DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
15 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Parade Koruptor Bebas Mahfud Pun Angkat Tangan –

5 min read

Parade koruptor bebas dari penjara membuat banyak pihak miris. Namun, tidak ada yang bisa menghalangi para mantan perampok uang rakyat itu kembali menghirup udara segar. Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD yang “sakti” sekali pun, angkat tangan soal ini.

Selasa lalu, ada 23 narapidana korupsi yang mendapatkan pembebasan bersyarat. Rinciannya, empat orang dari Lapas Kelas IIA Tangerang, 19 orang dari Lapas Kelas I Sukamiskin. Mereka di antaranya, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Dirut Jasa Marga Desi Aryani, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, mantan hakim MK Patrialis Akbar, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Kepala Bappeti Kemendag Syahrul Raja Sampurnajaya, mantan hakim Setyabudi Tejocahyono, mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Sugiharto, mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan Wasekjen PAN Andi Taufan Tiro, dan adik kandung Ratu Atut, Tubagus Chaeri Wardana.

Saat ditanya mengenai parade pembebasan para koruptor ini, Mahfud terlihat pasrah. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, pembebasan hingga remisi merupakan ranah pengadilan. Pemerintah tidak bisa ikut campur terkait keputusan hakim.

“Remisi, dikurangi, dan lain-lain itu kan pengadilan yang menentukan. Dibebaskan, dikurangi hukumannya dan sebagainya,” kata Mahfud, di Kompleks Istana, Jakarta, kemarin.

Untuk proses pembebasan bersyaratnya, kata Mahfud, telah sesuai dengan peraturan berlaku, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. “Nah, kalau soal pembebasan bersyarat itu tentu peraturan Undang-Undangnya sudah secara formal memenuhi syarat. Anda semua harus tahu, Pemerintah itu kan tidak boleh ikut masuk ke urusan hakim ya,” imbuhnya.

Mahfud lalu menjelaskan tentang masih maraknya diskon hukuman bagi koruptor. Dia menegaskan, hakim di pengadilan memiliki hak dalam menentukan hukuman bagi seseorang. Putusan hakim mutlak, tidak bisa diintervensi pihak luar.

“Kalau sudah hakim berpendapat, bahwa hukuman yang layak seperti itu, ya sudah. Kita tidak bisa ikut campur. Kita hormati,” ucapnya.

Di dalam bernegara, kata Mahfud, ada pembagian tugas yang jelas. Untuk penanganan korupsi, tugas Pemerintah ada penangkap pelaku dan mengajukannya ke pengadilan. Setelah itu, hakim yang akan memutuskan hukumnya.

“Yang memutus hakim, yang menangkap dan mengajukan kita. Kan kira-kira begitu, kalau dalam hukum pidana,” tandasnya.

 

Pembebasan bersyarat para narapidana kasus korupsi itu ditetapkan oleh Kemenkumham. Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, pembebasan bersyarat napi koruptor sudah sesuai dengan UU Nomor 22/2022 tentang Pemasyarakatan.

“Pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 22/2022, itu semua sudah sesuai dengan aturan,” jelas pria yang akrab disapa Eddy ini.

Menurutnya, UU No.22/2022 mengembalikan semua hak terpidana tanpa ada diskriminasi sesuai aturan. Dengan undang-undang baru ini, baik terpidana kasus biasa maupun kasus luar biasa, semua mendapatkan hak yang sama.

“Kami tidak lihat case by case. Tetapi, segala sesuatu yang menjadi standar kita adalah aturan hukum dan kami pastikan bahwa ketika akan memberikan pembebasan bersyarat, asimilasi, maupun remisi,” jelasnya.

Sebagian pihak masih dongkol dengan adanya parade pembebasan napi koruptor itu. Salah satunya, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dia menyentil Pemerintah lewat narasi satire di akun Twitter @febridiansyah. “Selamat datang di era ‘new normal’ pemberantasan korupsi,” tulis Febri mengawali cuitannya.

Dia bilang, sistem sekarang adalah yang didamba-dambakan koruptor. Karena banyak diskon hukuman bagi pelaku rasuah. “Jangan takut korupsi! Hukuman rendah, kadang ada program diskon, bahkan bisa keluar lebih awal,” lanjutnya.

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana ikut jengkel. Dia menilai, biang kerok napi koruptor bebas massal adalah dibatalkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit saat dirinya menjabat Wamenkumham.

“Tidak mengejutkan, konsekuensi dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 yang pada intinya adalah mengetatkan pemberian hak-hak napi korupsi seperti remisi dan pembebasan bersyarat,” sebut Denny.

Dia mengisahkan, PP pengetatan remisi itu dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), tahun lalu. Putusan hukum itu membuat para napi korupsi ‘full senyum’. Selain itu, Denny menyebut, pemberantasan korupsi telah dibunuh oleh ‘trisula’ berupa batalnya PP pengetatan remisi, pengesahan revisi UU KPK, dan kembalinya rezim diskon hukuman setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar wafat.■
]]> , Parade koruptor bebas dari penjara membuat banyak pihak miris. Namun, tidak ada yang bisa menghalangi para mantan perampok uang rakyat itu kembali menghirup udara segar. Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD yang “sakti” sekali pun, angkat tangan soal ini.

Selasa lalu, ada 23 narapidana korupsi yang mendapatkan pembebasan bersyarat. Rinciannya, empat orang dari Lapas Kelas IIA Tangerang, 19 orang dari Lapas Kelas I Sukamiskin. Mereka di antaranya, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Dirut Jasa Marga Desi Aryani, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, mantan hakim MK Patrialis Akbar, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Kepala Bappeti Kemendag Syahrul Raja Sampurnajaya, mantan hakim Setyabudi Tejocahyono, mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Sugiharto, mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan Wasekjen PAN Andi Taufan Tiro, dan adik kandung Ratu Atut, Tubagus Chaeri Wardana.

Saat ditanya mengenai parade pembebasan para koruptor ini, Mahfud terlihat pasrah. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, pembebasan hingga remisi merupakan ranah pengadilan. Pemerintah tidak bisa ikut campur terkait keputusan hakim.

“Remisi, dikurangi, dan lain-lain itu kan pengadilan yang menentukan. Dibebaskan, dikurangi hukumannya dan sebagainya,” kata Mahfud, di Kompleks Istana, Jakarta, kemarin.

Untuk proses pembebasan bersyaratnya, kata Mahfud, telah sesuai dengan peraturan berlaku, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. “Nah, kalau soal pembebasan bersyarat itu tentu peraturan Undang-Undangnya sudah secara formal memenuhi syarat. Anda semua harus tahu, Pemerintah itu kan tidak boleh ikut masuk ke urusan hakim ya,” imbuhnya.

Mahfud lalu menjelaskan tentang masih maraknya diskon hukuman bagi koruptor. Dia menegaskan, hakim di pengadilan memiliki hak dalam menentukan hukuman bagi seseorang. Putusan hakim mutlak, tidak bisa diintervensi pihak luar.

“Kalau sudah hakim berpendapat, bahwa hukuman yang layak seperti itu, ya sudah. Kita tidak bisa ikut campur. Kita hormati,” ucapnya.

Di dalam bernegara, kata Mahfud, ada pembagian tugas yang jelas. Untuk penanganan korupsi, tugas Pemerintah ada penangkap pelaku dan mengajukannya ke pengadilan. Setelah itu, hakim yang akan memutuskan hukumnya.

“Yang memutus hakim, yang menangkap dan mengajukan kita. Kan kira-kira begitu, kalau dalam hukum pidana,” tandasnya.

 

Pembebasan bersyarat para narapidana kasus korupsi itu ditetapkan oleh Kemenkumham. Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, pembebasan bersyarat napi koruptor sudah sesuai dengan UU Nomor 22/2022 tentang Pemasyarakatan.

“Pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 22/2022, itu semua sudah sesuai dengan aturan,” jelas pria yang akrab disapa Eddy ini.

Menurutnya, UU No.22/2022 mengembalikan semua hak terpidana tanpa ada diskriminasi sesuai aturan. Dengan undang-undang baru ini, baik terpidana kasus biasa maupun kasus luar biasa, semua mendapatkan hak yang sama.

“Kami tidak lihat case by case. Tetapi, segala sesuatu yang menjadi standar kita adalah aturan hukum dan kami pastikan bahwa ketika akan memberikan pembebasan bersyarat, asimilasi, maupun remisi,” jelasnya.

Sebagian pihak masih dongkol dengan adanya parade pembebasan napi koruptor itu. Salah satunya, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Dia menyentil Pemerintah lewat narasi satire di akun Twitter @febridiansyah. “Selamat datang di era ‘new normal’ pemberantasan korupsi,” tulis Febri mengawali cuitannya.

Dia bilang, sistem sekarang adalah yang didamba-dambakan koruptor. Karena banyak diskon hukuman bagi pelaku rasuah. “Jangan takut korupsi! Hukuman rendah, kadang ada program diskon, bahkan bisa keluar lebih awal,” lanjutnya.

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana ikut jengkel. Dia menilai, biang kerok napi koruptor bebas massal adalah dibatalkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit saat dirinya menjabat Wamenkumham.

“Tidak mengejutkan, konsekuensi dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 yang pada intinya adalah mengetatkan pemberian hak-hak napi korupsi seperti remisi dan pembebasan bersyarat,” sebut Denny.

Dia mengisahkan, PP pengetatan remisi itu dibatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), tahun lalu. Putusan hukum itu membuat para napi korupsi ‘full senyum’. Selain itu, Denny menyebut, pemberantasan korupsi telah dibunuh oleh ‘trisula’ berupa batalnya PP pengetatan remisi, pengesahan revisi UU KPK, dan kembalinya rezim diskon hukuman setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar wafat.■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |