilakukan ke depannya. Khususnya, bagi masyarakat miskin,” tegasnya.

Selain itu, penggabungan holding ini juga harus ditekankan untuk tujuan pengurangan impor obat-obatan.

Ia memahami, hingga saat ini masih ada bahan baku obat yang tidak didapat atau tidak bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga harus impor.

“Tapi kita harus terus berupaya mengurangi ketergantungan impor itu. Lalu menjadikan produk-produk dalam negeri sebagai prioritas penggunaannya dalam pelayanan kesehatan di Indonesia,” katanya.

Setelah mampu meng-cover layanan kesehatan dalam negeri, imbuhnya, lalu bisa dilanjutkan dengan mendorong hasil produksi ke pasar global.

Ia optimistis, dengan penguatan jaringan layanan kesehatan, infrastruktur dan transformasi yang dilakukan di sektor kesehatan ini, akan mampu mewujudkan ketahanan kesehatan nasional di masa mendatang.

“Belajar dari pandemi agar mampu memberikan layanan kesehatan yang lebih baik ke depannya,” pungkas Trubus. ■
]]> , Pemerintah berencana menggabungkan Holding BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Farmasi dengan Holding Rumah Sakit (RS). Langkah ini diharapkan memperkuat program ketahanan kesehatan nasional.

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), selaku induk Holding BUMN Farmasi Honesti Basyir mengatakan, penggabungan dua holding ini adalah penugasan Pemerintah yang diharapkan terlaksana tahun ini.

“Mungkin namanya akan jadi Holding Kesehatan,” ujarnya, dalam acara Ngobrol Pagi (Ngopi) Bareng BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (22/8).

Saat ini, Holding Farmasi beranggotakan PT Kimia Farma dan PT Indofarma. Sehingga holding ini memiliki elemen-elemen layanan kesehatan yang lengkap. Yakni mulai dari manufaktur, sistem distribusi dan layanan kesehatan seperti klinik. Serta menjadi jaringan ritel farmasi terbesar di Indonesia, melalui outlet-outlet apotek Kimia Farma.

Bahkan per Juli tahun ini, kata dia, pihaknya mendapatkan satu anggota baru, yakni PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau Inuki, yang berfokus pada produk radiofarmaka atau pengobatan berbasis nuklir.

Bila dilihat dari grup, holding ini tak lagi bisa disebut Holding Farmasi. Sebab, ekosistem yang dimiliki holding farmasi sudah mencakup dari sektor hulu hingga hilir. Namun belum memiliki rumah sakit.

“Holding BUMN Farmasi ini, lebih di sisi pemasok seperti obat, vaksin dan alat kesehatan. Sedangkan di layanan kesehatan, kami harus memperkuat hal tersebut, apakah itu rumah sakit atau klinik,” ungkapnya.

Honesti menilai, dengan penggabungan Holding Farmasi dan Holding RS, pihaknya tidak hanya menguasai sisi produk, namun layanan kesehatan.

Apalagi hingga kini belum ada benchmark di dunia, di mana ada korporasi yang memiliki ekosistem sangat lengkap di industri layanan kesehatan.

“Kalau kita bisa mengintegrasikan sisi suplai dan permintaan, maka hal ini luar biasa. Dan itulah yang menjadi amanah buat kami,” tuturnya.

Di samping itu, Bio Farma berencana melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun sebelum melakukan aksi korporasi itu, perseroan akan melakukan spin off lini usaha operating atau manufaktur. Dan membentuknya sebagai suatu entitas perusahaan baru.

 

Ia menargetkan, proses spin off akan rampung pada kuartal IV-2022.

“Bio Farma ini selain sebagai holding juga sebagai produsen vaksin. Ada operating-nya, punya pabrik vaksin. Pabriknya yang kami spin off. Jadi, Bio Farma fokus sebagai holding company saja,” bebernya.

Hal ini juga sesuai arahan Kementerian BUMN agar melakukan unlock value, untuk perusahaan dengan kategori vaksin.

Meski demikian, ia masih mempertimbangkan waktu pelaksanaan IPO tersebut. Mengingat tahun depan Indonesia akan memasuki event besar, yaitu Pemilu.

“Kami masih lihat timing-nya. Apalagi 2023 banyak agenda dan itu jelang tahun politik. Investor biasanya cenderung wait and see,” sambungnya.

Ia memastikan, IPO juga bukan satu-satunya pilihan bagi Bio Farma. Sebab, masih ada opsi lainnya yaitu mencari investor strategis untuk masuk dan berinvestasi di perusahaan tersebut.

Sekadar informasi, Holding Farmasi dibentuk pada 31 Januari 2020. Dan kini memiliki 13 fasilitas manufaktur farmasi untuk produksi vaksin, obat, herbal, dan alat kesehatan.

Holding Farmasi ini juga telah mengekspor berbagai produk ke lebih 150 negara di seluruh dunia. Bahkan, menyuplai dua per tiga kebutuhan vaksin polio secara global.

Bio Farma beserta anak usahanya juga memiliki 1.262 jaringan distribusi ritel farmasi, 600 klinik kesehatan, dan 62 laboratorium diagnostik.

Menanggapi ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyambut positif rencana tersebut.

Sebab, menurutnya, dengan penggabungan dua holding BUMN yang sama-sama bergerak di sektor kesehatan ini, bisa menghadirkan layanan kesehatan yang end to end.

Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun, maka sudah seharusnya mendorong seluruh perusahaan kesehatan hingga lembaga Pemerintah berbenah diri di sektor produk dan jasa kesehatan.

 

“Dua holding ini segmentasinya kan berbeda, satu farmasi, satu lagi rumah sakit. Dilihat dari urgensinya, tentu ini langkah yang baik untuk bersinergi, agar layanan kesehatan benar-benar dijalankan dari hulu ke hilir,” ucap Trubus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia menggarisbawahi penanganan public health yang masih perlu ditingkatkan. Khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berada di daerah.

Sehingga holding kesehatan ini harus bisa memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dalam negeri secara menyeluruh.

“Pemerataan akses kesehatan harus bisa dilakukan ke depannya. Khususnya, bagi masyarakat miskin,” tegasnya.

Selain itu, penggabungan holding ini juga harus ditekankan untuk tujuan pengurangan impor obat-obatan.

Ia memahami, hingga saat ini masih ada bahan baku obat yang tidak didapat atau tidak bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga harus impor.

“Tapi kita harus terus berupaya mengurangi ketergantungan impor itu. Lalu menjadikan produk-produk dalam negeri sebagai prioritas penggunaannya dalam pelayanan kesehatan di Indonesia,” katanya.

Setelah mampu meng-cover layanan kesehatan dalam negeri, imbuhnya, lalu bisa dilanjutkan dengan mendorong hasil produksi ke pasar global.

Ia optimistis, dengan penguatan jaringan layanan kesehatan, infrastruktur dan transformasi yang dilakukan di sektor kesehatan ini, akan mampu mewujudkan ketahanan kesehatan nasional di masa mendatang.

“Belajar dari pandemi agar mampu memberikan layanan kesehatan yang lebih baik ke depannya,” pungkas Trubus. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |