Gawat, 400 RW Di Ibu Kota Rawan Diamuk Jago Merah –
5 min readSebanyak 400 Rukun Warga (RW) di Jakarta rawan kebakaran. Yang tambah miris, hidran di sebagian lokasi tersebut rusak. Bahkan, ada wilayah tidak memiliki peralatan untuk memadamkan si jago merah tersebut.
Data itu merupakan hasil kajian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI).
“Di luar 400 RW itu, ada 64 RW yang masuk kategori sangat berisiko tinggi rawan kebakaran,” kata Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan di Jakarta, baru-baru ini.
Satriadi tidak merinci mana saja wilayah RW rawan kebakaran tersebut. Dia hanya menjelaskan, untuk menentukan status RW rawan kebakaran atau tidak ditentukan lewat sejumlah variabel. Seperti ketersediaan pos pemadam kebakaran, dan Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL).
Kemudian, ketersediaan relawan kebakaran, sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran, kondisi kepadatan penduduk, kondisi bangunan, dan aktivitas ekonomi yang dilakukan di kawasan tersebut.
Hasil kajian DRRC UI menyebut, 48 persen wilayah di Ibu Kota memiliki risiko kebakaran sedang. Jakarta Timur menjadi wilayah dengan persentase tertinggi kategori kebakaran sedang, yakni 51 persen. Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu Utara masing-masing 49 persen.
Jakarta Barat 48 persen, dan Jakarta Utara 44 persen. Untuk Kepulauan Seribu Selatan memiliki persentase 38 persen dengan kategori kebakaran ringan.
Kajian DRRC UI juga menyebut kondisi hidran di semua wilayah tersebut buruk. Bahkan, ada yang belum tersedia hidran. Dinas Gulkarmat DKI Jakarta mencatat, di seluruh wilayah DKI terdapat 1.213 hidran. Namun hanya sekitar 421 hidran yang berfungsi baik, memiliki tekanan cukup untuk pemadaman kebakaran.
Selain itu, DRRC UI menyatakan kepadatan penduduk menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi risiko kebakaran di Jakarta. Sebab, meningkatnya kepadatan penduduk sejalan dengan meningkatnya bangunan. Hal ini menyebabkan konsentrasi penghuni dan bangunan menjadi tidak seimbang. Data menunjukkan bahwa penyebab kebakaran adalah aktivitas manusia yang menjadi penyebab pendukung meningkatkan risiko terjadinya kebakaran.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, kasus kebakaran di Jakarta cukup tinggi. Selama Januari-April 2022 terjadi 330 kebakaran. Jika dirata-rata, itu artinya dalam sehari terjadi 2 kali lebih kebakaran.
Riza meminta warga lebih berhati-hati terhadap potensi kebakaran.
“Jangan sembarangan lagi membuang puntung rokok. Cegah kebocoran gas dan korsleting listrik,” imbau Riza, Kamis (15/9).
Anggota DPRD DKI Neneng Hasanah mendorong Pemprov DKI memberikan pelatihan dan edukasi kepada kaum ibu untuk mencegah dan mengantisipasi kebakaran.
“Mereka (ibu-ibu) kan hampir setiap hari berhadapan dengan kompor gas untuk memasak di rumah. Tentu ibu-ibu harus tahu bagaimana cara menghadapi persoalan seperti selang gas bocor dan persoalan lainya yang berpotensi terjadi musibah kebakaran,” beber Neneng.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, umumnya emak-emak mengalami kepanikan saat berhadapan dengan masalah saat memasak. Dengan adanya pelatihan cara memadamkan api, mereka minimal memiliki keterampilan untuk melakukan pemadaman api yang berpotensi menjadi besar.
Anggota DPRD DKI Wibi Andrino mengatakan, tingginya risiko kebakaran harus menjadi catatan serius. Untuk mencegah keparahan kebakaran, tempat hunian padat penduduk mesti disediakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). “Minimal ada lokasi pengambilan air,” kata dia.
Politisi Partai NasDem ini juga meminta Pemprov DKI memperhatikan nasib korban kebakaran. Yakni, dengan memberikan bantuan, tempat pengungsian dan kemudahan mengurus dokumen penting ikut terbakar.
Sementara anggota Komisi D DPRD DKI Hardiyanto Kenneth mengimbau warga yang tinggal di kawasan padat agar memperhatikan instalasi listrik di rumahnya. Kent berharap, PLN maupun vendor penyedia utilitas melakukan perawatan kabel listrik setiap enam bulan sekali.
“Menurut pengamatan saya, banyak kabel listrik yang minim perhatian, banyak yang kendor dan menjuntai ke bawah. Kondisi itu rawan menyebabkan korsleting listrik dan bisa berujung terjadinya kebakaran,” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan itu. ■
]]> , Sebanyak 400 Rukun Warga (RW) di Jakarta rawan kebakaran. Yang tambah miris, hidran di sebagian lokasi tersebut rusak. Bahkan, ada wilayah tidak memiliki peralatan untuk memadamkan si jago merah tersebut.
Data itu merupakan hasil kajian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI).
“Di luar 400 RW itu, ada 64 RW yang masuk kategori sangat berisiko tinggi rawan kebakaran,” kata Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan di Jakarta, baru-baru ini.
Satriadi tidak merinci mana saja wilayah RW rawan kebakaran tersebut. Dia hanya menjelaskan, untuk menentukan status RW rawan kebakaran atau tidak ditentukan lewat sejumlah variabel. Seperti ketersediaan pos pemadam kebakaran, dan Sistem Keselamatan Kebakaran Lingkungan (SKKL).
Kemudian, ketersediaan relawan kebakaran, sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran, kondisi kepadatan penduduk, kondisi bangunan, dan aktivitas ekonomi yang dilakukan di kawasan tersebut.
Hasil kajian DRRC UI menyebut, 48 persen wilayah di Ibu Kota memiliki risiko kebakaran sedang. Jakarta Timur menjadi wilayah dengan persentase tertinggi kategori kebakaran sedang, yakni 51 persen. Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu Utara masing-masing 49 persen.
Jakarta Barat 48 persen, dan Jakarta Utara 44 persen. Untuk Kepulauan Seribu Selatan memiliki persentase 38 persen dengan kategori kebakaran ringan.
Kajian DRRC UI juga menyebut kondisi hidran di semua wilayah tersebut buruk. Bahkan, ada yang belum tersedia hidran. Dinas Gulkarmat DKI Jakarta mencatat, di seluruh wilayah DKI terdapat 1.213 hidran. Namun hanya sekitar 421 hidran yang berfungsi baik, memiliki tekanan cukup untuk pemadaman kebakaran.
Selain itu, DRRC UI menyatakan kepadatan penduduk menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi risiko kebakaran di Jakarta. Sebab, meningkatnya kepadatan penduduk sejalan dengan meningkatnya bangunan. Hal ini menyebabkan konsentrasi penghuni dan bangunan menjadi tidak seimbang. Data menunjukkan bahwa penyebab kebakaran adalah aktivitas manusia yang menjadi penyebab pendukung meningkatkan risiko terjadinya kebakaran.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, kasus kebakaran di Jakarta cukup tinggi. Selama Januari-April 2022 terjadi 330 kebakaran. Jika dirata-rata, itu artinya dalam sehari terjadi 2 kali lebih kebakaran.
Riza meminta warga lebih berhati-hati terhadap potensi kebakaran.
“Jangan sembarangan lagi membuang puntung rokok. Cegah kebocoran gas dan korsleting listrik,” imbau Riza, Kamis (15/9).
Anggota DPRD DKI Neneng Hasanah mendorong Pemprov DKI memberikan pelatihan dan edukasi kepada kaum ibu untuk mencegah dan mengantisipasi kebakaran.
“Mereka (ibu-ibu) kan hampir setiap hari berhadapan dengan kompor gas untuk memasak di rumah. Tentu ibu-ibu harus tahu bagaimana cara menghadapi persoalan seperti selang gas bocor dan persoalan lainya yang berpotensi terjadi musibah kebakaran,” beber Neneng.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, umumnya emak-emak mengalami kepanikan saat berhadapan dengan masalah saat memasak. Dengan adanya pelatihan cara memadamkan api, mereka minimal memiliki keterampilan untuk melakukan pemadaman api yang berpotensi menjadi besar.
Anggota DPRD DKI Wibi Andrino mengatakan, tingginya risiko kebakaran harus menjadi catatan serius. Untuk mencegah keparahan kebakaran, tempat hunian padat penduduk mesti disediakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). “Minimal ada lokasi pengambilan air,” kata dia.
Politisi Partai NasDem ini juga meminta Pemprov DKI memperhatikan nasib korban kebakaran. Yakni, dengan memberikan bantuan, tempat pengungsian dan kemudahan mengurus dokumen penting ikut terbakar.
Sementara anggota Komisi D DPRD DKI Hardiyanto Kenneth mengimbau warga yang tinggal di kawasan padat agar memperhatikan instalasi listrik di rumahnya. Kent berharap, PLN maupun vendor penyedia utilitas melakukan perawatan kabel listrik setiap enam bulan sekali.
“Menurut pengamatan saya, banyak kabel listrik yang minim perhatian, banyak yang kendor dan menjuntai ke bawah. Kondisi itu rawan menyebabkan korsleting listrik dan bisa berujung terjadinya kebakaran,” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan itu. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID