Kasus Suap Perpanjangan HGU Eks Kakanwil BPN Mangkir, Bos PT Agromulia Ditahan –
4 min readMantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir mangkir pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sedianya Syahrir diperiksa sebagai tersangka kasus suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Agromulia Agrolestari.
“Tim penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif hadir,” ujar Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi (Purnawirawan) Firli Bahuri.
Syahrir diduga menerima Rp 1,2 miliar dari Frank Wijaya, Komisaris PT Adimulia Agrolestari. Fulus dikucurkan lewat General Manager PT Agromulia Agrolestari, Sudarso. Ketiganya pun ditetapkan sebagai tersangka.
Kemarin, Frank memenuhi pemeriksaan sebagai tersangka. Usai pemeriksaan, Frank ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Syahrir lolos dari penahanan lantaran mangkir. Sementara Sudarso tidak dilakukan penahanan karena tengah dipenjara. Ia divonis bersalah lantaran menyuap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra terkait rekomendasi persyaratan perpanjangan HGU PT Agromulia.
“Sudarso saat ini sedang menjalani masa pemidanaan di Lapas Sukamiskin, Bandung,” ungkap Firli.
Dijelaskan Firli, penetapan ketiga tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus Andi Putra. Dalam kasus itu, Andi Putra divonis bersalah karena menerima suap dari Sudarso.
Rasuah dilatarbelakangi karena area perkebunan sawit PT Agromulia terpecah di dua wilayah: Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing. Ini terjadi akibat pemekaran wilayah.
PT Agromulia telah membangun kebun plasma sekitar 20 persen dari lahan perusahaan di Kabupaten Kampar. Namun karena pemekaran wilayah, perusahaan juga harus membangun kebun plasma di Kabupaten Kuansing. Hal itu, menjadi syarat perpanjangan HGU.
Sudarso diminta mengurus dan memperpanjang HGU yang akan habis pada 2024. Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi pengurusan HGU. Lahan yang diajukan seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing.
Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya agar mempermudah perpanjangan HGU. Syahrir meminta Rp 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura.
Atas persetujuan Frank, PT Agromulia menggucurkan 120 ribu dolar Singapura atau Rp 1,2 miliar untuk Syahrir. Uang diantar Sudarso ke rumah dinas pada September 2021.
Tak lama setelah uang diterima, Syahrir memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Agromulia. Ekspose mengundang pejabat Pemerintah Kabupaten Kuansing, Camat dan Kepala Desa dimana area perkebunan PT Agromulia berada.
Dalam ekspose Syahrir mengusulkan Bupati Kuansing menerbitkan rekomendasi. “Dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar,” ujar Firli.
Andi meminta uang untuk penerbitan rekomendasi. Atas persetujuan Frank, Sudarso menyerahkan Rp 500 juta pada September 2021. Berikutnya pada 18 Oktober 2021 Rp 200 juta. Pada saat penyerahan kedua ini, Suharso dan Andi Putra diringkus petugas KPK. ■
]]> , Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir mangkir pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sedianya Syahrir diperiksa sebagai tersangka kasus suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Agromulia Agrolestari.
“Tim penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif hadir,” ujar Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi (Purnawirawan) Firli Bahuri.
Syahrir diduga menerima Rp 1,2 miliar dari Frank Wijaya, Komisaris PT Adimulia Agrolestari. Fulus dikucurkan lewat General Manager PT Agromulia Agrolestari, Sudarso. Ketiganya pun ditetapkan sebagai tersangka.
Kemarin, Frank memenuhi pemeriksaan sebagai tersangka. Usai pemeriksaan, Frank ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Syahrir lolos dari penahanan lantaran mangkir. Sementara Sudarso tidak dilakukan penahanan karena tengah dipenjara. Ia divonis bersalah lantaran menyuap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra terkait rekomendasi persyaratan perpanjangan HGU PT Agromulia.
“Sudarso saat ini sedang menjalani masa pemidanaan di Lapas Sukamiskin, Bandung,” ungkap Firli.
Dijelaskan Firli, penetapan ketiga tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus Andi Putra. Dalam kasus itu, Andi Putra divonis bersalah karena menerima suap dari Sudarso.
Rasuah dilatarbelakangi karena area perkebunan sawit PT Agromulia terpecah di dua wilayah: Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing. Ini terjadi akibat pemekaran wilayah.
PT Agromulia telah membangun kebun plasma sekitar 20 persen dari lahan perusahaan di Kabupaten Kampar. Namun karena pemekaran wilayah, perusahaan juga harus membangun kebun plasma di Kabupaten Kuansing. Hal itu, menjadi syarat perpanjangan HGU.
Sudarso diminta mengurus dan memperpanjang HGU yang akan habis pada 2024. Sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi pengurusan HGU. Lahan yang diajukan seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing.
Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya agar mempermudah perpanjangan HGU. Syahrir meminta Rp 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura.
Atas persetujuan Frank, PT Agromulia menggucurkan 120 ribu dolar Singapura atau Rp 1,2 miliar untuk Syahrir. Uang diantar Sudarso ke rumah dinas pada September 2021.
Tak lama setelah uang diterima, Syahrir memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Agromulia. Ekspose mengundang pejabat Pemerintah Kabupaten Kuansing, Camat dan Kepala Desa dimana area perkebunan PT Agromulia berada.
Dalam ekspose Syahrir mengusulkan Bupati Kuansing menerbitkan rekomendasi. “Dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar,” ujar Firli.
Andi meminta uang untuk penerbitan rekomendasi. Atas persetujuan Frank, Sudarso menyerahkan Rp 500 juta pada September 2021. Berikutnya pada 18 Oktober 2021 Rp 200 juta. Pada saat penyerahan kedua ini, Suharso dan Andi Putra diringkus petugas KPK. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID