DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
17 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Perbaiki Kualitas Lingkungan Pesisir Reklamasi Pulau G Baiknya Jadi Ruang Terbuka Hijau –

6 min read

Ahli tata kota tidak setuju dengan rencana pemanfaat lahan di Pulau G hasil reklamasi teluk Jakarta untuk permukiman. Mereka menilai Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan di pesisir utara.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengkaji ulang pemanfaatan Pulau G untuk permukiman. Bahkan jika perlu, dibatalkan saja. Sebab, sejak awal pembangunan, reklamasi Pulau G mengundang polemik di masyarakat.

“Akan lebih baik jika Pulau G tidak digunakan untuk bangunan apapun, termasuk perumahan. Lebih baik diperuntukan untuk RTH,” kata Nirwono kepada Rakyat Merdeka.

Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) reklamasi Pulau G ditetapkan sebagai zona ambang. Pulau seluas 161 hektar itu diarahkan untuk permukiman.

Dalam Pergub Nomor 121 Tahun 2012 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke), Pulau G dikembangkan oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

Dua tahun kemudian, Izin itu diberikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Izin pengembangan ditetapkan dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Menurut Nirwono, kawasan RTH di Pulau G dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Karena, kondisi lingkungan di pesisir utara Jakarta sudah buruk.

“Jika untuk permukiman berarti luas pulau untuk RTH menjadi berkurang. Sehingga dampak terhadap lingkungan (kesejukan, keasrian, kesegaran) juga turut berkurang,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan ini menilai, jika Pulau G dijadikan permukiman, akan semakin membebani Ibu Kota. Terutama masalah sampah dan air bersih.

“Menangani limbah permukiman yang sudah ada saja, Pemprov DKI tidak mampu. Warga pesisir juga kesulitan air bersih, dan Pemprov DKI tidak mampu menyediakannya,” ungkapnya.

 

Nirwono menyarankan, Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman fokus membangun kawasan permukiman di daratan.

Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengkritik, sejak awal Gubernur Anies Baswedan tidak tegas dan ambigu terkait pulau reklamasi. Di satu sisi menolak, tapi ingin memanfaatkannya.

Kata Rio, jika Anies menjadikan Pulau G sebagai permukiman bisa dipastikan, hal ini hanya mengganti janji dengan Janji.

“Anies berjanji jumlah hunian yang akan dibangun selama 5 tahun adalah sekitar 250 ribu unit. Namun hingga saat ini, total unit yang terbangun hanya sebanyak 9,549 unit atau setara dengan 3,81 persen dari target,” kata Rio dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut dia, jika argumen pemanfaatan ruang pulau untuk permukiman bagian dari mengatasi backlog perumahan, dapat dipastikan muncul masalah bias segmentasi. Sebab, pengadaan rumah yang dibutuhkan untuk segmentasi pekerja yang belum memiliki rumah di Jakarta.

Sementara orientasi pemanfaatan reklamasi Pulau G, kawasan perluasan Ancol, kawasan Rorotan sebagai lahan cadangan, dan kawasan belakang tanggul pantai, untuk menopang aktivitas bisnis pariwisata kelas atas dan melayani aktivitas konsumsi penghuni kawasan real estate.

Dia menilai, Pergub Nomor 31 Tahun 2022 ini terkesan tergesa-gesa, tanpa kajian yang matang dan komprehensif.

Sementara, Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Abdul Aziz mengapresiasi Pergub Nomor 31 Tahun 2022. Menurut Aziz, penerbitan Pergub tersebut sudah tepat, sebelum masa jabatan Anies sebagai Gubernur berakhir.

“Pulau G ini sudah siap bangun, jadi harus ditetapkan segera peruntukannya agar ada kepastian,” katanya.

 

Ditetapkannya Pulau G menjadi kawasan permukiman, menurutnya, jadi solusi bagi persoalan rumah layak huni di Jakarta.

“Penetapan ini berdasarkan kebutuhan masyarakat Jakarta. Pada saat ini penduduk Jakarta sedang membutuhkan pemukiman yang layak,” ujarnya.

Namun Aziz berharap, kebijakan itu dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia mengingatkan Pemprov untuk tidak hanya mengakomodir kalangan atas.

“Harus ada pemukiman untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah,” sarannya.

Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto menuturkan, Pulau G diarahkan untuk permukiman lantaran masih banyak warga Ibu Kota yang membutuhkan hunian.

Diterangkan Heru, kawasan zona ambang belum berwujud. Karena itulah, Pemprov DKI belum bisa memastikan peruntukannya.

“Yang menentukan nanti Perda (Peraturan Daerah),” jelas dia.

Dia bilang, dalam Pergub Nomor 31 Tahun 2022 diatur tentang solusi kepemilikan rumah terjangkau. Salah satunya pengembangan kawasan berorientasi transit alias Transit Oriented Development (TOD). Selain itu, meningkatkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) agar pembangunan rumah di kawasan TOD bertingkat. ■
]]> , Ahli tata kota tidak setuju dengan rencana pemanfaat lahan di Pulau G hasil reklamasi teluk Jakarta untuk permukiman. Mereka menilai Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan di pesisir utara.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengkaji ulang pemanfaatan Pulau G untuk permukiman. Bahkan jika perlu, dibatalkan saja. Sebab, sejak awal pembangunan, reklamasi Pulau G mengundang polemik di masyarakat.

“Akan lebih baik jika Pulau G tidak digunakan untuk bangunan apapun, termasuk perumahan. Lebih baik diperuntukan untuk RTH,” kata Nirwono kepada Rakyat Merdeka.

Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) reklamasi Pulau G ditetapkan sebagai zona ambang. Pulau seluas 161 hektar itu diarahkan untuk permukiman.

Dalam Pergub Nomor 121 Tahun 2012 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke), Pulau G dikembangkan oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

Dua tahun kemudian, Izin itu diberikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Izin pengembangan ditetapkan dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Menurut Nirwono, kawasan RTH di Pulau G dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Karena, kondisi lingkungan di pesisir utara Jakarta sudah buruk.

“Jika untuk permukiman berarti luas pulau untuk RTH menjadi berkurang. Sehingga dampak terhadap lingkungan (kesejukan, keasrian, kesegaran) juga turut berkurang,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan ini menilai, jika Pulau G dijadikan permukiman, akan semakin membebani Ibu Kota. Terutama masalah sampah dan air bersih.

“Menangani limbah permukiman yang sudah ada saja, Pemprov DKI tidak mampu. Warga pesisir juga kesulitan air bersih, dan Pemprov DKI tidak mampu menyediakannya,” ungkapnya.

 

Nirwono menyarankan, Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman fokus membangun kawasan permukiman di daratan.

Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengkritik, sejak awal Gubernur Anies Baswedan tidak tegas dan ambigu terkait pulau reklamasi. Di satu sisi menolak, tapi ingin memanfaatkannya.

Kata Rio, jika Anies menjadikan Pulau G sebagai permukiman bisa dipastikan, hal ini hanya mengganti janji dengan Janji.

“Anies berjanji jumlah hunian yang akan dibangun selama 5 tahun adalah sekitar 250 ribu unit. Namun hingga saat ini, total unit yang terbangun hanya sebanyak 9,549 unit atau setara dengan 3,81 persen dari target,” kata Rio dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut dia, jika argumen pemanfaatan ruang pulau untuk permukiman bagian dari mengatasi backlog perumahan, dapat dipastikan muncul masalah bias segmentasi. Sebab, pengadaan rumah yang dibutuhkan untuk segmentasi pekerja yang belum memiliki rumah di Jakarta.

Sementara orientasi pemanfaatan reklamasi Pulau G, kawasan perluasan Ancol, kawasan Rorotan sebagai lahan cadangan, dan kawasan belakang tanggul pantai, untuk menopang aktivitas bisnis pariwisata kelas atas dan melayani aktivitas konsumsi penghuni kawasan real estate.

Dia menilai, Pergub Nomor 31 Tahun 2022 ini terkesan tergesa-gesa, tanpa kajian yang matang dan komprehensif.

Sementara, Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Abdul Aziz mengapresiasi Pergub Nomor 31 Tahun 2022. Menurut Aziz, penerbitan Pergub tersebut sudah tepat, sebelum masa jabatan Anies sebagai Gubernur berakhir.

“Pulau G ini sudah siap bangun, jadi harus ditetapkan segera peruntukannya agar ada kepastian,” katanya.

 

Ditetapkannya Pulau G menjadi kawasan permukiman, menurutnya, jadi solusi bagi persoalan rumah layak huni di Jakarta.

“Penetapan ini berdasarkan kebutuhan masyarakat Jakarta. Pada saat ini penduduk Jakarta sedang membutuhkan pemukiman yang layak,” ujarnya.

Namun Aziz berharap, kebijakan itu dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia mengingatkan Pemprov untuk tidak hanya mengakomodir kalangan atas.

“Harus ada pemukiman untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah,” sarannya.

Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto menuturkan, Pulau G diarahkan untuk permukiman lantaran masih banyak warga Ibu Kota yang membutuhkan hunian.

Diterangkan Heru, kawasan zona ambang belum berwujud. Karena itulah, Pemprov DKI belum bisa memastikan peruntukannya.

“Yang menentukan nanti Perda (Peraturan Daerah),” jelas dia.

Dia bilang, dalam Pergub Nomor 31 Tahun 2022 diatur tentang solusi kepemilikan rumah terjangkau. Salah satunya pengembangan kawasan berorientasi transit alias Transit Oriented Development (TOD). Selain itu, meningkatkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) agar pembangunan rumah di kawasan TOD bertingkat. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2025. DigiBerita.com. All rights reserved |