DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
16 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Demi Jaga Pasokan Listrik ESDM Lanjutkan Bangun Proyek PLTU Batubara –

4 min read

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara baru. Langkah itu dilakukan untuk menjaga pasokan listrik domestik di tengah momentum pemulihan ekonomi saat ini.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konser­vasi Energi (EBT) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan melan­jutkan kembali pembangunan PLTU batubara, sebagai tindak lanjut dari megaproyek 35 ribu megawatt (MW) hingga 2028.

“Pembangunan 35 ribu MW yang diluncurkan di awal 2015 itu masih proses konstruksi 11,3 giga watt (GW). Yang belum konstruksi 2,5 GW, dan itu yang terus kita pantau, sedang dilihat apakah dilanjutkan atau tidak,” kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC, kemarin.

Dadan memastikan, pem­bangunan PLTU batubara baru yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Lis­trik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan tetap dikerjakan dan ditar­get beroperasi hingga 2050.

Menurutnya, PLTU batubara itu bakal menjaga keekonomian dari kawasan industri strategis yang telah ditetapkan Pemerintah.

“PLTU tidak hanya ada di jaringan PLN. Ada PLTU yang digunakan untuk industri. Itu yang akan terus berjalan,” ujarnya.

Sebelumnya, Pemerintah melarang pembangunan PLTU berbasis batubara serta percepa­tan pemensiunan PLTU.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbaru­kan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Dadan mengakui, Peraturan Presiden terkait Energi Baru Terbarukan ini didasarkan pada komitmen Pemerintah Indonesia mencapai target netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, atau lebih cepat.

Salah satu caranya, dengan mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit berbahan bakar batubara.

Namun, Dadan menegaskan, pemensiunan PLTU akan dilaku­kan selektif. Masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan listrik jika PLTU batu­bara dimatikan.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sin­thya Roesly mengatakan, penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 menjadi langkah awal perseroan memberi ruang in­vestasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional.

Di satu sisi, langkah itu diperkirakan menelan investasi sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 89,3 triliun. Di sisi lain, PLN mesti menaik­kan kapasitas serta ekosistem pembangkit energi baru terba­rukan dengan nilai investasi menyentuh 1,2 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 17.772 triliun hingga 2050.

 

“Ini bukan biaya kecil. Kami harus lihat kemampuan fiskal Indonesia, seberapa jauh me­nyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini. Apakah filantropi, multilateral, bi­lateral atau swasta tertarik masuk,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengata­kan, mempercepat pensiun dini PLTU batubara akan menelan biaya lebih dari 32 miliar dolar AS hingga 2050.

Namun, kata Fabby, rencana tersebut mempunyai manfaat positif terhindarnya biaya sub­sidi listrik dari PLTU. Dan biaya kesehatan yang masing-masing berjumlah 34,8 miliar dolar AS dan 61,3 miliar dolar AS.

Menurutnya, biaya sub­sidi listrik dan kesehatan itu 2 hingga 4 kali lebih besar dari biaya aset terbengka­lai, penghentian pembangkit (decommissioning), transisi pekerjaan dan kerugian peneri­maan negara dari penghentian batubara. [KPJ] ]]> , Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara baru. Langkah itu dilakukan untuk menjaga pasokan listrik domestik di tengah momentum pemulihan ekonomi saat ini.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konser­vasi Energi (EBT) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan melan­jutkan kembali pembangunan PLTU batubara, sebagai tindak lanjut dari megaproyek 35 ribu megawatt (MW) hingga 2028.

“Pembangunan 35 ribu MW yang diluncurkan di awal 2015 itu masih proses konstruksi 11,3 giga watt (GW). Yang belum konstruksi 2,5 GW, dan itu yang terus kita pantau, sedang dilihat apakah dilanjutkan atau tidak,” kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC, kemarin.

Dadan memastikan, pem­bangunan PLTU batubara baru yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Lis­trik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan tetap dikerjakan dan ditar­get beroperasi hingga 2050.

Menurutnya, PLTU batubara itu bakal menjaga keekonomian dari kawasan industri strategis yang telah ditetapkan Pemerintah.

“PLTU tidak hanya ada di jaringan PLN. Ada PLTU yang digunakan untuk industri. Itu yang akan terus berjalan,” ujarnya.

Sebelumnya, Pemerintah melarang pembangunan PLTU berbasis batubara serta percepa­tan pemensiunan PLTU.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbaru­kan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Dadan mengakui, Peraturan Presiden terkait Energi Baru Terbarukan ini didasarkan pada komitmen Pemerintah Indonesia mencapai target netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, atau lebih cepat.

Salah satu caranya, dengan mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit berbahan bakar batubara.

Namun, Dadan menegaskan, pemensiunan PLTU akan dilaku­kan selektif. Masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan listrik jika PLTU batu­bara dimatikan.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sin­thya Roesly mengatakan, penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 menjadi langkah awal perseroan memberi ruang in­vestasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional.

Di satu sisi, langkah itu diperkirakan menelan investasi sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 89,3 triliun. Di sisi lain, PLN mesti menaik­kan kapasitas serta ekosistem pembangkit energi baru terba­rukan dengan nilai investasi menyentuh 1,2 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 17.772 triliun hingga 2050.

 

“Ini bukan biaya kecil. Kami harus lihat kemampuan fiskal Indonesia, seberapa jauh me­nyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini. Apakah filantropi, multilateral, bi­lateral atau swasta tertarik masuk,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengata­kan, mempercepat pensiun dini PLTU batubara akan menelan biaya lebih dari 32 miliar dolar AS hingga 2050.

Namun, kata Fabby, rencana tersebut mempunyai manfaat positif terhindarnya biaya sub­sidi listrik dari PLTU. Dan biaya kesehatan yang masing-masing berjumlah 34,8 miliar dolar AS dan 61,3 miliar dolar AS.

Menurutnya, biaya sub­sidi listrik dan kesehatan itu 2 hingga 4 kali lebih besar dari biaya aset terbengka­lai, penghentian pembangkit (decommissioning), transisi pekerjaan dan kerugian peneri­maan negara dari penghentian batubara. [KPJ]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |