DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
17 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Buron 6 Tahun Di Malaysia Koruptor Aset PT KAI Akhirnya Nyerah Juga –

6 min read

Lagi, buronan kasus korupsi mengakhiri pelariannya. Handoko Lie pulang setelah enam tahun kabur ke luar negeri.

Handoko terpidana kasus korupsi penguasaan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Medan, Sumatera Utara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, Handoko menyerahkan diri pada Jumat (23/9/2022) pukul 17.00 WIB.

Handoko kongkalikong dengan Wali Kota Medan untuk mencaplok aset milik PT KAI di Jalan Jawa Gang Buntu. Luas lahannya dua blok.

“Digunakan untuk membangun properti berupa apartemen, mal, serta rumah sakit,” kata Ketut lewat keterangan tertulis Senin (26/9/2022).

Akibat perbuatan Handoko, negara mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp187 miliar. Terpidana kabur saat akan Kejaksaan hendak mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor perkara 1437 K/ Pid.sus/2016.

Berdasarkan putusan itu, Handoko divonis 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Serta membayar uang pengganti sejumlah Rp187.815.741.000.

“Terpidana melarikan diri ke Singapura dan menetap di Malaysia selama enam tahun,” kata Sumedana.

Tim Tangkap Buronan Kejaksaan Agung melacak keberadaan Handoko di negeri jiran. Handoko diimbau agar pulang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Setelah komunikasi intensif, Handoko bersedia pulang. Tim Kejagung menjemputnya di bandara pukul 15:30 WIB.

Setelah proses eksekusi putusan kasasi, Handoko dititipkan sementara di Rutan Kejagung.

“Terpidana rencananya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba untuk menjalani pidana,” kata Sumedana.

 

Sebelumnya, dalam proses penyidikan Kejaksaan Agung telah menahan Handoko. Handoko ditetapkan tersangka bersama Rahudman Harahap, mantan Walikota Medan.

Namun Pengadilan Tipikor Jakarta membebaskan Handoko dari dakwaan jaksa penuntut umum. Putusan itu diketuk 18 Desember 2015 oleh majelis hakim yang diketuai Tito Suhud dengan anggota Casmaya, Arifin, Sofialdi dan Alexander Marwata (kini pimpinan KPK-red).

Majelis hakim menyatakan dakwaan prematur dan tuntutan tidak dapat diterima (Niet Onvakekijke erklaard). Majelis pun memerintahkan Handoko dikeluarkan dari tahanan.

Kejaksaan tak tinggal diam Handoko lolos dari jerat hukum. Jaksa Farouk Fahrozi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan Tinggi DKI memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam amar putusannya, majelis hakim banding menyatakan Handoko terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya. Namun perbuatan tersebut bukan tindak pidana.

“Melepaskan rerdakwa dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya,” putus hakim tunggal Heru Mulyono Ilwan pada 14 Maret 2016.

Dua kali Handoko Lie lolos jerat hukum. Kejaksaan pun mengajukan kasasi. Langkah ini menuai hasil. “Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” putus MA.

MA pun membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 05/PID/TPK/2016/PT.DKI tanggal 14 Maret 2016.

“Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Handoko Lie terbukti secara sah dan meyakinkan kan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” putus MA.

PT KAI awalnya memiliki lahan 7 hektar di Jalan Jawa Medan, peninggalan Deli Spoorweg Maatschappij. Lahan dibagi menjadi A, B, C dan D.

Di atas area A, C, dan D, sudah dibangun perumahan bagi karyawan PT KAI dan berbagai fasilitas umum. Lahan B dihuni gubuk-gubuk liar.

 

Pada 1981, PT KAI ingin membangun perumahan karyawan di lahan Kelurahan Gang Buntu. Kecamatan Medan Timur (Lahan B). Kurang dana, PT KAI kerja sama dengan swasta. Pihak swasta membangun seluruh fasilitas perumahan dengan imbalan tanah.

Awalnya kerja sama dengan PT Inanta. Kerja sama itu mengharuskan PT KAI untuk melepaskan hak atas tanah terlebih dulu. Pemerintah saat itu hanya menyetujui jika pelepasan tanah kepada pemerintah daerah. PT KAI lalu melepas hak atas tanah kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Medan.

Kemudian pada 1982, Pemkot Medan mengajukan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) atas lahan tersebut yang diterbitkan Menteri Dalam Negeri pada tahun yang sama.

Kurun 1982 hingga 1994 terjadi perubahan-perubahan atas perjanjian. Pada 1989, hak dan kewajiban PT Inanta dialihkan kepada PT Bonauli. Pada 1990 perubahan lokasi pembangunan perumahan karyawan.

Hingga 1994, PT Bonauli tidak melakukan kewajiban membangun perumahan karyawan. Anehnya, PT Bonauli bisa memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah HPL. Padahal, di perjanjian tidak dapat memperoleh HGB sebelum memenuhi kewajiban membangun rumah.

Tanpa persetujuan PT KAI, tahun 2002, PT Bonauli mengalihkan hak dan kewajibannya kepada PT Agra Citra Karisma (ACK).

Perusahaan ini belakangan menawarkan ganti rugi Rp 13 miliar kepada PT KAI. Uang dititipkan di Pengadilan Negeri Medan. Pasalnya, di atas lahan yang dikuasai PT ACK itu sudah berdiri kompleks perkantoran dan bisnis Center Point. ■
]]> , Lagi, buronan kasus korupsi mengakhiri pelariannya. Handoko Lie pulang setelah enam tahun kabur ke luar negeri.

Handoko terpidana kasus korupsi penguasaan lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Medan, Sumatera Utara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, Handoko menyerahkan diri pada Jumat (23/9/2022) pukul 17.00 WIB.

Handoko kongkalikong dengan Wali Kota Medan untuk mencaplok aset milik PT KAI di Jalan Jawa Gang Buntu. Luas lahannya dua blok.

“Digunakan untuk membangun properti berupa apartemen, mal, serta rumah sakit,” kata Ketut lewat keterangan tertulis Senin (26/9/2022).

Akibat perbuatan Handoko, negara mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp187 miliar. Terpidana kabur saat akan Kejaksaan hendak mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor perkara 1437 K/ Pid.sus/2016.

Berdasarkan putusan itu, Handoko divonis 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Serta membayar uang pengganti sejumlah Rp187.815.741.000.

“Terpidana melarikan diri ke Singapura dan menetap di Malaysia selama enam tahun,” kata Sumedana.

Tim Tangkap Buronan Kejaksaan Agung melacak keberadaan Handoko di negeri jiran. Handoko diimbau agar pulang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Setelah komunikasi intensif, Handoko bersedia pulang. Tim Kejagung menjemputnya di bandara pukul 15:30 WIB.

Setelah proses eksekusi putusan kasasi, Handoko dititipkan sementara di Rutan Kejagung.

“Terpidana rencananya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba untuk menjalani pidana,” kata Sumedana.

 

Sebelumnya, dalam proses penyidikan Kejaksaan Agung telah menahan Handoko. Handoko ditetapkan tersangka bersama Rahudman Harahap, mantan Walikota Medan.

Namun Pengadilan Tipikor Jakarta membebaskan Handoko dari dakwaan jaksa penuntut umum. Putusan itu diketuk 18 Desember 2015 oleh majelis hakim yang diketuai Tito Suhud dengan anggota Casmaya, Arifin, Sofialdi dan Alexander Marwata (kini pimpinan KPK-red).

Majelis hakim menyatakan dakwaan prematur dan tuntutan tidak dapat diterima (Niet Onvakekijke erklaard). Majelis pun memerintahkan Handoko dikeluarkan dari tahanan.

Kejaksaan tak tinggal diam Handoko lolos dari jerat hukum. Jaksa Farouk Fahrozi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan Tinggi DKI memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam amar putusannya, majelis hakim banding menyatakan Handoko terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya. Namun perbuatan tersebut bukan tindak pidana.

“Melepaskan rerdakwa dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya,” putus hakim tunggal Heru Mulyono Ilwan pada 14 Maret 2016.

Dua kali Handoko Lie lolos jerat hukum. Kejaksaan pun mengajukan kasasi. Langkah ini menuai hasil. “Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” putus MA.

MA pun membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 05/PID/TPK/2016/PT.DKI tanggal 14 Maret 2016.

“Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Handoko Lie terbukti secara sah dan meyakinkan kan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” putus MA.

PT KAI awalnya memiliki lahan 7 hektar di Jalan Jawa Medan, peninggalan Deli Spoorweg Maatschappij. Lahan dibagi menjadi A, B, C dan D.

Di atas area A, C, dan D, sudah dibangun perumahan bagi karyawan PT KAI dan berbagai fasilitas umum. Lahan B dihuni gubuk-gubuk liar.

 

Pada 1981, PT KAI ingin membangun perumahan karyawan di lahan Kelurahan Gang Buntu. Kecamatan Medan Timur (Lahan B). Kurang dana, PT KAI kerja sama dengan swasta. Pihak swasta membangun seluruh fasilitas perumahan dengan imbalan tanah.

Awalnya kerja sama dengan PT Inanta. Kerja sama itu mengharuskan PT KAI untuk melepaskan hak atas tanah terlebih dulu. Pemerintah saat itu hanya menyetujui jika pelepasan tanah kepada pemerintah daerah. PT KAI lalu melepas hak atas tanah kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Medan.

Kemudian pada 1982, Pemkot Medan mengajukan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) atas lahan tersebut yang diterbitkan Menteri Dalam Negeri pada tahun yang sama.

Kurun 1982 hingga 1994 terjadi perubahan-perubahan atas perjanjian. Pada 1989, hak dan kewajiban PT Inanta dialihkan kepada PT Bonauli. Pada 1990 perubahan lokasi pembangunan perumahan karyawan.

Hingga 1994, PT Bonauli tidak melakukan kewajiban membangun perumahan karyawan. Anehnya, PT Bonauli bisa memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah HPL. Padahal, di perjanjian tidak dapat memperoleh HGB sebelum memenuhi kewajiban membangun rumah.

Tanpa persetujuan PT KAI, tahun 2002, PT Bonauli mengalihkan hak dan kewajibannya kepada PT Agra Citra Karisma (ACK).

Perusahaan ini belakangan menawarkan ganti rugi Rp 13 miliar kepada PT KAI. Uang dititipkan di Pengadilan Negeri Medan. Pasalnya, di atas lahan yang dikuasai PT ACK itu sudah berdiri kompleks perkantoran dan bisnis Center Point. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |