Bulog Didorong Perkuat Cadangan Harga Beras Diramal Terus Merangkak Naik –
6 min readPerum Bulog mesti meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk merespons menurunnya produktivitas hasil panen dan naiknya harga komoditas tersebut sebagai upaya menjaga ketahanan pangan. Salah satunya bekerja sama dengan swasta.
Masukan itu disampaikan Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa. Menurutnya, harga beras yang terus merangkak naik sejak tiga bulan terakhir, mulai mengkhawatirkan.
“Kenaikan harga ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan,” ujar Dwi saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Dwi, banyak faktor yang menyebabkan harga beras naik. Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, Pemerintah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta harus bisa saling bersinergi. Mengapa mesti menggandeng swasta? Karena selama ini mereka berperan aktif dalam perdagangan beras di Indonesia.
“Idealnya, harus bisa menggandeng swasta dalam situasi volatilitas saat ini. Jangan saling menyalahkan. Memang mengelola beras itu nggak mudah. Apalagi, kalau tidak punya stok, ya keadaannya memang seperti ini,” ucapnya.
Di samping itu, lonjakan harga beras dipicu turunnya produktivitas pada lahan pertanian.
Ia menuturkan, dalam tiga tahun ini terjadi La Lina yang mengakibatkan produksi pertanian terganggu, baik menurunkan produktivitas hingga berpotensi gagal panen. Akibatnya, stok persediaan pangan jadi menipis.
Tak hanya itu, kini ada tren para petani enggan menanam padi. Sebab, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) rendah.
“Petani itu menderita sejak Maret-Juni, empat bulan harga gabah kering panen di pusat tani di bawah HPP (Rp 4,300), hanya Rp 3.900 per kilogram (kg),” tuturnya.
Harga GKP baru beranjak naik di Juli ke angka Rp 4,700 per kg, disusul Agustus kembali naik ke Rp 5.000 per kg, September hampir ke Rp 5,300 per kg. Saat ini di beberapa tempat sudah di atas Rp 6.000 per kg.
“Petani tentu sangat bersyukur dengan harga gabah saat ini. Karena, sudah lama menderita. HPP rendah, petani jadi rugi kalau menanam padi,” akunya.
Hanya saja, bagi Pemerintah, kenaikan harga gabah di beberapa sentra produksi padi saat ini, dirasa tidak wajar.
“Kita masih punya musim paceklik di November-Februari. Musim paceklik itu, antara produksi dan konsumsi jomplang. Pemerintah memang harus bersiap-siap menghadapi ini. Ada potensi harga beras masih akan terus naik,” warning-nya.
Ia berharap, Pemerintah ke depan bisa melakukan penyesuaian HPP di tengah situasi saat ini. Serta meningkatkan serapan CBP oleh Bulog atau pun perusahaan BUMN pangan lainnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan, berdasarkan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks Bu RT) CIPS menyebut, rata-rata harga beras di supermarket di Jakarta tidak mengalami perubahan dari harga Agustus 2022, yang masih Rp 12.800 per kg.
Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,98 persen.
“Kenaikan harga diduga terjadi karena meningkatnya permintaan dan berkurangnya pasokan beras,” kata Hasran kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menyebut, cadangan beras di tingkat nasional pada pekan keempat September 2022 mencapai 6,8 juta ton.
Ia memperkirakan, stok sebanyak ini hanya mampu bertahan selama 81 hari, dengan asumsi pemakaian stok beras mencapai 84.330 ton per hari. Sedangkan, musim panen baru akan terjadi pada Februari. Sehingga masih ada permintaan beras selama sebulan yang harus dipenuhi.
Padahal, dalam waktu tiga bulan ke depan Indonesia akan merayakan pergantian tahun dan Hari Raya Natal. Artinya, akan ada permintaan beras yang tinggi, namun cadangan beras yang menipis. “Ini sudah pasti akan terus menyebabkan kenaikan harga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan pihaknya sebagai buffer stock CBP menjamin kebutuhan beras tersedia di masyarakat dengan harga terjangkau, walau di pasaran terjadi sedikit kenaikan harga.
“Masyarakat jangan khawatir, Bulog punya stok beras yang cukup untuk program Operasi Pasar (OP). Kami melakukan pemantauan harga dan melibatkan semua stakeholder, termasuk Satgas Pangan,” ujar Budi Waseso di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (3/10).
Buwas, sapaan akrabnya, menyinggung, bahwa kenaikan harga beras tak hanya disebabkan gangguan produksi di tingkat petani. Tapi juga masuknya sejumlah pihak swasta ke industri beras yang mulai berkembang. Sehingga, swasta menguasai pasar dan mengendalikan harga.
Hal ini membuat Bulog kalah bersaing dengan swasta yang leluasa bergerak. Mulai dari pembelian gabah dan beras, hingga persoalan berebut alat angkutan dengan perusahaan swasta tersebut.
Padahal, dalam memenuhi CPB, pihaknya mengikuti aturan batasan harga pembelian atau HPP. Sedangkan pihak swasta hingga saat ini bergerak bebas tanpa dibatasi aturan.
“Mereka bisa bebas, sedangkan negara (Bulog) dibatasi. Sekarang, rebutan alat angkutnya oleh swasta, kami kalah juga, tidak ada kemampuan,” curhat Buwas, sapaan Budi Waseso.
Oleh sebab itu, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk bergerak dan mengawasi perusahaan swasta yang memproduksi beras tersebut. ■
]]> , Perum Bulog mesti meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk merespons menurunnya produktivitas hasil panen dan naiknya harga komoditas tersebut sebagai upaya menjaga ketahanan pangan. Salah satunya bekerja sama dengan swasta.
Masukan itu disampaikan Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa. Menurutnya, harga beras yang terus merangkak naik sejak tiga bulan terakhir, mulai mengkhawatirkan.
“Kenaikan harga ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan,” ujar Dwi saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Dwi, banyak faktor yang menyebabkan harga beras naik. Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, Pemerintah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta harus bisa saling bersinergi. Mengapa mesti menggandeng swasta? Karena selama ini mereka berperan aktif dalam perdagangan beras di Indonesia.
“Idealnya, harus bisa menggandeng swasta dalam situasi volatilitas saat ini. Jangan saling menyalahkan. Memang mengelola beras itu nggak mudah. Apalagi, kalau tidak punya stok, ya keadaannya memang seperti ini,” ucapnya.
Di samping itu, lonjakan harga beras dipicu turunnya produktivitas pada lahan pertanian.
Ia menuturkan, dalam tiga tahun ini terjadi La Lina yang mengakibatkan produksi pertanian terganggu, baik menurunkan produktivitas hingga berpotensi gagal panen. Akibatnya, stok persediaan pangan jadi menipis.
Tak hanya itu, kini ada tren para petani enggan menanam padi. Sebab, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) rendah.
“Petani itu menderita sejak Maret-Juni, empat bulan harga gabah kering panen di pusat tani di bawah HPP (Rp 4,300), hanya Rp 3.900 per kilogram (kg),” tuturnya.
Harga GKP baru beranjak naik di Juli ke angka Rp 4,700 per kg, disusul Agustus kembali naik ke Rp 5.000 per kg, September hampir ke Rp 5,300 per kg. Saat ini di beberapa tempat sudah di atas Rp 6.000 per kg.
“Petani tentu sangat bersyukur dengan harga gabah saat ini. Karena, sudah lama menderita. HPP rendah, petani jadi rugi kalau menanam padi,” akunya.
Hanya saja, bagi Pemerintah, kenaikan harga gabah di beberapa sentra produksi padi saat ini, dirasa tidak wajar.
“Kita masih punya musim paceklik di November-Februari. Musim paceklik itu, antara produksi dan konsumsi jomplang. Pemerintah memang harus bersiap-siap menghadapi ini. Ada potensi harga beras masih akan terus naik,” warning-nya.
Ia berharap, Pemerintah ke depan bisa melakukan penyesuaian HPP di tengah situasi saat ini. Serta meningkatkan serapan CBP oleh Bulog atau pun perusahaan BUMN pangan lainnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan, berdasarkan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks Bu RT) CIPS menyebut, rata-rata harga beras di supermarket di Jakarta tidak mengalami perubahan dari harga Agustus 2022, yang masih Rp 12.800 per kg.
Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,98 persen.
“Kenaikan harga diduga terjadi karena meningkatnya permintaan dan berkurangnya pasokan beras,” kata Hasran kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menyebut, cadangan beras di tingkat nasional pada pekan keempat September 2022 mencapai 6,8 juta ton.
Ia memperkirakan, stok sebanyak ini hanya mampu bertahan selama 81 hari, dengan asumsi pemakaian stok beras mencapai 84.330 ton per hari. Sedangkan, musim panen baru akan terjadi pada Februari. Sehingga masih ada permintaan beras selama sebulan yang harus dipenuhi.
Padahal, dalam waktu tiga bulan ke depan Indonesia akan merayakan pergantian tahun dan Hari Raya Natal. Artinya, akan ada permintaan beras yang tinggi, namun cadangan beras yang menipis. “Ini sudah pasti akan terus menyebabkan kenaikan harga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan pihaknya sebagai buffer stock CBP menjamin kebutuhan beras tersedia di masyarakat dengan harga terjangkau, walau di pasaran terjadi sedikit kenaikan harga.
“Masyarakat jangan khawatir, Bulog punya stok beras yang cukup untuk program Operasi Pasar (OP). Kami melakukan pemantauan harga dan melibatkan semua stakeholder, termasuk Satgas Pangan,” ujar Budi Waseso di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (3/10).
Buwas, sapaan akrabnya, menyinggung, bahwa kenaikan harga beras tak hanya disebabkan gangguan produksi di tingkat petani. Tapi juga masuknya sejumlah pihak swasta ke industri beras yang mulai berkembang. Sehingga, swasta menguasai pasar dan mengendalikan harga.
Hal ini membuat Bulog kalah bersaing dengan swasta yang leluasa bergerak. Mulai dari pembelian gabah dan beras, hingga persoalan berebut alat angkutan dengan perusahaan swasta tersebut.
Padahal, dalam memenuhi CPB, pihaknya mengikuti aturan batasan harga pembelian atau HPP. Sedangkan pihak swasta hingga saat ini bergerak bebas tanpa dibatasi aturan.
“Mereka bisa bebas, sedangkan negara (Bulog) dibatasi. Sekarang, rebutan alat angkutnya oleh swasta, kami kalah juga, tidak ada kemampuan,” curhat Buwas, sapaan Budi Waseso.
Oleh sebab itu, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk bergerak dan mengawasi perusahaan swasta yang memproduksi beras tersebut. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID