Bahlil Tepuk Tangan Paling Kencang Presiden Tambah 2 Tahun Dinyalakan La Nyalla –
5 min readSetelah redup, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, hidup lagi. Kali ini, yang menyalakan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Dia pun mengusulkan Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit.
La Nyalla membahas soal penundaan pemilu dan pepanjangan jabatan presiden ini, saat menjadi pembicara di Musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) XVII, di Hotel Alila Solo, Jawa Tengah, Senin (21/11).
Pada acara itu, La Nyalla sepanggung dengan Ketua DPR Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Hadir juga Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Mantan Ketua Umum HIPMI ini jadi peserta.
La Nyalla bicara setelah Bambang dan Puan. Dalam paparan awalnya, dia bicara soal ekonomi, mulai dari investasi sampai oligarki. Dia juga membahas soal Pasal 33 UUD 1945.
Usai bicara ekonomi, La Nyalla pun bicara soal capres. La Nyalla mengaku sudah bisiki Puan saat ini sudah saatnya mengembalikan UUD 1945 ke naskah aslinya. “Kemudian kita addendum,” ujar La Nyalla.
La Nyalla mengatakan, Puan sempat menanyakan dasarnya? Menurut dia, salah satunya adalah perubahan pasal 33 UUD 1945 yang diubah menjadi 5 ayat yang membuat kita semakin terpuruk.
“Sudah waktunya kita perbaiki bumi air ini, kita kuasai sendiri. Saya yakin Mbak Puan bisa jadi presiden nanti,” tambah La Nyalla, disambut tepuk tangan dan tawa hadirin.
Kemudian, dia menyinggung pemilu yang menggunakan sistem pencoblosan. Dia menuding proses pemilu yang dilakukan dengan cara pencoblosan adalah rekayasa dan hasilnya sudah ada yang menentukan.
“Daripada buang-buang duit untuk pemilu lebih baik ditunda saja, saya bilang gitu,” jelas La Nyalla. Mendengar itu, Bahlil yang hadir dalam acara itu, tertawa sambil bertepuk tangan paling kencang.
Sebut La Nyalla, kepemimpinan Jokowi di periode kedua ini tidak afdhal karena terpotong oleh penanggulangan pandemi Covid-19.
“Pak Jokowi ini udah 2 tahun karena situasi Covid beliau belum menampakkan hasilnya. Yang sekarang saja 2 tahun dilewati, ya kenapa tidak ditambah aja 2 tahun lagi untuk menebus 2 tahun habis karena Covid kemarin,” beber La Nyalla yang lagi-lagi bikin Bahlil tertawa dan bertepuk tangan.
La Nyalla menyatakan tidak malu-malu mengungkapkan hal itu. Pasalnya, dia bukan politisi, tapi menganggap sebagai negarawan.
Bahlil kembali tepuk tangan sambil teriak lanjutkan. “Mas Bahlil bisa jadi panjang juga jabatan menteri, tapi jangan lupa, saya telpon bulak-balik nggak diangkat,” kelakar La Nyalla yang disambut tawa hadirin.
Agar harapannya itu terwujud, La Nyalla mendorong Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit guna mengembalikan naskah asli UUD 1945. Setelah itu di addendum. “Sambil memperbaiki, kita persilakan Presiden memperpanjang jabatan 2 tahun, 3 tahun, silakan,” ujarnya.
Jadi kedepannya, pemilihan presiden cukup lewat MPR. “Tidak usah coblos-coblosan, kasihan rakyat,” tukas La Nyalla.
Sebelumnya, Bahlil pernah membahas soal penundaan pemilu pada Acata HUT KAHMI ke-56. Menurut Bahlil, kalau ada pihak diizinkan untuk meminta Pemilu tak ditunda, maka wacana penundaan Pemilu pun harusnya diperbolehkan.
Menurut dia, sebaiknya wacana itu diserahkan seutuhnya kepada publik. Bahlil menyebut, jika pemilu berjalan sesuai rencana ataupun ditunda, tak bermasalah. “Namun, saya pikir kita harus mengacu ke konstitusi, selama konstitusi kita begitu, jangan kita buat gerakan tambahan. Terkecuali konstitusi berubah, baru kita melakukan gerakan tambahan,” sebut dia.
Apa kata pengamat soal usulan La Nyalla ini? Direktur Eksekutif Trias Politik Strategis, Agung Baskoro menekankan, isu perpanjangan jabatan presiden sudah tidak relevan. Karena, Jokowi sudah tegas menolaknya. “Kalau alasannya Covid, justru menjadi esensi mengapa kita memilih presiden agar setiap tantangan yang dihadapi bisa diatasi, karena kehadiran seorang pemimpin yang dipilih dari sebuah proses yang demokratis,” pungkas Agung.
Terkait dekrit, dia menegaskan tak ada unsur kedaruratan yang terjadi di negara ini. Apalagi, pemerintahan saat ini menduduki mayoritas kursi parlemen. “Sehingga, setiap usulan apapun yang berbau arahan mengembalikan supremasi eksekutif yang ‘overdosis’ dengan dekrit, tentu berbahaya bagi stabilitas nasional,” tukasnya.
]]> , Setelah redup, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, hidup lagi. Kali ini, yang menyalakan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Dia pun mengusulkan Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit.
La Nyalla membahas soal penundaan pemilu dan pepanjangan jabatan presiden ini, saat menjadi pembicara di Musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) XVII, di Hotel Alila Solo, Jawa Tengah, Senin (21/11).
Pada acara itu, La Nyalla sepanggung dengan Ketua DPR Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Hadir juga Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Mantan Ketua Umum HIPMI ini jadi peserta.
La Nyalla bicara setelah Bambang dan Puan. Dalam paparan awalnya, dia bicara soal ekonomi, mulai dari investasi sampai oligarki. Dia juga membahas soal Pasal 33 UUD 1945.
Usai bicara ekonomi, La Nyalla pun bicara soal capres. La Nyalla mengaku sudah bisiki Puan saat ini sudah saatnya mengembalikan UUD 1945 ke naskah aslinya. “Kemudian kita addendum,” ujar La Nyalla.
La Nyalla mengatakan, Puan sempat menanyakan dasarnya? Menurut dia, salah satunya adalah perubahan pasal 33 UUD 1945 yang diubah menjadi 5 ayat yang membuat kita semakin terpuruk.
“Sudah waktunya kita perbaiki bumi air ini, kita kuasai sendiri. Saya yakin Mbak Puan bisa jadi presiden nanti,” tambah La Nyalla, disambut tepuk tangan dan tawa hadirin.
Kemudian, dia menyinggung pemilu yang menggunakan sistem pencoblosan. Dia menuding proses pemilu yang dilakukan dengan cara pencoblosan adalah rekayasa dan hasilnya sudah ada yang menentukan.
“Daripada buang-buang duit untuk pemilu lebih baik ditunda saja, saya bilang gitu,” jelas La Nyalla. Mendengar itu, Bahlil yang hadir dalam acara itu, tertawa sambil bertepuk tangan paling kencang.
Sebut La Nyalla, kepemimpinan Jokowi di periode kedua ini tidak afdhal karena terpotong oleh penanggulangan pandemi Covid-19.
“Pak Jokowi ini udah 2 tahun karena situasi Covid beliau belum menampakkan hasilnya. Yang sekarang saja 2 tahun dilewati, ya kenapa tidak ditambah aja 2 tahun lagi untuk menebus 2 tahun habis karena Covid kemarin,” beber La Nyalla yang lagi-lagi bikin Bahlil tertawa dan bertepuk tangan.
La Nyalla menyatakan tidak malu-malu mengungkapkan hal itu. Pasalnya, dia bukan politisi, tapi menganggap sebagai negarawan.
Bahlil kembali tepuk tangan sambil teriak lanjutkan. “Mas Bahlil bisa jadi panjang juga jabatan menteri, tapi jangan lupa, saya telpon bulak-balik nggak diangkat,” kelakar La Nyalla yang disambut tawa hadirin.
Agar harapannya itu terwujud, La Nyalla mendorong Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit guna mengembalikan naskah asli UUD 1945. Setelah itu di addendum. “Sambil memperbaiki, kita persilakan Presiden memperpanjang jabatan 2 tahun, 3 tahun, silakan,” ujarnya.
Jadi kedepannya, pemilihan presiden cukup lewat MPR. “Tidak usah coblos-coblosan, kasihan rakyat,” tukas La Nyalla.
Sebelumnya, Bahlil pernah membahas soal penundaan pemilu pada Acata HUT KAHMI ke-56. Menurut Bahlil, kalau ada pihak diizinkan untuk meminta Pemilu tak ditunda, maka wacana penundaan Pemilu pun harusnya diperbolehkan.
Menurut dia, sebaiknya wacana itu diserahkan seutuhnya kepada publik. Bahlil menyebut, jika pemilu berjalan sesuai rencana ataupun ditunda, tak bermasalah. “Namun, saya pikir kita harus mengacu ke konstitusi, selama konstitusi kita begitu, jangan kita buat gerakan tambahan. Terkecuali konstitusi berubah, baru kita melakukan gerakan tambahan,” sebut dia.
Apa kata pengamat soal usulan La Nyalla ini? Direktur Eksekutif Trias Politik Strategis, Agung Baskoro menekankan, isu perpanjangan jabatan presiden sudah tidak relevan. Karena, Jokowi sudah tegas menolaknya. “Kalau alasannya Covid, justru menjadi esensi mengapa kita memilih presiden agar setiap tantangan yang dihadapi bisa diatasi, karena kehadiran seorang pemimpin yang dipilih dari sebuah proses yang demokratis,” pungkas Agung.
Terkait dekrit, dia menegaskan tak ada unsur kedaruratan yang terjadi di negara ini. Apalagi, pemerintahan saat ini menduduki mayoritas kursi parlemen. “Sehingga, setiap usulan apapun yang berbau arahan mengembalikan supremasi eksekutif yang ‘overdosis’ dengan dekrit, tentu berbahaya bagi stabilitas nasional,” tukasnya.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID