Kasus Suap Izin Gerai KPK Enggan Jerat Alfamidi, Ada Apa? –
4 min readKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Amri, pegawai PT Midi Utama Indonesia (MUI) ke tahanan.
Lembaga antirasuah enggan menjerat perusahaan retail Alfamidi itu dalam penyidikan suap izin gerai di Ambon.
Apa alasannya? Deputi Penindakan KPK, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto menganggap perusahaan telah banyak dirugikan. Lantaran diperas pejabat daerah ketika mau berinvestasi.
“Alangkah kasihannya para pengusaha, investor dari skala kecil sampai skala besar kalau ada praktik-praktik seperti ini,” kata jenderal bintang dua itu.
Hal itu disampaikan Karyoto saat mengumumkan penahanan Amri. Sebelumnya, Amri ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin gerai Alfamidi di Ambon tahun 2020.
Amri ditempatkan di Rutan Pomdam Jaya. Untuk tahap pertama ditahan selama 20 hari.
Dalam penyidikan kasus ini terkuak Amri menggelontorkan dana Rp 500 juta untuk penerbitan izin 20 gerai Alfamidi. Atau Rp 25 juta per gerai. Angka ini hasil kesepakatan dengan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
Menurut Karyoto, Richard merupakan pejabat berwenang di Kota Ambon yang punya kuasa memberikan izin. Kewenangan ini digunakan untuk meraup uang dari pemohon izin.
“Kalau ini dikenakan korporasinya, ya menurut saya belum laik lah. Karena ini lebih banyak memberikan efek kerugian kepada para pengusaha,” anggap Karyoto.
Mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta ini pun menjelaskan, seharusnya investor diberikan kemudahan ketika hendak berinvestasi. Nantinya masyarakat Ambon yang akan menikmati hasilnya. Dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Pemkot Ambon bisa mendapat setoran pajak setiap tahun.
“Dia (perusahaan) ingin membuat lapak atau tempat usaha, di situ ada distribusi barang, jasa, karyawan, nanti ada transaksi, ada pajak dan lain-lain,” kata Karyoto.
Ia merasa prihatin dengan adanya kasus ini. Lantaran gerai tidak jadi dibuka. Bisa jadi tanah atau bangunan yang sudah disewa menjadi terbengkalai. Pemilik lahan pun merugi karena asetnya tidak jadi menghasilkan uang.
“Makanya kami minta para pengusaha berani men-declare (kalau) kami dipersulit para pejabat yang punya kewenangan,” imbau Karyoto.
Terakhir, Karyoto meminta setiap daerah menyediakan pelayanan satu atap. Supaya birokrasi perizinan tidak terlalu panjang. Hal ini bisa menutup celah korupsi.
Apalagi Presiden Joko Widodo, ujar Karyoto, sudah memerintahkan memangkas aturan yang menghambat investasi.
Dalam kasus ini, Amri ditunjuk Alfamidi untuk pengurusan izin gerai. Ia lalu mendekati Richard. Menawarkan uang agar izin cepat keluar.
Richard memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memproses izinan gerai Alfamidi. Diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Setiap izin yang diberikan, Richard meminta imbalan minimal Rp 25 juta. Amri mentransfer uang ke rekening Andrew Erin Hehanussa, orang kepercayaan Richard. ■
]]> , Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Amri, pegawai PT Midi Utama Indonesia (MUI) ke tahanan.
Lembaga antirasuah enggan menjerat perusahaan retail Alfamidi itu dalam penyidikan suap izin gerai di Ambon.
Apa alasannya? Deputi Penindakan KPK, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto menganggap perusahaan telah banyak dirugikan. Lantaran diperas pejabat daerah ketika mau berinvestasi.
“Alangkah kasihannya para pengusaha, investor dari skala kecil sampai skala besar kalau ada praktik-praktik seperti ini,” kata jenderal bintang dua itu.
Hal itu disampaikan Karyoto saat mengumumkan penahanan Amri. Sebelumnya, Amri ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin gerai Alfamidi di Ambon tahun 2020.
Amri ditempatkan di Rutan Pomdam Jaya. Untuk tahap pertama ditahan selama 20 hari.
Dalam penyidikan kasus ini terkuak Amri menggelontorkan dana Rp 500 juta untuk penerbitan izin 20 gerai Alfamidi. Atau Rp 25 juta per gerai. Angka ini hasil kesepakatan dengan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
Menurut Karyoto, Richard merupakan pejabat berwenang di Kota Ambon yang punya kuasa memberikan izin. Kewenangan ini digunakan untuk meraup uang dari pemohon izin.
“Kalau ini dikenakan korporasinya, ya menurut saya belum laik lah. Karena ini lebih banyak memberikan efek kerugian kepada para pengusaha,” anggap Karyoto.
Mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta ini pun menjelaskan, seharusnya investor diberikan kemudahan ketika hendak berinvestasi. Nantinya masyarakat Ambon yang akan menikmati hasilnya. Dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Pemkot Ambon bisa mendapat setoran pajak setiap tahun.
“Dia (perusahaan) ingin membuat lapak atau tempat usaha, di situ ada distribusi barang, jasa, karyawan, nanti ada transaksi, ada pajak dan lain-lain,” kata Karyoto.
Ia merasa prihatin dengan adanya kasus ini. Lantaran gerai tidak jadi dibuka. Bisa jadi tanah atau bangunan yang sudah disewa menjadi terbengkalai. Pemilik lahan pun merugi karena asetnya tidak jadi menghasilkan uang.
“Makanya kami minta para pengusaha berani men-declare (kalau) kami dipersulit para pejabat yang punya kewenangan,” imbau Karyoto.
Terakhir, Karyoto meminta setiap daerah menyediakan pelayanan satu atap. Supaya birokrasi perizinan tidak terlalu panjang. Hal ini bisa menutup celah korupsi.
Apalagi Presiden Joko Widodo, ujar Karyoto, sudah memerintahkan memangkas aturan yang menghambat investasi.
Dalam kasus ini, Amri ditunjuk Alfamidi untuk pengurusan izin gerai. Ia lalu mendekati Richard. Menawarkan uang agar izin cepat keluar.
Richard memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memproses izinan gerai Alfamidi. Diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Setiap izin yang diberikan, Richard meminta imbalan minimal Rp 25 juta. Amri mentransfer uang ke rekening Andrew Erin Hehanussa, orang kepercayaan Richard. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID