Sekda Kota Bandung: Gratifikasi Akar Korupsi dan Sumber Konflik Kepentingan –
3 min readSeluruh Aparatur Sipil negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung diminta mewaspadai celah gratifikasi. Pasalnya, gratifikasi dapat menyeret ASN ke ranah hukum.
“Gratifikasi merupakan akar korupsi dan sumber dari conflict of interest (konflik kepentingan). Kita sudah ada perwal tetang pengelolaan gratifikasi,” ujar Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, di Balaikota Pemkot Bandung, Selasa (11/10/2022).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah gratifikasi bisa melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi, melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
“Kalau sudah berbicara evaluasi MCP itu ternyata melibatkan semua pejabat, institusi, dan OPD. Ini menjadi salah satu PR besar di Pemkot Bandung, terutama pada Unit Pengelola Gratifikasinya yang belum berjalan dengan maksimal,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, seluruh tindak tanduk ASN Kota Bandung dalam menjaga integritasnya telah tertuang dalam Perwal nomor 15 tahun 2014 tentang pengendalian gratifikasi.
Lalu, terdapat pula pada UU 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ema memaparkan, ada beberapa hal yang perlu dicermati agar para ASN tidak terjerembab dalam conflict of interest. Salah satunya memperhatikan aspek kepastian hukum.
“Kita harus benar-benar yakini apa yang dilakukan tidak melanggar,” tuturnya.
Selanjutnya, Ema menjelaskan, aspek transparansi dan fairness yang menunjukkan aspek keadilan dari pemangku kebijakan. Kemudian, memperhatikan kepentingan umum. Para ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada organisasi atau pihak tertentu.
“Jangan sampai ada penyalahgunaan kewenangan. Aspek ‘BerAKHLAK itu yang harusnya melandasi kita dalam bertindak sesuai dengan kode etik dalam ASN,” papar Ema.
Dia juga menekankan, para ASN wajib menerapkan proses pelayanan dengan hormat, sopan, dan santun kepada siapapun tanpa memandang status sosial ataupun relasi.
“Ini bagian dari kode etik ASN yang sudah ada dalam perwal kita,” pungkasnya.
]]> , Seluruh Aparatur Sipil negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung diminta mewaspadai celah gratifikasi. Pasalnya, gratifikasi dapat menyeret ASN ke ranah hukum.
“Gratifikasi merupakan akar korupsi dan sumber dari conflict of interest (konflik kepentingan). Kita sudah ada perwal tetang pengelolaan gratifikasi,” ujar Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, di Balaikota Pemkot Bandung, Selasa (11/10/2022).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah gratifikasi bisa melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi, melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
“Kalau sudah berbicara evaluasi MCP itu ternyata melibatkan semua pejabat, institusi, dan OPD. Ini menjadi salah satu PR besar di Pemkot Bandung, terutama pada Unit Pengelola Gratifikasinya yang belum berjalan dengan maksimal,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, seluruh tindak tanduk ASN Kota Bandung dalam menjaga integritasnya telah tertuang dalam Perwal nomor 15 tahun 2014 tentang pengendalian gratifikasi.
Lalu, terdapat pula pada UU 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ema memaparkan, ada beberapa hal yang perlu dicermati agar para ASN tidak terjerembab dalam conflict of interest. Salah satunya memperhatikan aspek kepastian hukum.
“Kita harus benar-benar yakini apa yang dilakukan tidak melanggar,” tuturnya.
Selanjutnya, Ema menjelaskan, aspek transparansi dan fairness yang menunjukkan aspek keadilan dari pemangku kebijakan. Kemudian, memperhatikan kepentingan umum. Para ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada organisasi atau pihak tertentu.
“Jangan sampai ada penyalahgunaan kewenangan. Aspek ‘BerAKHLAK itu yang harusnya melandasi kita dalam bertindak sesuai dengan kode etik dalam ASN,” papar Ema.
Dia juga menekankan, para ASN wajib menerapkan proses pelayanan dengan hormat, sopan, dan santun kepada siapapun tanpa memandang status sosial ataupun relasi.
“Ini bagian dari kode etik ASN yang sudah ada dalam perwal kita,” pungkasnya.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID