DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
31 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Sidang Korupsi Pembelian Helikopter Pejabat TNI AU Mangkir, Saksi Kunci Menghilang –

5 min read

Angga Munggaran, staf admin support PT Diratama Jaya Mandiri lima kali mangkir sidang. Saksi kunci perkara korupsi pembelian helikopter AgustaWestland-101 itu tak diketahui keberadaannya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berupaya mencari Angga. Untuk dihadirkan sebagai saksi perkara terdakwa Dirut PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.

Namun tim JPU harus balik kanan dengan tangan hampa. “Kita datangi ke rumahya subuh-subuh. Ada istri dan anaknya, tapi mereka menginformasikan (Angga) tidak pernah pulang,” kata Jaksa Arief Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/11/2022).

Beberapa lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian Angga, juga disambangi. Namun tak menemukan keberadaannya.

Tim JPU meminta Pengadilan Tipikor Jakarta menerbitkan penetapan untuk menjemput paksa Angga. Dengan adanya penetapan ini, JPU bisa meminta bantuan kepolisian dalam pencarian saksi.

Ketua majelis hakim Djuyamto mengabulkan permintaan JPU. “Kalau butuh penetapanan, nanti biar disiapkan khusus untuk Angga Munggaran,” katanya.

Sejumlah saksi dari kalangan TNI Angkatan Udara (AU) juga mangkir sidang. Termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna.

JPU telah melayangkan panggilan sidang untuk Agus ke alamat di Jalan Dwikora Nomor 9, Halim, Jakarta Timur dan di Jalan Raflesia, Bogor.

Terakhir, JPU memanggil Agus melalui TNI AU. “Kami juga menanyakan kepada TNI, tapi juga tidak ada informasi mengenai keberadaan yang bersangkutan,” kata jaksa.

Majelis hakim meminta JPU memastikan surat panggilan sidang sampai ke alamat tujuan dan diterima yang bersangkutan.

Kepastian itu dibutuhkan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Termasuk upaya panggil paksa.

“Kalau katakanlah kita belum bisa memastikan apakah (surat panggilan) itu sampai pada yang bersangkutan, nanti bisa jadi persoalan di kemudian hari. Kalau kita mau mengambil sikap kan nggak bisa,” jelas Hakim Djuyamto.

 

Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU periode 2015 sampai Februari 2017, Supriyanto Basuki juga mangkir tanpa pemberitahuan.

Sementara beberapa pejabat TNI AU tidak hadir dengan pemberitahuan. Kepala Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Heribertus Hendi Haryoko berdalih tidak bisa hadir karena menghadiri wisuda anak.

Sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Ketua Panitia Pengadaan Helikopter, Fransiskus Teguh Santosa beralasan sakit.

Hakim Djuyamto mengingatkan para saksi agar bersikap kooperatif. Ia menandaskan panggilan sidang merupakan perintah negara.

Ada ancaman pidana terhadap saksi yang telah dipanggil secara patut, namun selalu mangkir tanpa alasan jelas.

“Sebagai warga negara punya kewajiban untuk menghadiri panggilan dari negara,” wanti-wanti Djuyamto.

Dalam perkara ini, Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara Rp738.900.000.000 dalam pembelian helikopter AW-101 untuk TNI AU pada 2016.

Irfan menangguk keuntungan dari proyek ini sebesar Rp183.207.870.911,13. Kemudian korporasi Agusta Westland 29.500.00 dolar Amerika; perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., 10.950.826,37 dolar Amerika.

Agus Supriatna juga disebut kecipratan Rp17.733.600.000. Yang disamarkan sebagai Dana Komando. Penarikan dana ini dilakukan saat pembayaran termin pertama pembelian heli.

Jaksa membeberkan pada 25 Agustus 2016, Irfan menagih pembayaran sebesar 60 persen atau setara Rp443.340.000.000.

Tagihan disetujui Kepala Dinas Aeronautika TNI AU Ignatius Tryandono. Lalu memerintahkan Pemegang Kas TNI AU Wisnu Wicaksono melakukan pembayaran kepada PT Diratama Jaya Mandiri.

Wisnu Wicaksono menerbitkan cek bernilai Rp436.689.900.000. Yang kemudian dicairkan Irfan di BNI Kantor Cabang Pembantu Mabes TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.

Sesuai kesepakatan, Irfan harus menyisihkan 4 persen atau setara Rp17.733.600.000 sebagai Dana Komando untuk Agus Supriatna.

Sehingga Irfan hanya menyetorkan uang Rp418.956.300.000 ke rekening PT Diratama Jaya Mandiri. Sisanya ditarik tunai Wisnu atas perintah Agus Supriatna. Dananya kemudian didepositokan di Bank BRI.

Deposito atas nama Dewi Liasaroh asisten rumah tangga Bayu Nur Pratama, Funding Officer BRI Kantor Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.

Menurut jaksa, rekening tersebut juga akan digunakan Agus sebagai tempat penampungan bunga deposito. ■
]]> , Angga Munggaran, staf admin support PT Diratama Jaya Mandiri lima kali mangkir sidang. Saksi kunci perkara korupsi pembelian helikopter AgustaWestland-101 itu tak diketahui keberadaannya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berupaya mencari Angga. Untuk dihadirkan sebagai saksi perkara terdakwa Dirut PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.

Namun tim JPU harus balik kanan dengan tangan hampa. “Kita datangi ke rumahya subuh-subuh. Ada istri dan anaknya, tapi mereka menginformasikan (Angga) tidak pernah pulang,” kata Jaksa Arief Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/11/2022).

Beberapa lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian Angga, juga disambangi. Namun tak menemukan keberadaannya.

Tim JPU meminta Pengadilan Tipikor Jakarta menerbitkan penetapan untuk menjemput paksa Angga. Dengan adanya penetapan ini, JPU bisa meminta bantuan kepolisian dalam pencarian saksi.

Ketua majelis hakim Djuyamto mengabulkan permintaan JPU. “Kalau butuh penetapanan, nanti biar disiapkan khusus untuk Angga Munggaran,” katanya.

Sejumlah saksi dari kalangan TNI Angkatan Udara (AU) juga mangkir sidang. Termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna.

JPU telah melayangkan panggilan sidang untuk Agus ke alamat di Jalan Dwikora Nomor 9, Halim, Jakarta Timur dan di Jalan Raflesia, Bogor.

Terakhir, JPU memanggil Agus melalui TNI AU. “Kami juga menanyakan kepada TNI, tapi juga tidak ada informasi mengenai keberadaan yang bersangkutan,” kata jaksa.

Majelis hakim meminta JPU memastikan surat panggilan sidang sampai ke alamat tujuan dan diterima yang bersangkutan.

Kepastian itu dibutuhkan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Termasuk upaya panggil paksa.

“Kalau katakanlah kita belum bisa memastikan apakah (surat panggilan) itu sampai pada yang bersangkutan, nanti bisa jadi persoalan di kemudian hari. Kalau kita mau mengambil sikap kan nggak bisa,” jelas Hakim Djuyamto.

 

Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU periode 2015 sampai Februari 2017, Supriyanto Basuki juga mangkir tanpa pemberitahuan.

Sementara beberapa pejabat TNI AU tidak hadir dengan pemberitahuan. Kepala Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Heribertus Hendi Haryoko berdalih tidak bisa hadir karena menghadiri wisuda anak.

Sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU sekaligus Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Ketua Panitia Pengadaan Helikopter, Fransiskus Teguh Santosa beralasan sakit.

Hakim Djuyamto mengingatkan para saksi agar bersikap kooperatif. Ia menandaskan panggilan sidang merupakan perintah negara.

Ada ancaman pidana terhadap saksi yang telah dipanggil secara patut, namun selalu mangkir tanpa alasan jelas.

“Sebagai warga negara punya kewajiban untuk menghadiri panggilan dari negara,” wanti-wanti Djuyamto.

Dalam perkara ini, Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara Rp738.900.000.000 dalam pembelian helikopter AW-101 untuk TNI AU pada 2016.

Irfan menangguk keuntungan dari proyek ini sebesar Rp183.207.870.911,13. Kemudian korporasi Agusta Westland 29.500.00 dolar Amerika; perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., 10.950.826,37 dolar Amerika.

Agus Supriatna juga disebut kecipratan Rp17.733.600.000. Yang disamarkan sebagai Dana Komando. Penarikan dana ini dilakukan saat pembayaran termin pertama pembelian heli.

Jaksa membeberkan pada 25 Agustus 2016, Irfan menagih pembayaran sebesar 60 persen atau setara Rp443.340.000.000.

Tagihan disetujui Kepala Dinas Aeronautika TNI AU Ignatius Tryandono. Lalu memerintahkan Pemegang Kas TNI AU Wisnu Wicaksono melakukan pembayaran kepada PT Diratama Jaya Mandiri.

Wisnu Wicaksono menerbitkan cek bernilai Rp436.689.900.000. Yang kemudian dicairkan Irfan di BNI Kantor Cabang Pembantu Mabes TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.

Sesuai kesepakatan, Irfan harus menyisihkan 4 persen atau setara Rp17.733.600.000 sebagai Dana Komando untuk Agus Supriatna.

Sehingga Irfan hanya menyetorkan uang Rp418.956.300.000 ke rekening PT Diratama Jaya Mandiri. Sisanya ditarik tunai Wisnu atas perintah Agus Supriatna. Dananya kemudian didepositokan di Bank BRI.

Deposito atas nama Dewi Liasaroh asisten rumah tangga Bayu Nur Pratama, Funding Officer BRI Kantor Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.

Menurut jaksa, rekening tersebut juga akan digunakan Agus sebagai tempat penampungan bunga deposito. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |