Biar Nggak Jebol, Kenaikan Harga BBM Harus Dibarengi Pengendalian –
2 min readPemerintah resmi menaikkan harga BBM subsidi. Namun kenaikan itu tetap tidak akan menjamin kuota Pertalite dan Solar nggak jebol.
Begitu kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakari kepada RM.id, Sabtu (3/9).
“Kalau hanya mengandalkan kenaikan harga saja, apa yakin solar tak akan jebol? Apa yakin Pertalite tak akan jebol?” ujarnya.
Sofyano mempertanyakan, kenapa revisi Perpres No 191 Tahun 2014 tentang Penyedian, Pendistribusian, Harga Jual Eceran BBM tidak ikut diluncurkan.
“Mana peraturan untuk pengendalian dan penindakan penyelewengan solar bersubsidi?,” ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga solar yang hanya sebesar Rp 1.650 per liter dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter tetap menarik untuk diselewengkan ke industri. “Ingat selisih Solar subsidi dengan keekonomian sangat tinggi sekitar Rp 9.000 per liter,” beber Sofyano.
Dia juga mempertanyakan, apakah pengendalian BBM bersubsidi lebih mengandalkan kepada kerjanya badan usaha yang menjalankan penugasan. Apakah badan usaha diberi kewenangan melakukan pengendalian misalnya menambah atau mengurangi kuota SPBU yang selama ini dilakukan oleh BPH migas
Menurut dia, apakah dengan sudah naiknya harga BBM berarti tetap harus ada pengendalian termasuk penjatahan.
“Jika setelah harga BBM naik dan ternyata kemudian kuota tetap jebol, siapa yang akan dimintai tanggungjawabnya? Pertamina? ESDM? BPH Migas?“ tanyanya.
Sebelumnya, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM subsidi. Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Kemudian, Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi 14.500 per liter. Kenaikan harga berlaku mulai Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
]]> , Pemerintah resmi menaikkan harga BBM subsidi. Namun kenaikan itu tetap tidak akan menjamin kuota Pertalite dan Solar nggak jebol.
Begitu kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakari kepada RM.id, Sabtu (3/9).
“Kalau hanya mengandalkan kenaikan harga saja, apa yakin solar tak akan jebol? Apa yakin Pertalite tak akan jebol?” ujarnya.
Sofyano mempertanyakan, kenapa revisi Perpres No 191 Tahun 2014 tentang Penyedian, Pendistribusian, Harga Jual Eceran BBM tidak ikut diluncurkan.
“Mana peraturan untuk pengendalian dan penindakan penyelewengan solar bersubsidi?,” ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga solar yang hanya sebesar Rp 1.650 per liter dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter tetap menarik untuk diselewengkan ke industri. “Ingat selisih Solar subsidi dengan keekonomian sangat tinggi sekitar Rp 9.000 per liter,” beber Sofyano.
Dia juga mempertanyakan, apakah pengendalian BBM bersubsidi lebih mengandalkan kepada kerjanya badan usaha yang menjalankan penugasan. Apakah badan usaha diberi kewenangan melakukan pengendalian misalnya menambah atau mengurangi kuota SPBU yang selama ini dilakukan oleh BPH migas
Menurut dia, apakah dengan sudah naiknya harga BBM berarti tetap harus ada pengendalian termasuk penjatahan.
“Jika setelah harga BBM naik dan ternyata kemudian kuota tetap jebol, siapa yang akan dimintai tanggungjawabnya? Pertamina? ESDM? BPH Migas?“ tanyanya.
Sebelumnya, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM subsidi. Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Sedangkan Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Kemudian, Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi 14.500 per liter. Kenaikan harga berlaku mulai Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID