DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
20 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Post Title –

5 min read

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) menjadi perhatian penting pemerintah saat ini. Kepada Rakyat Merdeka, tadi malam, Menkes meminta para tenaga kesehatan (nakes) yang menangani penyakit ini, turun tangan dan gerak cepat alias gercep mengecek lebih detail.

“Team surveillance, tim medis, harus gerak cepat. Mencatat dan mengecek obat-obatan apa saja yang dikonsumsi anak-anak tersebut sebelum masuk dirawat di rumah sakit. Difoto atau minta diserahkan obat-obatannya. Kita akan segera lakukan analisa toksikologi lengkap di laboratorium jaringan Kemenkes,” kata Menkes.

Terkait ini, Menkes mengimbau agar keluarga pasien membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya. Serta menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.

RSCM, kata Menkes, akan menjadi pusat rumah sakit rujukan untuk penanganan penyakit ini. Sampai tanggal 18 Oktober, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat angka gangguan ginjal akut mencapai 206 kasus. Dengan 99 kematian, dan 65 persen tercatat di RSCM. Kasus ini mayoritas dialami anak usia di bawah 5 tahun.

Untuk meningkatkan kewaspadaan, Kemenkes meminta tenaga kesehatan, untuk sementara, tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup, sampai ditemukan hasil penelusuran tuntas tentang penyebab penyakit tersebut. Seluruh apotek juga, untuk sementara, tidak menjual obat bebas dalam bentuk cairan kepada masyarakat, sampai ditemukan secara pasti obat-obatan mana yang mengandung bahan kimia yang menyebabkan penyakit ini.

Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, saat ini tengah melakukan uji laboratorium untuk memastikan penyebab pasti, dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

Kepada masyarakat, Kemenkes mengimbau agar tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cairan tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Sebagai alternatif, dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya. Perawatan anak yang demam di rumah, sebaiknya dengan cara mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat dan gunakan pakaian yang tipis. Jika terdapat tanda-tanda membahayakan, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Gangguan ginjal akut menyerang anak usia 0-18 tahun, dengan gejala anuria (tidak kencing) atau oliguria (kencing sedikit), yang terjadi tiba-tiba.

Kemenkes menjelaskan, kasus suspeknya, ditemukan tanpa riwayat kelainan ginjal, dan tanpa disertai gejala demam, diare, muntah atau batuk pilek. Dalam uji laboratorium, diketahui penderita mengalami peningkatan kadar ureum kreatinin sampai 1,5 kali dari normal. Dan pemeriksaan USG menunjukkan, bentuk dan ukuran ginjalnya tetap normal. Tidak ada kelainan batu, kista atau massa.

Kemenkes mengimbau orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Kemenkes telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada seluruh kepala dinas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan seluruh Indonesia, PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IBI (Ikatan Bidan Indonesia) dan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), pada 18 Oktober 2022.

Isinya, agar fasilitas kesehatan yang memberikan perawatan kepada pasien gangguan ginjal akut melakukan penyelidikan epidemiologi. Berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/ kota setempat. Penyelidikan meliputi kegiatan anamnesa. Termasuk, penggunaan obat-obatan sediaan cair yang digunakan sebelum mengalami gejala gangguan ginjal pada anak. Baik obat yang dibeli bebas, maupun obat yang didapatkan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Bila ada riwayat penggunaan obat-obatan sediaan cair, keluarga pasien diminta menyerahkan obat-obatan tersebut ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan, tempat pasien dirawat.

Selanjutnya, instalasi atau unit farmasi dan fasilitas pelayanan kesehatan melakukan pengemasan ulang, penyegelan obat, dan dimasukkan dalam plastik transparan untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi. Rumah sakit harus membuat surat permohonan pemeriksaan toksikologi ke laboratorium rujukan disertai sampel darah dan urine-nya.NAN/HES
]]> , Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) menjadi perhatian penting pemerintah saat ini. Kepada Rakyat Merdeka, tadi malam, Menkes meminta para tenaga kesehatan (nakes) yang menangani penyakit ini, turun tangan dan gerak cepat alias gercep mengecek lebih detail.

Team surveillance, tim medis, harus gerak cepat. Mencatat dan mengecek obat-obatan apa saja yang dikonsumsi anak-anak tersebut sebelum masuk dirawat di rumah sakit. Difoto atau minta diserahkan obat-obatannya. Kita akan segera lakukan analisa toksikologi lengkap di laboratorium jaringan Kemenkes,” kata Menkes.

Terkait ini, Menkes mengimbau agar keluarga pasien membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya. Serta menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.

RSCM, kata Menkes, akan menjadi pusat rumah sakit rujukan untuk penanganan penyakit ini. Sampai tanggal 18 Oktober, Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat angka gangguan ginjal akut mencapai 206 kasus. Dengan 99 kematian, dan 65 persen tercatat di RSCM. Kasus ini mayoritas dialami anak usia di bawah 5 tahun.

Untuk meningkatkan kewaspadaan, Kemenkes meminta tenaga kesehatan, untuk sementara, tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup, sampai ditemukan hasil penelusuran tuntas tentang penyebab penyakit tersebut. Seluruh apotek juga, untuk sementara, tidak menjual obat bebas dalam bentuk cairan kepada masyarakat, sampai ditemukan secara pasti obat-obatan mana yang mengandung bahan kimia yang menyebabkan penyakit ini.

Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, saat ini tengah melakukan uji laboratorium untuk memastikan penyebab pasti, dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

Kepada masyarakat, Kemenkes mengimbau agar tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cairan tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Sebagai alternatif, dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya. Perawatan anak yang demam di rumah, sebaiknya dengan cara mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat dan gunakan pakaian yang tipis. Jika terdapat tanda-tanda membahayakan, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Gangguan ginjal akut menyerang anak usia 0-18 tahun, dengan gejala anuria (tidak kencing) atau oliguria (kencing sedikit), yang terjadi tiba-tiba.

Kemenkes menjelaskan, kasus suspeknya, ditemukan tanpa riwayat kelainan ginjal, dan tanpa disertai gejala demam, diare, muntah atau batuk pilek. Dalam uji laboratorium, diketahui penderita mengalami peningkatan kadar ureum kreatinin sampai 1,5 kali dari normal. Dan pemeriksaan USG menunjukkan, bentuk dan ukuran ginjalnya tetap normal. Tidak ada kelainan batu, kista atau massa.

Kemenkes mengimbau orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Kemenkes telah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada seluruh kepala dinas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan seluruh Indonesia, PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IBI (Ikatan Bidan Indonesia) dan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), pada 18 Oktober 2022.

Isinya, agar fasilitas kesehatan yang memberikan perawatan kepada pasien gangguan ginjal akut melakukan penyelidikan epidemiologi. Berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/ kota setempat. Penyelidikan meliputi kegiatan anamnesa. Termasuk, penggunaan obat-obatan sediaan cair yang digunakan sebelum mengalami gejala gangguan ginjal pada anak. Baik obat yang dibeli bebas, maupun obat yang didapatkan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Bila ada riwayat penggunaan obat-obatan sediaan cair, keluarga pasien diminta menyerahkan obat-obatan tersebut ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan, tempat pasien dirawat.

Selanjutnya, instalasi atau unit farmasi dan fasilitas pelayanan kesehatan melakukan pengemasan ulang, penyegelan obat, dan dimasukkan dalam plastik transparan untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi. Rumah sakit harus membuat surat permohonan pemeriksaan toksikologi ke laboratorium rujukan disertai sampel darah dan urine-nya.NAN/HES

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |