Demi Jaga Pasokan Listrik ESDM Lanjutkan Bangun Proyek PLTU Batubara –
4 min readKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara baru. Langkah itu dilakukan untuk menjaga pasokan listrik domestik di tengah momentum pemulihan ekonomi saat ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBT) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan melanjutkan kembali pembangunan PLTU batubara, sebagai tindak lanjut dari megaproyek 35 ribu megawatt (MW) hingga 2028.
“Pembangunan 35 ribu MW yang diluncurkan di awal 2015 itu masih proses konstruksi 11,3 giga watt (GW). Yang belum konstruksi 2,5 GW, dan itu yang terus kita pantau, sedang dilihat apakah dilanjutkan atau tidak,” kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC, kemarin.
Dadan memastikan, pembangunan PLTU batubara baru yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan tetap dikerjakan dan ditarget beroperasi hingga 2050.
Menurutnya, PLTU batubara itu bakal menjaga keekonomian dari kawasan industri strategis yang telah ditetapkan Pemerintah.
“PLTU tidak hanya ada di jaringan PLN. Ada PLTU yang digunakan untuk industri. Itu yang akan terus berjalan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah melarang pembangunan PLTU berbasis batubara serta percepatan pemensiunan PLTU.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dadan mengakui, Peraturan Presiden terkait Energi Baru Terbarukan ini didasarkan pada komitmen Pemerintah Indonesia mencapai target netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, atau lebih cepat.
Salah satu caranya, dengan mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit berbahan bakar batubara.
Namun, Dadan menegaskan, pemensiunan PLTU akan dilakukan selektif. Masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan listrik jika PLTU batubara dimatikan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly mengatakan, penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 menjadi langkah awal perseroan memberi ruang investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional.
Di satu sisi, langkah itu diperkirakan menelan investasi sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 89,3 triliun. Di sisi lain, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit energi baru terbarukan dengan nilai investasi menyentuh 1,2 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 17.772 triliun hingga 2050.
“Ini bukan biaya kecil. Kami harus lihat kemampuan fiskal Indonesia, seberapa jauh menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini. Apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik masuk,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, mempercepat pensiun dini PLTU batubara akan menelan biaya lebih dari 32 miliar dolar AS hingga 2050.
Namun, kata Fabby, rencana tersebut mempunyai manfaat positif terhindarnya biaya subsidi listrik dari PLTU. Dan biaya kesehatan yang masing-masing berjumlah 34,8 miliar dolar AS dan 61,3 miliar dolar AS.
Menurutnya, biaya subsidi listrik dan kesehatan itu 2 hingga 4 kali lebih besar dari biaya aset terbengkalai, penghentian pembangkit (decommissioning), transisi pekerjaan dan kerugian penerimaan negara dari penghentian batubara. [KPJ] ]]> , Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara baru. Langkah itu dilakukan untuk menjaga pasokan listrik domestik di tengah momentum pemulihan ekonomi saat ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBT) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan melanjutkan kembali pembangunan PLTU batubara, sebagai tindak lanjut dari megaproyek 35 ribu megawatt (MW) hingga 2028.
“Pembangunan 35 ribu MW yang diluncurkan di awal 2015 itu masih proses konstruksi 11,3 giga watt (GW). Yang belum konstruksi 2,5 GW, dan itu yang terus kita pantau, sedang dilihat apakah dilanjutkan atau tidak,” kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC, kemarin.
Dadan memastikan, pembangunan PLTU batubara baru yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, akan tetap dikerjakan dan ditarget beroperasi hingga 2050.
Menurutnya, PLTU batubara itu bakal menjaga keekonomian dari kawasan industri strategis yang telah ditetapkan Pemerintah.
“PLTU tidak hanya ada di jaringan PLN. Ada PLTU yang digunakan untuk industri. Itu yang akan terus berjalan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah melarang pembangunan PLTU berbasis batubara serta percepatan pemensiunan PLTU.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dadan mengakui, Peraturan Presiden terkait Energi Baru Terbarukan ini didasarkan pada komitmen Pemerintah Indonesia mencapai target netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, atau lebih cepat.
Salah satu caranya, dengan mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit berbahan bakar batubara.
Namun, Dadan menegaskan, pemensiunan PLTU akan dilakukan selektif. Masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan listrik jika PLTU batubara dimatikan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly mengatakan, penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 menjadi langkah awal perseroan memberi ruang investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional.
Di satu sisi, langkah itu diperkirakan menelan investasi sebesar 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 89,3 triliun. Di sisi lain, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit energi baru terbarukan dengan nilai investasi menyentuh 1,2 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 17.772 triliun hingga 2050.
“Ini bukan biaya kecil. Kami harus lihat kemampuan fiskal Indonesia, seberapa jauh menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini. Apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik masuk,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, mempercepat pensiun dini PLTU batubara akan menelan biaya lebih dari 32 miliar dolar AS hingga 2050.
Namun, kata Fabby, rencana tersebut mempunyai manfaat positif terhindarnya biaya subsidi listrik dari PLTU. Dan biaya kesehatan yang masing-masing berjumlah 34,8 miliar dolar AS dan 61,3 miliar dolar AS.
Menurutnya, biaya subsidi listrik dan kesehatan itu 2 hingga 4 kali lebih besar dari biaya aset terbengkalai, penghentian pembangkit (decommissioning), transisi pekerjaan dan kerugian penerimaan negara dari penghentian batubara. [KPJ]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID