Armenia Vs Azerbaijan Kembali Baku Tembak AS Takut Rusia Ikut Cawe-cawe –
5 min readPemerintah Amerika Serikat (AS) khawatir, konflik yang membara di perbatasan Armenia-Azerbaijan menjadi sumber masalah baru di kawasan. Kemudian membuat Rusia ikut cawe-cawe (campur tangan).
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken meminta kedua negara segera mengakhiri pertikaian yang sudah menelan hampir 100 korban jiwa di kedua kubu.
“AS sangat prihatin dengan laporan serangan di sepanjang perbatasan Armenia dan Azerbaijan. Termasuk serangan yang dilaporkan terhadap permukiman dan infrastruktur sipil di Armenia,” ujar Blinken dikutip USA Today, Selasa (13/9).
“Seperti yang telah lama kami jelaskan, tidak akan ada solusi militer untuk konflik tersebut. Kami mendesak untuk segera mengakhiri permusuhan militer,” tegasnya.
Blinken berharap, baku tembak antara Armenia dengan Azerbaijan tidak berkepanjangan seperti invasi Rusia ke Ukraina. Paman Sam juga berharap, konflik bisa selesai sebelum Rusia campur tangan.
“Kami jelas khawatir dengan apa yang akan dilakukan Rusia. Mereka bisa saja mengacau, campur tanhan atau menggunakan isu ini untuk mengalihkan perhatian,” ujarnya.
Namun di saat AS sibuk menuduh Rusia bakal meraup keuntungan dari konflik Armenia-Azerbaijan, Moskow mengklaim berhasil membuat Armenia-Azerbaijan sepakat menerapkan gencatan senjata, usai militer kedua negara kembali bentrok di perbatasan dalam beberapa hari terakhir.
Rusia menegaskan keberhasilan itu tidak luput dari peran Presiden Vladimir Putin yang telah melakukan segala cara untuk menghentikan bentrokan yang telah menewaskan hampir 100 orang dari kedua belah pihak.
“Sulit untuk melebih-lebihkan peran Rusia, peran Presiden Putin secara pribadi. Presiden Putin secara natural melakukan segala upaya membantu meredakan ketegangan di perbatasan (Armenia-Azerbaijan),” ujar Juru Bicara Kremlin, Dimitry Peskov, Selasa (13/9) seperti dikutip Reuters, kemarin.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, Moskow telah meminta kedua negara, terutama angkatan bersenjatanya, untuk menahan diri dan secara ketat mematuhi gencatan senjata.
“Kami meminta para pihak menahan diri dari eskalasi situasi lebih lanjut, menahan diri dan secara ketat mematuhi gencatan senjata, sesuai dengan pernyataan trilateral antara pemimpin Rusia, Azerbaijan, dan Armenia pada 9 November 2020, 11 Januari, dan 26 November 2021,” bunyi pernyataan Kemlu Rusia di laman web-nya.
“Kami berhubungan dekat dengan Baku dan Yerevan. Permintaan gencatan senjata diterima dari kepemimpinan Armenia untuk membantu meredakan situasi. Kami berharap, kesepakatan yang dicapai sebagai hasil mediasi Rusia tentang gencatan senjata mulai pukul 09.00 waktu Moskow pada 13 September akan dilaksanakan secara total,” tambahnya.
Kesepakatan gencatan senjata dikabarkan terjadi setelah Putin menelepon Perdana Menteri (PM) Armenia, Nikol Pashinyan, Selasa (12/9). Media lokal Azerbaijan juga melaporkan, gencatan senjata sempat disepakati namun sudah dilanggar.
Rabu (14/9), Kementerian Pertahanan Armenia mengklaim, militer Azerbaijan melakukan serangan artileri ke kota-kota perbatasannya. Serangan itu termasuk drone dan senjata api kaliber besar yang ditembakkan ke arah Goris, Sotk, dan Jermuk. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengakui serangan itu. Namun berdalih serangan skala kecil itu penting untuk memastikan keamanan perbatasan negaranya.
Azerbaijan menuding pasukan Armenia yang pertama kali menyulut ketegangan dengan menembakkan senjata ringan ke arah permukiman Novoivanovka di Gadabay dan pemukiman Husulu di Lachin, dekat perbatasan kedua negara pada Senin (11/9). Namun Armenia membantah tuduhan itu.
Bentrokan pekan ini menjadi yang paling mematikan setelah kedua negara sempat terlibat perang singkat selama enam pekan pada September 2020. Saat itu, kedua negara saling berebut klaim atas wilayah Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah perbatasan yang dihuni etnis mayoritas Armenia namun terletak di wilayah Azerbaijan. Kedua negara telah memperebutkan Nagorno-Karabakh selama puluhan tahun.
Setelah pertempuran enam pekan berlangsung dan merenggut sekitar 6.000 nyawa, gencatan senjata akhirnya disepakati Armenia-Azerbaijan yang ditengahi Rusia pada 9 November 2020. Perjanjian itu memaksa Armenia menyerahkan sebagian wilayahnya di Nagorno-Karabakh kepada Azerbaijan.
Meski peperangan berhenti, serangkaian bentrokan masih sering terjadi di daerah itu setelah gencatan senjata tercapai. ■
]]> , Pemerintah Amerika Serikat (AS) khawatir, konflik yang membara di perbatasan Armenia-Azerbaijan menjadi sumber masalah baru di kawasan. Kemudian membuat Rusia ikut cawe-cawe (campur tangan).
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken meminta kedua negara segera mengakhiri pertikaian yang sudah menelan hampir 100 korban jiwa di kedua kubu.
“AS sangat prihatin dengan laporan serangan di sepanjang perbatasan Armenia dan Azerbaijan. Termasuk serangan yang dilaporkan terhadap permukiman dan infrastruktur sipil di Armenia,” ujar Blinken dikutip USA Today, Selasa (13/9).
“Seperti yang telah lama kami jelaskan, tidak akan ada solusi militer untuk konflik tersebut. Kami mendesak untuk segera mengakhiri permusuhan militer,” tegasnya.
Blinken berharap, baku tembak antara Armenia dengan Azerbaijan tidak berkepanjangan seperti invasi Rusia ke Ukraina. Paman Sam juga berharap, konflik bisa selesai sebelum Rusia campur tangan.
“Kami jelas khawatir dengan apa yang akan dilakukan Rusia. Mereka bisa saja mengacau, campur tanhan atau menggunakan isu ini untuk mengalihkan perhatian,” ujarnya.
Namun di saat AS sibuk menuduh Rusia bakal meraup keuntungan dari konflik Armenia-Azerbaijan, Moskow mengklaim berhasil membuat Armenia-Azerbaijan sepakat menerapkan gencatan senjata, usai militer kedua negara kembali bentrok di perbatasan dalam beberapa hari terakhir.
Rusia menegaskan keberhasilan itu tidak luput dari peran Presiden Vladimir Putin yang telah melakukan segala cara untuk menghentikan bentrokan yang telah menewaskan hampir 100 orang dari kedua belah pihak.
“Sulit untuk melebih-lebihkan peran Rusia, peran Presiden Putin secara pribadi. Presiden Putin secara natural melakukan segala upaya membantu meredakan ketegangan di perbatasan (Armenia-Azerbaijan),” ujar Juru Bicara Kremlin, Dimitry Peskov, Selasa (13/9) seperti dikutip Reuters, kemarin.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, Moskow telah meminta kedua negara, terutama angkatan bersenjatanya, untuk menahan diri dan secara ketat mematuhi gencatan senjata.
“Kami meminta para pihak menahan diri dari eskalasi situasi lebih lanjut, menahan diri dan secara ketat mematuhi gencatan senjata, sesuai dengan pernyataan trilateral antara pemimpin Rusia, Azerbaijan, dan Armenia pada 9 November 2020, 11 Januari, dan 26 November 2021,” bunyi pernyataan Kemlu Rusia di laman web-nya.
“Kami berhubungan dekat dengan Baku dan Yerevan. Permintaan gencatan senjata diterima dari kepemimpinan Armenia untuk membantu meredakan situasi. Kami berharap, kesepakatan yang dicapai sebagai hasil mediasi Rusia tentang gencatan senjata mulai pukul 09.00 waktu Moskow pada 13 September akan dilaksanakan secara total,” tambahnya.
Kesepakatan gencatan senjata dikabarkan terjadi setelah Putin menelepon Perdana Menteri (PM) Armenia, Nikol Pashinyan, Selasa (12/9). Media lokal Azerbaijan juga melaporkan, gencatan senjata sempat disepakati namun sudah dilanggar.
Rabu (14/9), Kementerian Pertahanan Armenia mengklaim, militer Azerbaijan melakukan serangan artileri ke kota-kota perbatasannya. Serangan itu termasuk drone dan senjata api kaliber besar yang ditembakkan ke arah Goris, Sotk, dan Jermuk. Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengakui serangan itu. Namun berdalih serangan skala kecil itu penting untuk memastikan keamanan perbatasan negaranya.
Azerbaijan menuding pasukan Armenia yang pertama kali menyulut ketegangan dengan menembakkan senjata ringan ke arah permukiman Novoivanovka di Gadabay dan pemukiman Husulu di Lachin, dekat perbatasan kedua negara pada Senin (11/9). Namun Armenia membantah tuduhan itu.
Bentrokan pekan ini menjadi yang paling mematikan setelah kedua negara sempat terlibat perang singkat selama enam pekan pada September 2020. Saat itu, kedua negara saling berebut klaim atas wilayah Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah perbatasan yang dihuni etnis mayoritas Armenia namun terletak di wilayah Azerbaijan. Kedua negara telah memperebutkan Nagorno-Karabakh selama puluhan tahun.
Setelah pertempuran enam pekan berlangsung dan merenggut sekitar 6.000 nyawa, gencatan senjata akhirnya disepakati Armenia-Azerbaijan yang ditengahi Rusia pada 9 November 2020. Perjanjian itu memaksa Armenia menyerahkan sebagian wilayahnya di Nagorno-Karabakh kepada Azerbaijan.
Meski peperangan berhenti, serangkaian bentrokan masih sering terjadi di daerah itu setelah gencatan senjata tercapai. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID