DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
22 December 2024

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Bamsoet Luncurkan Buku Ke-23, Indonesia Era Disrupsi –

5 min read

Ketua MPR Bambang Soesatyo meluncurkan bukunya yang ke-23, yang berjudul “Indonesia Era Disrupsi: Utak Atik Politik Negara di Era Disrupsi dan Pandemi”, di Jakarta, Rabu (10/8). Dalam buku ini, politisi yang akrab disapa Bamsoet tersebut menekankan, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tidak terbebas dari pengaruh dan landscape ideologi, politik, dan ekonomi global yang berkembang dinamis, yang saat ini sedang dalam suasana ‘muram’.

Peluncuran ini dihadiri banyak tokoh. Di antarannya para Pimpinan MPR yaitu Ahmad Basarah, Yandri Susanto, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Lalu, Pimpinan DPD yaitu Sultan Bachtiar Najamudin dan Letjen TNI Mar (Purn) Nono Sampono. Kemudian ada Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Sekjen Partai Hanura Kodrat Shah, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan; mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna, dan tokoh pengusaha nasional Setiawan Djodi. Hadir pula para intelektual yang menjadi narasumber bedah buku, antara lain Anggota DPD sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Prof Jimly Asshiddiqie, Rektor IPB Prof Arief Satria, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, serta pengamat marketing Edo Lavika.

Bamsoet menerangkan, beragam faktor memengaruhi kondisi dalam negeri. Antara lain melambungnya harga komoditas global, kebijakan moneter negara maju yang agresif, konflik Rusia-Ukraina, serta mulai munculnya eskalasi ketegangan baru di Taiwan. Makanya, tidak berlebihan ketika Presiden Jokowi mengingatkan bahwa ancaman krisis global ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kelaparan akut. Menurut IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan ambruk.

“Penurunan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi. Merujuk kondisi di Tanah Air, kenaikan inflasi juga mulai dirasakan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional,” ujar Bamsoet. 

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, BPS mencatat per Juli 2022, laju inflasi berada di level 4,94 persen, dan pada Agustus diprediksi meningkat di kisaran 5 hingga 6 persen. Bahkan, pada September 2022, diprediksi menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan kisaran 10 hingga 12 persen. Ancaman krisis yang ditandai dengan pelambatan ekonomi global, menjadi fenomena yang harus disikapi dengan serius.

“Meskipun hasil survei Bloomberg, Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat risiko resesi yang kecil, hanya 3 persen, sangat jauh jika dibandingkan rata-rata negara Amerika dan Eropa (40 hingga 55 persen) ataupun negara Asia Pasifik (pada rentang antara 20 hingga 25 persen), tapi tidak boleh membuat kita lalai. Mengingat saat ini kita hidup di era disrupsi, segala hal saling berhubungan dan berbagai kemungkinan dapat terjadi,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, era disrupsi adalah keniscayaan yang mustahil dihindari, namun dapat disiasati. Misalnya dalam menyikapi krisis energi global, kenaikan harga minyak dunia hingga akhir tahun 2022 diperkirakan mencapai 98 dolar AS per barel. Jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar 63 dolar AS per barel. Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi.

“Salah satu cara menyiasatinya, kita harus mempercepat migrasi kendaraan dari berbahan bakar minyak ke bermotor listrik. Setiap pengalihan satu unit kendaraan berbahan bakar minyak ke bermotor listrik, akan berkontribusi pada pengurangan subsidi negara sebesar Rp 22,9 juta per tahun. Langkah alternatif lainnya dengan mengubah skema pemberian subsidi energi, menjadi subsidi yang diberikan secara langsung kepada orang yang tidak mampu, sehingga lebih tepat sasaran,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, contoh lain ancaman krisis pada sektor pangan, ketika perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan terhambatnya pasokan gandum dunia sebanyak 30 hingga 40 persen. Kelangkaan gandum ini bisa berdampak pada lonjakan harga dari berbagai produk turunannya, misalnya produk mie instan yang diprediksi naik.

“Mengantisipasinya, kita harus segera mengintensifkan pertanian di dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung kepada impor. Misalnya, meningkatkan luas tanam sorgum dan singkong di dalam negeri sebagai pengganti gandum ekspor. Era Disrupsi harus membuat kita mengubah tantangan menjadi peluang, dan mengubah peluang menjadi keberhasilan,” pungkas Bamsoet.■
]]> , Ketua MPR Bambang Soesatyo meluncurkan bukunya yang ke-23, yang berjudul “Indonesia Era Disrupsi: Utak Atik Politik Negara di Era Disrupsi dan Pandemi”, di Jakarta, Rabu (10/8). Dalam buku ini, politisi yang akrab disapa Bamsoet tersebut menekankan, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tidak terbebas dari pengaruh dan landscape ideologi, politik, dan ekonomi global yang berkembang dinamis, yang saat ini sedang dalam suasana ‘muram’.

Peluncuran ini dihadiri banyak tokoh. Di antarannya para Pimpinan MPR yaitu Ahmad Basarah, Yandri Susanto, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Lalu, Pimpinan DPD yaitu Sultan Bachtiar Najamudin dan Letjen TNI Mar (Purn) Nono Sampono. Kemudian ada Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Sekjen Partai Hanura Kodrat Shah, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan; mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna, dan tokoh pengusaha nasional Setiawan Djodi. Hadir pula para intelektual yang menjadi narasumber bedah buku, antara lain Anggota DPD sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Prof Jimly Asshiddiqie, Rektor IPB Prof Arief Satria, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, serta pengamat marketing Edo Lavika.

Bamsoet menerangkan, beragam faktor memengaruhi kondisi dalam negeri. Antara lain melambungnya harga komoditas global, kebijakan moneter negara maju yang agresif, konflik Rusia-Ukraina, serta mulai munculnya eskalasi ketegangan baru di Taiwan. Makanya, tidak berlebihan ketika Presiden Jokowi mengingatkan bahwa ancaman krisis global ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kelaparan akut. Menurut IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan ambruk.

“Penurunan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi. Merujuk kondisi di Tanah Air, kenaikan inflasi juga mulai dirasakan menjadi ancaman bagi perekonomian nasional,” ujar Bamsoet. 

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, BPS mencatat per Juli 2022, laju inflasi berada di level 4,94 persen, dan pada Agustus diprediksi meningkat di kisaran 5 hingga 6 persen. Bahkan, pada September 2022, diprediksi menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan kisaran 10 hingga 12 persen. Ancaman krisis yang ditandai dengan pelambatan ekonomi global, menjadi fenomena yang harus disikapi dengan serius.

“Meskipun hasil survei Bloomberg, Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat risiko resesi yang kecil, hanya 3 persen, sangat jauh jika dibandingkan rata-rata negara Amerika dan Eropa (40 hingga 55 persen) ataupun negara Asia Pasifik (pada rentang antara 20 hingga 25 persen), tapi tidak boleh membuat kita lalai. Mengingat saat ini kita hidup di era disrupsi, segala hal saling berhubungan dan berbagai kemungkinan dapat terjadi,” jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, era disrupsi adalah keniscayaan yang mustahil dihindari, namun dapat disiasati. Misalnya dalam menyikapi krisis energi global, kenaikan harga minyak dunia hingga akhir tahun 2022 diperkirakan mencapai 98 dolar AS per barel. Jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar 63 dolar AS per barel. Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi.

“Salah satu cara menyiasatinya, kita harus mempercepat migrasi kendaraan dari berbahan bakar minyak ke bermotor listrik. Setiap pengalihan satu unit kendaraan berbahan bakar minyak ke bermotor listrik, akan berkontribusi pada pengurangan subsidi negara sebesar Rp 22,9 juta per tahun. Langkah alternatif lainnya dengan mengubah skema pemberian subsidi energi, menjadi subsidi yang diberikan secara langsung kepada orang yang tidak mampu, sehingga lebih tepat sasaran,” terang Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, contoh lain ancaman krisis pada sektor pangan, ketika perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan terhambatnya pasokan gandum dunia sebanyak 30 hingga 40 persen. Kelangkaan gandum ini bisa berdampak pada lonjakan harga dari berbagai produk turunannya, misalnya produk mie instan yang diprediksi naik.

“Mengantisipasinya, kita harus segera mengintensifkan pertanian di dalam negeri sehingga tidak terlalu bergantung kepada impor. Misalnya, meningkatkan luas tanam sorgum dan singkong di dalam negeri sebagai pengganti gandum ekspor. Era Disrupsi harus membuat kita mengubah tantangan menjadi peluang, dan mengubah peluang menjadi keberhasilan,” pungkas Bamsoet.■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |