Pengusaha Daerah Dimintai Sumbangan Pilkada Kalau Nggak Mau Nyumbang Ya Tidak Apa-apa Juga Kali… –
5 min readKelakuan para calon kepala daerah yang meminta sumbangan bikin para pengusaha pusing. Soalnya, praktik minta sumbangan ini dilakukan hampir semua calon kepala daerah.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, banyak para pengusaha mengeluh karena semua calon kepala daerah meminta uang. Hal tersebut, kata dia, membuat pengusaha pusing jika memiliki usaha-usaha lain di berbagai daerah, yang juga diminta sumbangan uang.
“Ini rata-rata, dia (pengusaha) harus menyumbang tidak hanya satu calon, tapi dua, tiga calon, di daerah yang sama,” beber Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo) dalam jumpa pers di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/10).
Politisi Golkar ini mengatakan, banyak teman-temannya di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengeluhkan kelakuan para calon kepala daerah yang meminta sumbangan tersebut. Apalagi, kata dia, di wilayah tersebut digelar pilkada serentak.
“Kami berencana mengevaluasi pilkada yang dilangsungkan di Indonesia. Seberapa banyak manfaat dan mudarat dari pilkada yang dijalankan Indonesia. Tapi, evaluasi itu baru bersifat diskusi,” tandasnya.
Akun @Maliki mengatakan, sudah menjadi rahasia umum kalau pengusaha dipalak preman politik. Bahkan, kata @Dickson_Wirahadiputra, sejak zaman dulu saat Orde Baru sudah terjadi sumbangan dari para pengusaha.
“Cuma beda kasusnya. Sehingga suara pengusaha itu seperti suara dewa, karena mereka penyandang dana politik di seluruh dunia,” ujarnya.
Menurut @Sayalay_Nagavesi, pungli itu sudah jadi kebiasaan sejak dulu. Kata dia, mulai pungli dari preman jalanan sampai preman berdasi dan preman konstitusi.
“Pungli yang menyebabkan biaya ekonomi Indonesia tertinggi di Asia,” ujar @Sayalay_Nagavesi. “Salah satu bukti bahwa alam demokrasi makin suram di pemerintahan saat ini,” kata @The_Jack.
Akun @Ahli_Berpendapat malah bertanya balik kepada Bambang Soesatyo. Kata dia, apakah Bambang Soesatyo juga dimintai sumbangan duit oleh para calon kepala daerah.
“Atau mungkin mereka (para calon kepala daerah) nggak berani?” tanya dia.
“Wong dia pembinanya para pengusaha, mana berani calon kepapa daerah malakin,” timpal @Andri_Kurniawan.
Akun @Jhones_banget tidak setuju bila pilkada diserahkan kepada anggota DPRD untuk memilih calon kepala daerah. Dia bilang, usulan Bamsoet menyerahkan kepala daerah dipilih DPRD lagi kemunduran luar biasa.
“Wah mundur lagi dong, bisa jadi ajang suap menyuap anggota DPRD,” ujar @Deddy_Hidayat. “Pilkada melalui pemilihan di DPRD sebagai pengebirian demokrasi kerakyatan,” tukas @Mohammad_Machdi_Yunus.
Akun @BlakcoTanya menuturkan, wacana pilkada lewat DPRD kembali hidup. Selama ini, perdebatan wacana pilkada tidak langsung ini sudah berjalan cukup lama. Dia bilang, pilkada lewat DPRD memperbesar kongkalikong orang-orang partai.
“Pilkada langsung memang banyak money politic, tapi setidaknya rakyat bisa pilih langsung sesuai nurani dan tebalan amplopnya. Kalau dipilih DPRD yang dapat anggota dewan sama elit-elit partainya doang,” kata @Mochamad_Nayazi.
Sementara, @Bahedi setuju pilkada dikembalikan kepada DPRD. Kata dia, pilkada melalui DPRD mudorotnya lebih kecil dibanding pilkada langsung. Dia memprediksi, paling akan terjadi suap menyuap kepada anggota DPRD.
“Dan itu tidak seberapa jika dibanding dengan biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah dan parpol jika via pilkada langsung,” ujarnya.
Akun @Jefri_Docho_Sibuea menyebut terlalu banyak cost yang dikeluarkan untuk pilkada langsung. Hasilnya, kata dia, hanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ongkos pilkada melalui DPRD, kata dia, cuma 30 persen dari pilkada langsung.
“Belum lagi terjadi perpecahan dan gontok-gontokan di tengah masyarakat dalam pilkada itu,” tandas @Bahedi. [TIF] ]]> , Kelakuan para calon kepala daerah yang meminta sumbangan bikin para pengusaha pusing. Soalnya, praktik minta sumbangan ini dilakukan hampir semua calon kepala daerah.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, banyak para pengusaha mengeluh karena semua calon kepala daerah meminta uang. Hal tersebut, kata dia, membuat pengusaha pusing jika memiliki usaha-usaha lain di berbagai daerah, yang juga diminta sumbangan uang.
“Ini rata-rata, dia (pengusaha) harus menyumbang tidak hanya satu calon, tapi dua, tiga calon, di daerah yang sama,” beber Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo) dalam jumpa pers di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/10).
Politisi Golkar ini mengatakan, banyak teman-temannya di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengeluhkan kelakuan para calon kepala daerah yang meminta sumbangan tersebut. Apalagi, kata dia, di wilayah tersebut digelar pilkada serentak.
“Kami berencana mengevaluasi pilkada yang dilangsungkan di Indonesia. Seberapa banyak manfaat dan mudarat dari pilkada yang dijalankan Indonesia. Tapi, evaluasi itu baru bersifat diskusi,” tandasnya.
Akun @Maliki mengatakan, sudah menjadi rahasia umum kalau pengusaha dipalak preman politik. Bahkan, kata @Dickson_Wirahadiputra, sejak zaman dulu saat Orde Baru sudah terjadi sumbangan dari para pengusaha.
“Cuma beda kasusnya. Sehingga suara pengusaha itu seperti suara dewa, karena mereka penyandang dana politik di seluruh dunia,” ujarnya.
Menurut @Sayalay_Nagavesi, pungli itu sudah jadi kebiasaan sejak dulu. Kata dia, mulai pungli dari preman jalanan sampai preman berdasi dan preman konstitusi.
“Pungli yang menyebabkan biaya ekonomi Indonesia tertinggi di Asia,” ujar @Sayalay_Nagavesi. “Salah satu bukti bahwa alam demokrasi makin suram di pemerintahan saat ini,” kata @The_Jack.
Akun @Ahli_Berpendapat malah bertanya balik kepada Bambang Soesatyo. Kata dia, apakah Bambang Soesatyo juga dimintai sumbangan duit oleh para calon kepala daerah.
“Atau mungkin mereka (para calon kepala daerah) nggak berani?” tanya dia.
“Wong dia pembinanya para pengusaha, mana berani calon kepapa daerah malakin,” timpal @Andri_Kurniawan.
Akun @Jhones_banget tidak setuju bila pilkada diserahkan kepada anggota DPRD untuk memilih calon kepala daerah. Dia bilang, usulan Bamsoet menyerahkan kepala daerah dipilih DPRD lagi kemunduran luar biasa.
“Wah mundur lagi dong, bisa jadi ajang suap menyuap anggota DPRD,” ujar @Deddy_Hidayat. “Pilkada melalui pemilihan di DPRD sebagai pengebirian demokrasi kerakyatan,” tukas @Mohammad_Machdi_Yunus.
Akun @BlakcoTanya menuturkan, wacana pilkada lewat DPRD kembali hidup. Selama ini, perdebatan wacana pilkada tidak langsung ini sudah berjalan cukup lama. Dia bilang, pilkada lewat DPRD memperbesar kongkalikong orang-orang partai.
“Pilkada langsung memang banyak money politic, tapi setidaknya rakyat bisa pilih langsung sesuai nurani dan tebalan amplopnya. Kalau dipilih DPRD yang dapat anggota dewan sama elit-elit partainya doang,” kata @Mochamad_Nayazi.
Sementara, @Bahedi setuju pilkada dikembalikan kepada DPRD. Kata dia, pilkada melalui DPRD mudorotnya lebih kecil dibanding pilkada langsung. Dia memprediksi, paling akan terjadi suap menyuap kepada anggota DPRD.
“Dan itu tidak seberapa jika dibanding dengan biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah dan parpol jika via pilkada langsung,” ujarnya.
Akun @Jefri_Docho_Sibuea menyebut terlalu banyak cost yang dikeluarkan untuk pilkada langsung. Hasilnya, kata dia, hanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Ongkos pilkada melalui DPRD, kata dia, cuma 30 persen dari pilkada langsung.
“Belum lagi terjadi perpecahan dan gontok-gontokan di tengah masyarakat dalam pilkada itu,” tandas @Bahedi. [TIF]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID