Warga Papua Mati Kelaparan Kok Kenapa Nggak Heboh –
7 min readWarga di wilayah Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, saat ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Bencana embun beku yang mengakibatkan gagal panen, membuat warga menderita. 4 orang dikabar tewas karena kelaparan. Ironisnya, tragedi seperti ini seperti adem-adem saja. Nggak heboh dan berisik baik di dunia nyata, maupun di dunia maya.
Peristiwa ini hanya rame di media sosial saja. Itu pun hanya beberapa warganet saja yang melaporkan kejadian itu. Salah satunya, eks Komisioner Komnas HAM yang juga warga asli Papua, Natalius Pigai.
Lewat akun Twitter miliknya @NataliusPigai2, dia memposting video terkait situasi di daerah tersebut. Dalam video yang diunggah itu, terlihat sejumlah warga sedang berkumpul di sebuah padang tandus. Mereka yang berada di sana benar-benar menderia. Terlihat dari raut wajahnya yang kosong, tak bertenaga.
Anak-anak hanya bisa duduk lemas. Salah satu di antaranya terlihat mengunyah sebatang ranting atau tumbuhan yang layu. Suara tangisan juga terekam dari seorang anak. Mereka dilanda kelaparan. Hasil perkebunan yang selama ini jadi tumpuan hidup sehari- hari, gagal panen akibat cuaca embun yang ekstrem.
Tercatat, 548 kepala keluarga berada dalam kondisi kelaparan. Menurut Pigai, ada 4 orang yang tewas dengan 2 di antaranya adalah anak-anak. Penyebab kematian tak lain karena tidak adanya bahan makanan dan obat-obatan bagi warga di sana.
Namun, pernyataan Pigai soal 4 orang mati kelaparan dibantah pihak Pemprov Papua. Juru Bicara Pemprov Papua, Muhammad Rifai Darus menuturkan, kejadian itu murni karena kekeringan.
Karena, sejak 6-16 Juli, Bumi Cendrawasih dilanda cuaca ekstrem. Adapun 4 orang yang meninggal disebabkan penyakit, bukan kelaparan. Rifai menyebut, Pemerintah setempat tengah mendampingi warga.
“Pemerintah sudah terus mendampingi. Dan masih banyak lagi dari pemerintah kabupaten dan juga kabupaten lain yang ada,” ucap dia, menukil CNNIndonesia.
Penjabat Bupati Lanny Jaya, Petrus Wakerkwa mengatakan, pihaknya bersama tim utusan Menteri sosial (Mensos) telah mengantar dan menyerahkan bantuan ke posko umum di Jalan Trans Lanny Jaya, Kuyawage.
Adapun bantuan yang diberikan berupa beras 10 kilogram (kg) sebanyak 280 karung, selimut 1.000 lembar, makanan anak dan biskuit 500 paket dan makanan siap saji 1.000 paket, serta 500 paket sembako lainya.
Kementerian Sosial lewat akun Twitternya juga membantah tidak adanya perhatian dari Pemerintah Pusat terkait bencana yang terjadi di Lanny Jaya, Papua. Hingga 1 Agustus 2022, pemerintah terus memastikan bantuan logistik yang disalurkan sampai ke masyarakat terdampak bencana di Distrik Kwiyawage Kab. Lanny Jaya Provinsi Papua.
Per 31 Juli 2022, Kemensos telah mendistribusikan bantuan logistik untuk korban terdampak bencana. Rinciannya, beras 2,8 ton, sembako 500 paket, pakaian anak 500 psg, pakaian dewasa 500 psg.
“Selain itu, pembangunan tenda penampungan di 3 titik lokasi, yakni: tenda untuk Gereja Gidi, tenda untuk Gereja Baptis dan tenda untuk Gereja Kingmi,” tulis pihak Kemensos dalam cuitannya.
Kemensos juga memastikan, distribusi terus dilakukan kepada masyarakat, dibantu oleh Pemda Kabupaten Lanny, aparat kepolisian, TNI, tokoh agama dan masyarakat.
“Bantuan logistik tambahan yang disalurkan (01/08) dgn rincian sebagai berikut: selimut 1000 lembar, makanan Siap Saji 1000 paket dan makanan anak 500 pkt,” tambahnya.
Sayangnya, hingga kemarin, bencana yang terjadi di Lanny Jaya itu, nyaris sepi dari obrolan. Padahal, bencana ini terjadi usai Kementerian Dalam Negeri menyetujui pembentukan 3 provinsi baru di Papua. Di Jakarta, pembahasan soal Papua justru tak jauh dari seputar pemilu, yakni daerah pemilihan bagi 3 provinsi baru itu.
Peneliti Indef Sugiyono Madelan menganggap, sepinya perhatian terhadap masalah di Lanny Jaya karena tertutup sejumlah kasus besar di tingkat pusat. Salah satunya, kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Sambo yang membuat Brigadir J tewas.
Sugoyono menjelaskan, penyebab kelaparan di Lanny Jaya karena gagal panen. Mayoritas masyarakat di sana menanam ubi jalar yang merupakan makanan pokoknya. Karena cuaca ekstrem, tanaman ubi jalar milik warga gagal panen, yang akhirnya menyebabkan kelaparan.
“Hal seperti ini juga pernah terjadi beberapa tahun lalu di Yahukimo,” kenang Sugiyono.
Di Indonesia, lanjut dia, sistem bufer stock yang dikembangkan oleh Bulog adalah gabah dan beras. Sehingga sistem lumbung pangan untuk daerah yang berpotensi mengalami gagal panen pada ubi jalar, juga perlu dikembangkan.
“Sistem ketahanan pangan lokal perlu disesuaikan dengan jenis pangan pokok setempat. Terlebih untuk penduduk yang tinggal di Lanny Jaya dan tempat lain di Indonesia yang rawan pangan,” usul Sugiyono.
Menurutnya, Pemerintah perlu mengembangkan ketahanan pangan level keluarga dengan pengawasan ketat untuk mendeteksi kerawanan pangan. Tujuannya, agar daerah seperti di Lanny Jaya cepat dimitigasi.
“Kalau Posyandu untuk kesehatan dan Babinsa untuk keamanan, maka perlu dibentuk satgas pangan lokal untuk mencegah penduduk kelaparan dan kurang gizi kronis, terutama menghadapi krisis pangan dan potensi resesi,” saran Sugiyono.
Netizen yang tidak bisa berbuat banyak hanya bisa terus bersuara. “Sedih lihat kayak gini pace. Salah satu provinsi penyumbang devisa terbesar. Di mana tanah dan lautnya menjadi icon internasional, ternyata masyarakatnya tidak menikmatinya,” keluh @ntasanusa.
“Kasihan saudaraku di timur.. Hasil alamnya terkuras.. Nasibnya terabaikan,” cuit @TeupuguhC. “Ya Rab. Ndak ngerti bahasanya. Kalau ini tentang sakitnya menahan rasa lapar, sungguh memprihatinkan,” sesal @Zulkibli_KVJ. “Sedih sekali lihat saudara sebangsa setanah air hidup dalam kelaparan hingga sekarang,” pungkas @aangtz. [MEN] ]]> , Warga di wilayah Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, saat ini berada dalam kondisi memprihatinkan. Bencana embun beku yang mengakibatkan gagal panen, membuat warga menderita. 4 orang dikabar tewas karena kelaparan. Ironisnya, tragedi seperti ini seperti adem-adem saja. Nggak heboh dan berisik baik di dunia nyata, maupun di dunia maya.
Peristiwa ini hanya rame di media sosial saja. Itu pun hanya beberapa warganet saja yang melaporkan kejadian itu. Salah satunya, eks Komisioner Komnas HAM yang juga warga asli Papua, Natalius Pigai.
Lewat akun Twitter miliknya @NataliusPigai2, dia memposting video terkait situasi di daerah tersebut. Dalam video yang diunggah itu, terlihat sejumlah warga sedang berkumpul di sebuah padang tandus. Mereka yang berada di sana benar-benar menderia. Terlihat dari raut wajahnya yang kosong, tak bertenaga.
Anak-anak hanya bisa duduk lemas. Salah satu di antaranya terlihat mengunyah sebatang ranting atau tumbuhan yang layu. Suara tangisan juga terekam dari seorang anak. Mereka dilanda kelaparan. Hasil perkebunan yang selama ini jadi tumpuan hidup sehari- hari, gagal panen akibat cuaca embun yang ekstrem.
Tercatat, 548 kepala keluarga berada dalam kondisi kelaparan. Menurut Pigai, ada 4 orang yang tewas dengan 2 di antaranya adalah anak-anak. Penyebab kematian tak lain karena tidak adanya bahan makanan dan obat-obatan bagi warga di sana.
Namun, pernyataan Pigai soal 4 orang mati kelaparan dibantah pihak Pemprov Papua. Juru Bicara Pemprov Papua, Muhammad Rifai Darus menuturkan, kejadian itu murni karena kekeringan.
Karena, sejak 6-16 Juli, Bumi Cendrawasih dilanda cuaca ekstrem. Adapun 4 orang yang meninggal disebabkan penyakit, bukan kelaparan. Rifai menyebut, Pemerintah setempat tengah mendampingi warga.
“Pemerintah sudah terus mendampingi. Dan masih banyak lagi dari pemerintah kabupaten dan juga kabupaten lain yang ada,” ucap dia, menukil CNNIndonesia.
Penjabat Bupati Lanny Jaya, Petrus Wakerkwa mengatakan, pihaknya bersama tim utusan Menteri sosial (Mensos) telah mengantar dan menyerahkan bantuan ke posko umum di Jalan Trans Lanny Jaya, Kuyawage.
Adapun bantuan yang diberikan berupa beras 10 kilogram (kg) sebanyak 280 karung, selimut 1.000 lembar, makanan anak dan biskuit 500 paket dan makanan siap saji 1.000 paket, serta 500 paket sembako lainya.
Kementerian Sosial lewat akun Twitternya juga membantah tidak adanya perhatian dari Pemerintah Pusat terkait bencana yang terjadi di Lanny Jaya, Papua. Hingga 1 Agustus 2022, pemerintah terus memastikan bantuan logistik yang disalurkan sampai ke masyarakat terdampak bencana di Distrik Kwiyawage Kab. Lanny Jaya Provinsi Papua.
Per 31 Juli 2022, Kemensos telah mendistribusikan bantuan logistik untuk korban terdampak bencana. Rinciannya, beras 2,8 ton, sembako 500 paket, pakaian anak 500 psg, pakaian dewasa 500 psg.
“Selain itu, pembangunan tenda penampungan di 3 titik lokasi, yakni: tenda untuk Gereja Gidi, tenda untuk Gereja Baptis dan tenda untuk Gereja Kingmi,” tulis pihak Kemensos dalam cuitannya.
Kemensos juga memastikan, distribusi terus dilakukan kepada masyarakat, dibantu oleh Pemda Kabupaten Lanny, aparat kepolisian, TNI, tokoh agama dan masyarakat.
“Bantuan logistik tambahan yang disalurkan (01/08) dgn rincian sebagai berikut: selimut 1000 lembar, makanan Siap Saji 1000 paket dan makanan anak 500 pkt,” tambahnya.
Sayangnya, hingga kemarin, bencana yang terjadi di Lanny Jaya itu, nyaris sepi dari obrolan. Padahal, bencana ini terjadi usai Kementerian Dalam Negeri menyetujui pembentukan 3 provinsi baru di Papua. Di Jakarta, pembahasan soal Papua justru tak jauh dari seputar pemilu, yakni daerah pemilihan bagi 3 provinsi baru itu.
Peneliti Indef Sugiyono Madelan menganggap, sepinya perhatian terhadap masalah di Lanny Jaya karena tertutup sejumlah kasus besar di tingkat pusat. Salah satunya, kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Sambo yang membuat Brigadir J tewas.
Sugoyono menjelaskan, penyebab kelaparan di Lanny Jaya karena gagal panen. Mayoritas masyarakat di sana menanam ubi jalar yang merupakan makanan pokoknya. Karena cuaca ekstrem, tanaman ubi jalar milik warga gagal panen, yang akhirnya menyebabkan kelaparan.
“Hal seperti ini juga pernah terjadi beberapa tahun lalu di Yahukimo,” kenang Sugiyono.
Di Indonesia, lanjut dia, sistem bufer stock yang dikembangkan oleh Bulog adalah gabah dan beras. Sehingga sistem lumbung pangan untuk daerah yang berpotensi mengalami gagal panen pada ubi jalar, juga perlu dikembangkan.
“Sistem ketahanan pangan lokal perlu disesuaikan dengan jenis pangan pokok setempat. Terlebih untuk penduduk yang tinggal di Lanny Jaya dan tempat lain di Indonesia yang rawan pangan,” usul Sugiyono.
Menurutnya, Pemerintah perlu mengembangkan ketahanan pangan level keluarga dengan pengawasan ketat untuk mendeteksi kerawanan pangan. Tujuannya, agar daerah seperti di Lanny Jaya cepat dimitigasi.
“Kalau Posyandu untuk kesehatan dan Babinsa untuk keamanan, maka perlu dibentuk satgas pangan lokal untuk mencegah penduduk kelaparan dan kurang gizi kronis, terutama menghadapi krisis pangan dan potensi resesi,” saran Sugiyono.
Netizen yang tidak bisa berbuat banyak hanya bisa terus bersuara. “Sedih lihat kayak gini pace. Salah satu provinsi penyumbang devisa terbesar. Di mana tanah dan lautnya menjadi icon internasional, ternyata masyarakatnya tidak menikmatinya,” keluh @ntasanusa.
“Kasihan saudaraku di timur.. Hasil alamnya terkuras.. Nasibnya terabaikan,” cuit @TeupuguhC. “Ya Rab. Ndak ngerti bahasanya. Kalau ini tentang sakitnya menahan rasa lapar, sungguh memprihatinkan,” sesal @Zulkibli_KVJ. “Sedih sekali lihat saudara sebangsa setanah air hidup dalam kelaparan hingga sekarang,” pungkas @aangtz. [MEN]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID