Mikroplastik Meningkat Sejak Pandemi Limbah APD Dan Masker Cemari Teluk Jakarta –
5 min readHasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperlihatkan terjadinya peningkatan sampah mikroplastik bentuk benang yang berasal dari Alat Pelindung Diri (APD), di muara sungai menuju Teluk Jakarta selama pandemi Covid-19.
“Mikroplastik melimpah. Ditemukan pada kisaran 4,29 hingga 23,49 partikel mikroplastik per 1.000 liter air sungai, dengan rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai yang bergerak menuju perairan Teluk Jakarta,” kata peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN M Reza Cordova dalam keterangan tertulis, Rabu 3 Agustus 2022.
Sampah plastik ukuran mikroskopik (mikroplastik) bentuk benang yang berasal dari APD tersebut, terindikasi memiliki bentuk asal dan jenis komposisi kimia yang sama dengan masker medis.
Proporsi sampah mikroplastik tersebut meningkat 10 kali lipat pada Desember 2020, dibandingkan sebelumnya yang hanya sekitar 3 persen, sesaat setelah ditemukannya kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
Hasil riset kolaborasi peneliti BRIN yang dikoordinasi oleh Reza dengan Universitas Terbuka, Universitas Sumatera Utara, IPB University dan University of Portsmouth di Inggris, menyimpulkan peningkatan mikroplastik yang signifikan terjadi pada saat curah hujan tinggi.
Riset pemantauan mikroplastik di muara sungai tersebut, mencatat kelimpahannya yang lebih tinggi di wilayah pesisir timur Teluk Jakarta, dibanding pesisir bagian barat.
Dari sembilan muara sungai yang diteliti di Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), mikroplastik ditemukan pada semua muara sungai yang diteliti.
“Mikroplastik paling tinggi ditemukan pada musim hujan, rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai. Paling rendah ditemukan pada musim kemarau, yakni 8,01 partikel per 1.000 liter air sungai,” jelas Reza.
Pusat Riset Oseanografi merilis hasil pemantauan mikroplastik semasa pandemi dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul “Seasonal heterogeneity and a link to precipitation in the release of microplastic during Covid-19 outbreak from the Greater Jakarta area to Jakarta Bay, Indonesia”.
Reza dan tim berharap, peningkatan konsentrasi mikroplastik di lingkungan mendorong perbaikan pengelolaan sampah sekali pakai.
Menurutnya, implementasi dari aturan yang ketat, sosialisasi dan pemahaman publik diperlukan untuk mempromosikan metode pembuangan yang benar dan perubahan sistemik, dalam pengelolaan sampah plastik. Khususnya plastik sekali pakai.
Masyarakat juga diajak ikut berperan menjaga kesehatan lingkungan. Terutama terkait pembuangan sampah APD, yakni sampah masker yang biasa dipakai sehari-hari oleh masyarakat.
Eco Enzyme Berguna
Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko melakukan penuangan cairan eco enzyme ke aliran Kali Sekretaris. Eco enzyme merupakan cairan fermentasi yang berasal dari sampah organik, berupa kulit buah-buahan dan sisa sayuran segar.
Yani mengatakan, kegiatan ini upaya untuk melestarikan lingkungan melalui penyemprotan larutan eco enzyme ke udara, penjernihan air sungai serta melakukan sosialisasi atau kampanye pembuatan eco enzyme, sebagai cairan organik yang ramah lingkungan dan banyak manfaatnya.
Menurutnya, volume sampah di wilayah Jakarta Barat yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang berkisar antara 1.000 hingga 1.400 ton per hari. Bahkan, jumlah volume sampah tersebut naik dua kali lipat pada momen-momen tertentu.
Bisa dibayangkan, volume sampah itu bertambah lebih banyak pada momen-momen seperti hari raya dan Tahun Baru.
“Kalau melihat jenis sampahnya, 70 persen didominasi sampah organik. Sisanya 30 persen sampah an-organik,” ujarnya.
Relawan Eco Enzyme Nusantara, Salmah, menjelaskan, 60 persen sampah yang tertampung di TPA merupakan sampah organik. Akibatnya, tumpukan sampah itu menimbulkan bau tidak sedap di lingkungan.
Selain itu, dapat mengurangi tingkat daur ulang plastik, serta meningkatkan risiko terjadinya tumpukan sampah di TPA.
Pembusukan sampah organik juga menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.
“Eco enzyme memiliki banyak manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Terutama bagi kesehatan, air, udara, tanah dan pertanian,” ujar Salmah.
Salmah menambahkan, dengan membuat eco enzyme, maka sebagian besar sampah dapat terkelola, sehingga mengurangi beban TPA.
Selain itu, upaya ini juga sebagai bentuk partisipasi mengurangi beban bumi. Sekaligus menerapkan gaya hidup minim kimia sintetis. ■
]]> , Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperlihatkan terjadinya peningkatan sampah mikroplastik bentuk benang yang berasal dari Alat Pelindung Diri (APD), di muara sungai menuju Teluk Jakarta selama pandemi Covid-19.
“Mikroplastik melimpah. Ditemukan pada kisaran 4,29 hingga 23,49 partikel mikroplastik per 1.000 liter air sungai, dengan rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai yang bergerak menuju perairan Teluk Jakarta,” kata peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN M Reza Cordova dalam keterangan tertulis, Rabu 3 Agustus 2022.
Sampah plastik ukuran mikroskopik (mikroplastik) bentuk benang yang berasal dari APD tersebut, terindikasi memiliki bentuk asal dan jenis komposisi kimia yang sama dengan masker medis.
Proporsi sampah mikroplastik tersebut meningkat 10 kali lipat pada Desember 2020, dibandingkan sebelumnya yang hanya sekitar 3 persen, sesaat setelah ditemukannya kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
Hasil riset kolaborasi peneliti BRIN yang dikoordinasi oleh Reza dengan Universitas Terbuka, Universitas Sumatera Utara, IPB University dan University of Portsmouth di Inggris, menyimpulkan peningkatan mikroplastik yang signifikan terjadi pada saat curah hujan tinggi.
Riset pemantauan mikroplastik di muara sungai tersebut, mencatat kelimpahannya yang lebih tinggi di wilayah pesisir timur Teluk Jakarta, dibanding pesisir bagian barat.
Dari sembilan muara sungai yang diteliti di Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), mikroplastik ditemukan pada semua muara sungai yang diteliti.
“Mikroplastik paling tinggi ditemukan pada musim hujan, rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai. Paling rendah ditemukan pada musim kemarau, yakni 8,01 partikel per 1.000 liter air sungai,” jelas Reza.
Pusat Riset Oseanografi merilis hasil pemantauan mikroplastik semasa pandemi dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul “Seasonal heterogeneity and a link to precipitation in the release of microplastic during Covid-19 outbreak from the Greater Jakarta area to Jakarta Bay, Indonesia”.
Reza dan tim berharap, peningkatan konsentrasi mikroplastik di lingkungan mendorong perbaikan pengelolaan sampah sekali pakai.
Menurutnya, implementasi dari aturan yang ketat, sosialisasi dan pemahaman publik diperlukan untuk mempromosikan metode pembuangan yang benar dan perubahan sistemik, dalam pengelolaan sampah plastik. Khususnya plastik sekali pakai.
Masyarakat juga diajak ikut berperan menjaga kesehatan lingkungan. Terutama terkait pembuangan sampah APD, yakni sampah masker yang biasa dipakai sehari-hari oleh masyarakat.
Eco Enzyme Berguna
Wali Kota Jakarta Barat Yani Wahyu Purwoko melakukan penuangan cairan eco enzyme ke aliran Kali Sekretaris. Eco enzyme merupakan cairan fermentasi yang berasal dari sampah organik, berupa kulit buah-buahan dan sisa sayuran segar.
Yani mengatakan, kegiatan ini upaya untuk melestarikan lingkungan melalui penyemprotan larutan eco enzyme ke udara, penjernihan air sungai serta melakukan sosialisasi atau kampanye pembuatan eco enzyme, sebagai cairan organik yang ramah lingkungan dan banyak manfaatnya.
Menurutnya, volume sampah di wilayah Jakarta Barat yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang berkisar antara 1.000 hingga 1.400 ton per hari. Bahkan, jumlah volume sampah tersebut naik dua kali lipat pada momen-momen tertentu.
Bisa dibayangkan, volume sampah itu bertambah lebih banyak pada momen-momen seperti hari raya dan Tahun Baru.
“Kalau melihat jenis sampahnya, 70 persen didominasi sampah organik. Sisanya 30 persen sampah an-organik,” ujarnya.
Relawan Eco Enzyme Nusantara, Salmah, menjelaskan, 60 persen sampah yang tertampung di TPA merupakan sampah organik. Akibatnya, tumpukan sampah itu menimbulkan bau tidak sedap di lingkungan.
Selain itu, dapat mengurangi tingkat daur ulang plastik, serta meningkatkan risiko terjadinya tumpukan sampah di TPA.
Pembusukan sampah organik juga menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.
“Eco enzyme memiliki banyak manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Terutama bagi kesehatan, air, udara, tanah dan pertanian,” ujar Salmah.
Salmah menambahkan, dengan membuat eco enzyme, maka sebagian besar sampah dapat terkelola, sehingga mengurangi beban TPA.
Selain itu, upaya ini juga sebagai bentuk partisipasi mengurangi beban bumi. Sekaligus menerapkan gaya hidup minim kimia sintetis. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID