Sosialisasikan G20 Sampai Ke Desa Panitia Kudu Kuatkan Koordinasi Dengan Pemkot –
7 min readKonferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of 20 (G20) di Bali akan digelar pada 15-16 November 2022. Waktunya semakin dekat. Namun, sosialisasi ini nampak belum maksimal.
Gelaran tersebut seolah hanya ramai di tingkat elit dan kelompok tertentu saja. Banyak masyarakat, khususnya di pedesaan yang belum paham tentang G20.
Salah satu pemasok bawang merah ke pedagang pasar Simpang, Kabupaten Garut, Lina (28) mengaku nyaris tidak tahu sama sekali tentang Presidensi G20. Sedikit informasi, itu pun dari media cetak yang sepintas dia baca.
“G20 itu aku pernah liat di koran kayak acara pejabat-pejabat ya,” ujar Lina saat ditemui di Kabupaten Garut, Rabu (19/10).
Ia mengaku selain pertemuan pejabat, selebihnya tidak paham G20 itu apa. Begitu juga manfaatnya yang tidak diketahuinya. Ketika ditanya lebih jauh nampaknya ia merasa jengah dengan pertanyaan yang disampaikan wartawan Rakyat Merdeka. Lina geleng-geleng kepala. “Aku nggak ngerti,” cetusnya.
Warga Kecamatan Bayongbong Garut, Dela (25) juga tidak mengerti Presidensi G20. Mahasiswi yang berkuliah di salah satu kampus di Cikarang Bekasi ini mengaku pernah mendengar sepintas tapi awam dengan G20.
“Nggak ngerti G20 itu untuk apa. Manfaatnya juga saya nggak ngerti,” aku Dela.
Ulfa (28), seorang ibu rumah tangga juga mengaku buta sama sekali dengan event tersebut. “Mana aku tau,” ucapnya.
Berbeda dengan penduduk di DKI Jakarta yang sedikit lebih memahami apa itu KTT G20. Wajar saja sosialisasi ini di Jakarta begitu gencar. Seperti yang diutarakan Nasrulloh (32) karyawan swasta yang berkantor di Jakarta.
Ia mengaku walau sedikit tapi tau apa itu G20. Informasi itu ia dapat dari banyak iklan di sekitar ruas jalan di Ibu Kota. Dari situ ia penasaran untuk membaca beritanya di media lebih dalam.
“Nih yak, yang saya tau G20 itu forum 20 negara gitu dah. Bahas soal permasalahan ekonomi,” ucapnya.
Ia sepakat, G20 penting dan banyak manfaatnya. Karena itu, mestinya sosialisasi jangan di perkotaan saja. Tapi sampai di pelosok daerah seperti di pusat perbelanjaan termasuk pasar tradisional.
Sosialisasi yang dimaksud serupa dengan kampanye pemilihan gubernur, bupati atau wali kota. Bisa juga serupa dengan sosialisasi protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Dimana banyak baliho, poster, stiker dan sebagainya yang terpampang di angkot, di pasar, trotoar jalan bahkan di toilet umum.
Begitu juga kanal media sosial (medsos) yang sering dikunjungi masyarakat. Semuanya bisa jadi sarana untuk menerangkan secara singkat tentang G20 dan manfaatnya bagi masyarakat.
Saat dikonfirmasi, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengaku, koordinasi untuk sosialisasi G20 dari tingkat pusat ke kabupaten masih belum optimal. Sosialisasi masih harus dimaksimalkan.
“Mengenai manfaat saya kira panitia di tingkat nasional harus lebih gencar lagi harus ada koordinasi yang nyambung antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara formal dengan Dinas Kominfo di masing-masing Pemerintah Kota dan Kabupaten,” ujar Bima menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka, di Forum Merdeka Barat (FMB) 9, kemarin.
Pengenalan serta branding G20 ini harus terus dilakukan di berbagai kanal. Branding perlu memanfaatkan berbagai peluang sosialisasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota. Lalu mengangkat dan mengenalkan isu-isu dari G20 ini ke level kota masing-masing sehingga familiar di masyarakat.
“Saran saya kepada kementerian terkait kepada panitia G20 di tingkat nasional agar lebih melakukan penetrasi lagi kepada asosiasi-asosiasi Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk memastikan bahwa gaung G20 ini maksimal dan update sehingga nyambung isu di tingkat nasional dan tingkat lokal,” tuturnya.
Ia juga menyarankan agar pusat juga memanfaatkan, Indonesia Creative Cities Network (ICCN) atau Jejaring Kota/Kabupaten Kreatif Indonesia. Di sana ada banyak anak muda yang siap mengeluarkan ide kreatifnya untuk membantu mensosialisasikan G20.
“Pemuda kreatif yang tergabung di dalam ICCN itu harus diberdayakan. Ini harus kerja sama pentahelix. Ada kolaborasi supaya pesannya nyampe ke masyarakat bahwa G20 ini bukan sekedar seremonial pamer mobil listrik, misalnya. Tapi ada nyambungnya dengan masa depan masyarakat semua,” paparnya.
Sebetulnya, ada manfaat yang bisa dirasakan oleh daerah khususnya pelaku usaha kecil di bidang kerajinan atau fesyen khas daerah. Tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama dari daerah dengan negara lain. Tentu hal tersebut jika berjalan akan memutar roda perekonomian di daerah.
“Contoh kerjasama dari daerah dengan dunia internasional itu seperti kemarin di Bogor kami menyelenggarakan event para Walikota-walikota G20. Di sana, dipamerkan produk UMKM Bogor itu jadi terbuka potensi kerjasama yang muncul ketika perwakilan dari kota-kota G20 ini mengunjungi beberapa stand dari acara-acara tersebut,” paparnya.
Banyak potensi ekonomi yang bisa ditawarkan. Ia membeberkan, dari pameran yang berkaitan dengan G20 di daerahnya itu, kini telah terbuka rencana bisnis dari UMKM di bidang perdagangan tanaman hias dengan negara lain.
Daerah, lanjut dia, juga berkesempatan untuk menunjukkan produk fesyen yang ramah lingkungan dan green economic. Selain itu ada juga kemudian pengelolaan limbah sampah oleh anak muda di daerah.
Masih banyak peluang yang menarik perhatian dari negara-negara lain. Yang ujungnya diharapkan bisa ikut mendorong ekonomi di daerah.
“Jadi saya kira program-program yang sudah berjalan ini bisa diekspos melalui event-event seperti itu,” katanya.
Ia menambahkan, KTT G20 yang digelar di Bali akan banyak sekali UMKM yang merasakan manfaatnya secara langsung. Singkatnya para anggota G20 itu akan datang melihat produk dan diskusi. “Lalu terjadi transaksi kira-kira seperti itu,” tukasnya.
Adapun G20 bertujuan mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. G20 pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun sejak 2008 G20 membahas berbagai sektor pembangunan masyarakat di seluruh dunia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa total pagu anggaran G20 mencapai Rp 666,6 miliar. Realisasi per Oktober 2022 Rp 544,2 miliar. ■
]]> , Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of 20 (G20) di Bali akan digelar pada 15-16 November 2022. Waktunya semakin dekat. Namun, sosialisasi ini nampak belum maksimal.
Gelaran tersebut seolah hanya ramai di tingkat elit dan kelompok tertentu saja. Banyak masyarakat, khususnya di pedesaan yang belum paham tentang G20.
Salah satu pemasok bawang merah ke pedagang pasar Simpang, Kabupaten Garut, Lina (28) mengaku nyaris tidak tahu sama sekali tentang Presidensi G20. Sedikit informasi, itu pun dari media cetak yang sepintas dia baca.
“G20 itu aku pernah liat di koran kayak acara pejabat-pejabat ya,” ujar Lina saat ditemui di Kabupaten Garut, Rabu (19/10).
Ia mengaku selain pertemuan pejabat, selebihnya tidak paham G20 itu apa. Begitu juga manfaatnya yang tidak diketahuinya. Ketika ditanya lebih jauh nampaknya ia merasa jengah dengan pertanyaan yang disampaikan wartawan Rakyat Merdeka. Lina geleng-geleng kepala. “Aku nggak ngerti,” cetusnya.
Warga Kecamatan Bayongbong Garut, Dela (25) juga tidak mengerti Presidensi G20. Mahasiswi yang berkuliah di salah satu kampus di Cikarang Bekasi ini mengaku pernah mendengar sepintas tapi awam dengan G20.
“Nggak ngerti G20 itu untuk apa. Manfaatnya juga saya nggak ngerti,” aku Dela.
Ulfa (28), seorang ibu rumah tangga juga mengaku buta sama sekali dengan event tersebut. “Mana aku tau,” ucapnya.
Berbeda dengan penduduk di DKI Jakarta yang sedikit lebih memahami apa itu KTT G20. Wajar saja sosialisasi ini di Jakarta begitu gencar. Seperti yang diutarakan Nasrulloh (32) karyawan swasta yang berkantor di Jakarta.
Ia mengaku walau sedikit tapi tau apa itu G20. Informasi itu ia dapat dari banyak iklan di sekitar ruas jalan di Ibu Kota. Dari situ ia penasaran untuk membaca beritanya di media lebih dalam.
“Nih yak, yang saya tau G20 itu forum 20 negara gitu dah. Bahas soal permasalahan ekonomi,” ucapnya.
Ia sepakat, G20 penting dan banyak manfaatnya. Karena itu, mestinya sosialisasi jangan di perkotaan saja. Tapi sampai di pelosok daerah seperti di pusat perbelanjaan termasuk pasar tradisional.
Sosialisasi yang dimaksud serupa dengan kampanye pemilihan gubernur, bupati atau wali kota. Bisa juga serupa dengan sosialisasi protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Dimana banyak baliho, poster, stiker dan sebagainya yang terpampang di angkot, di pasar, trotoar jalan bahkan di toilet umum.
Begitu juga kanal media sosial (medsos) yang sering dikunjungi masyarakat. Semuanya bisa jadi sarana untuk menerangkan secara singkat tentang G20 dan manfaatnya bagi masyarakat.
Saat dikonfirmasi, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengaku, koordinasi untuk sosialisasi G20 dari tingkat pusat ke kabupaten masih belum optimal. Sosialisasi masih harus dimaksimalkan.
“Mengenai manfaat saya kira panitia di tingkat nasional harus lebih gencar lagi harus ada koordinasi yang nyambung antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara formal dengan Dinas Kominfo di masing-masing Pemerintah Kota dan Kabupaten,” ujar Bima menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka, di Forum Merdeka Barat (FMB) 9, kemarin.
Pengenalan serta branding G20 ini harus terus dilakukan di berbagai kanal. Branding perlu memanfaatkan berbagai peluang sosialisasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota. Lalu mengangkat dan mengenalkan isu-isu dari G20 ini ke level kota masing-masing sehingga familiar di masyarakat.
“Saran saya kepada kementerian terkait kepada panitia G20 di tingkat nasional agar lebih melakukan penetrasi lagi kepada asosiasi-asosiasi Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk memastikan bahwa gaung G20 ini maksimal dan update sehingga nyambung isu di tingkat nasional dan tingkat lokal,” tuturnya.
Ia juga menyarankan agar pusat juga memanfaatkan, Indonesia Creative Cities Network (ICCN) atau Jejaring Kota/Kabupaten Kreatif Indonesia. Di sana ada banyak anak muda yang siap mengeluarkan ide kreatifnya untuk membantu mensosialisasikan G20.
“Pemuda kreatif yang tergabung di dalam ICCN itu harus diberdayakan. Ini harus kerja sama pentahelix. Ada kolaborasi supaya pesannya nyampe ke masyarakat bahwa G20 ini bukan sekedar seremonial pamer mobil listrik, misalnya. Tapi ada nyambungnya dengan masa depan masyarakat semua,” paparnya.
Sebetulnya, ada manfaat yang bisa dirasakan oleh daerah khususnya pelaku usaha kecil di bidang kerajinan atau fesyen khas daerah. Tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama dari daerah dengan negara lain. Tentu hal tersebut jika berjalan akan memutar roda perekonomian di daerah.
“Contoh kerjasama dari daerah dengan dunia internasional itu seperti kemarin di Bogor kami menyelenggarakan event para Walikota-walikota G20. Di sana, dipamerkan produk UMKM Bogor itu jadi terbuka potensi kerjasama yang muncul ketika perwakilan dari kota-kota G20 ini mengunjungi beberapa stand dari acara-acara tersebut,” paparnya.
Banyak potensi ekonomi yang bisa ditawarkan. Ia membeberkan, dari pameran yang berkaitan dengan G20 di daerahnya itu, kini telah terbuka rencana bisnis dari UMKM di bidang perdagangan tanaman hias dengan negara lain.
Daerah, lanjut dia, juga berkesempatan untuk menunjukkan produk fesyen yang ramah lingkungan dan green economic. Selain itu ada juga kemudian pengelolaan limbah sampah oleh anak muda di daerah.
Masih banyak peluang yang menarik perhatian dari negara-negara lain. Yang ujungnya diharapkan bisa ikut mendorong ekonomi di daerah.
“Jadi saya kira program-program yang sudah berjalan ini bisa diekspos melalui event-event seperti itu,” katanya.
Ia menambahkan, KTT G20 yang digelar di Bali akan banyak sekali UMKM yang merasakan manfaatnya secara langsung. Singkatnya para anggota G20 itu akan datang melihat produk dan diskusi. “Lalu terjadi transaksi kira-kira seperti itu,” tukasnya.
Adapun G20 bertujuan mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. G20 pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun sejak 2008 G20 membahas berbagai sektor pembangunan masyarakat di seluruh dunia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa total pagu anggaran G20 mencapai Rp 666,6 miliar. Realisasi per Oktober 2022 Rp 544,2 miliar. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID