DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
12 January 2025

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Kepala BIN Soroti Tekanan Ekonomi Dari Situasi Global APBN Didesain Untuk Lindungi Kelompok Rentan –

5 min read

Tekanan ekonomi akibat situasi global dirasakan semua negara di dunia. Tak terkecuali di Indonesia.

Kenaikan harga energi karena disrupsi rantai pasok akibat pandemi dan perang di Eropa, kini memunculkan polemik perlu tidaknya mempertahankan subsidi BBM dalam APBN.

Menurut Direktur Executif CSIS (Center for Strategic and International Studies) Yose Rizal Damuri, pengurangan subsidi BBM menjadi pilihan paling rasional bagi Pemerintah, tidak hanya demi ketahanan fiskal di APBN.

Namun, juga untuk memberikan pembiayaan yang memadai bagi sektor yang lebih penting, misalnya pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

“Kenaikan harga BBM memang diperlukan, karena tidak mungkin Pemerintah menanggung subsidi yang makin lama makin besar,” ujar Yose Rizal Damuri di Jakarta, Selasa (30/08).

Hasil penghematan yang berhasil dilakukan dari pengurangan subsidi BBM, menurut Yose Rizal, bisa digunakan untuk membiayai sektor yang lebih penting dan mendesak untuk ditangani. Yaitu, pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

“Ingat ya, selama dua-tiga tahun ini pendidikan kita tertinggal jauh karena pandemi. Banyak sekali yang harus dikejar dan itu butuh APBN yang tinggi sebenarnya. Jadi (hasil penghematan subsidi BBM itu) bisa dimasukkan ke sana.”

Perihal transisi menuju energi berkelanjutan, menurut Yose Rizal, Indonesia sudah berkomitmen untuk terus mengurangi emisi karbon bersama negara lain sebagai aksi nyata menghadapi perubahan iklim. Perubahan iklim benar sedang terjadi.

“Kita tidak bisa lagi menyangkal dan mengatakan perubahan iklim itu tidak terjadi. Kita butuh transisi menuju energi yang bersih, ini membutuhkan biaya yang tinggi sekali. Harusnya subsidi sekian ratus triliun itu bisa membangun banyak sekali solar panel, banyak sekali mini dan micro-hydro di Indonesia, untuk transisi ke energi terbarukan, energi yang lebih bersih,” tegas Yose Rizal.

Biaya Ekonomi, Fiskal, Sosial Dan Lingkungan

Menurut ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, kini saatnya Indonesia kembali ke upaya mengurangi subsidi BBM secara konsisten. “Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit. Namun, tentu bukan mustahil,” tulis pakar ekonomi pembangunan Faisal Basri dalam kajian terbarunya yang dia tulis dengan judul ‘Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran’, dirilis Minggu (28/08/2022).

 

Dalam kajiannya, Faisal Basri membeberkan sejumlah akibat buruk subsidi BBM yang berkepanjangan. Meskipun tujuan kebijakan subsidi BBM untuk mengurangi beban dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi kebijakan tersebut tampaknya bukan kebijakan yang paling efektif untuk memenuhi tujuan ini.

“Subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak, menimbulkan biaya ekonomi, fiskal, sosial dan lingkungan yang signifikan dan bertentangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Faisal Basri. Karena itu, “Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan.”

Faisal mengakui, “Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin.”

Fokus Lindungi Kelompok Rentan

Pemerintah sendiri awal pekan ini telah mengumumkan penambahan bantalan sosial Rp 24,17 triliun untuk membantu masyarakat miskin menghadapi inflasi dan gejolak harga BBM dunia. Dana ini akan disalurkan dalam bentuk bansos oleh Kementerian Sosial kepada 20,65 juta keluarga miskin serta oleh Kemenakertrans kepada 16 juta pekerja (berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta).

Juga ada kebijakan 2% DAU (dana alokasi umum) dan DBH (dana bantuan hibah) sebesar Rp 2,11 triliun untuk subsidi angkutan umum, ojek, nelayan dan perlindungan sosisal tambahan.

Kebijakan ini tak terlepas dari data yang dipaparkan Menkeu beberapa hari sebelumnya, bahwa subsidi BBM selama ini sebenarnya sebagian besar dinikmati orang mampu, bahkan termasuk super rich.

Pemerintah juga sedang mengkalkulasi besaran dan mekanisme pemberian kompensasi kepada masyarakat dalam bentuk program perlindungan sosial apabila jadi menyesuaikan harga BBM bersubsidi.

Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (KABIN), Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan, pemerintah fokus melindungi kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan. “Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global akan memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara. Pemerintah akan mengantisipasi ini melalui desain APBN yang melindungi kelompok rentan secara lebih efektif,” ujar Budi Gunawan. [RCH] ]]> , Tekanan ekonomi akibat situasi global dirasakan semua negara di dunia. Tak terkecuali di Indonesia.

Kenaikan harga energi karena disrupsi rantai pasok akibat pandemi dan perang di Eropa, kini memunculkan polemik perlu tidaknya mempertahankan subsidi BBM dalam APBN.

Menurut Direktur Executif CSIS (Center for Strategic and International Studies) Yose Rizal Damuri, pengurangan subsidi BBM menjadi pilihan paling rasional bagi Pemerintah, tidak hanya demi ketahanan fiskal di APBN.

Namun, juga untuk memberikan pembiayaan yang memadai bagi sektor yang lebih penting, misalnya pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

“Kenaikan harga BBM memang diperlukan, karena tidak mungkin Pemerintah menanggung subsidi yang makin lama makin besar,” ujar Yose Rizal Damuri di Jakarta, Selasa (30/08).

Hasil penghematan yang berhasil dilakukan dari pengurangan subsidi BBM, menurut Yose Rizal, bisa digunakan untuk membiayai sektor yang lebih penting dan mendesak untuk ditangani. Yaitu, pendidikan dan transisi menuju energi terbarukan.

“Ingat ya, selama dua-tiga tahun ini pendidikan kita tertinggal jauh karena pandemi. Banyak sekali yang harus dikejar dan itu butuh APBN yang tinggi sebenarnya. Jadi (hasil penghematan subsidi BBM itu) bisa dimasukkan ke sana.”

Perihal transisi menuju energi berkelanjutan, menurut Yose Rizal, Indonesia sudah berkomitmen untuk terus mengurangi emisi karbon bersama negara lain sebagai aksi nyata menghadapi perubahan iklim. Perubahan iklim benar sedang terjadi.

“Kita tidak bisa lagi menyangkal dan mengatakan perubahan iklim itu tidak terjadi. Kita butuh transisi menuju energi yang bersih, ini membutuhkan biaya yang tinggi sekali. Harusnya subsidi sekian ratus triliun itu bisa membangun banyak sekali solar panel, banyak sekali mini dan micro-hydro di Indonesia, untuk transisi ke energi terbarukan, energi yang lebih bersih,” tegas Yose Rizal.

Biaya Ekonomi, Fiskal, Sosial Dan Lingkungan

Menurut ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, kini saatnya Indonesia kembali ke upaya mengurangi subsidi BBM secara konsisten. “Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit. Namun, tentu bukan mustahil,” tulis pakar ekonomi pembangunan Faisal Basri dalam kajian terbarunya yang dia tulis dengan judul ‘Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran’, dirilis Minggu (28/08/2022).

 

Dalam kajiannya, Faisal Basri membeberkan sejumlah akibat buruk subsidi BBM yang berkepanjangan. Meskipun tujuan kebijakan subsidi BBM untuk mengurangi beban dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi kebijakan tersebut tampaknya bukan kebijakan yang paling efektif untuk memenuhi tujuan ini.

“Subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak, menimbulkan biaya ekonomi, fiskal, sosial dan lingkungan yang signifikan dan bertentangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegas Faisal Basri. Karena itu, “Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan.”

Faisal mengakui, “Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin.”

Fokus Lindungi Kelompok Rentan

Pemerintah sendiri awal pekan ini telah mengumumkan penambahan bantalan sosial Rp 24,17 triliun untuk membantu masyarakat miskin menghadapi inflasi dan gejolak harga BBM dunia. Dana ini akan disalurkan dalam bentuk bansos oleh Kementerian Sosial kepada 20,65 juta keluarga miskin serta oleh Kemenakertrans kepada 16 juta pekerja (berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta).

Juga ada kebijakan 2% DAU (dana alokasi umum) dan DBH (dana bantuan hibah) sebesar Rp 2,11 triliun untuk subsidi angkutan umum, ojek, nelayan dan perlindungan sosisal tambahan.

Kebijakan ini tak terlepas dari data yang dipaparkan Menkeu beberapa hari sebelumnya, bahwa subsidi BBM selama ini sebenarnya sebagian besar dinikmati orang mampu, bahkan termasuk super rich.

Pemerintah juga sedang mengkalkulasi besaran dan mekanisme pemberian kompensasi kepada masyarakat dalam bentuk program perlindungan sosial apabila jadi menyesuaikan harga BBM bersubsidi.

Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (KABIN), Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan, pemerintah fokus melindungi kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan. “Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global akan memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara. Pemerintah akan mengantisipasi ini melalui desain APBN yang melindungi kelompok rentan secara lebih efektif,” ujar Budi Gunawan. [RCH]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |